Jumat, 11 Juli 2014

Mengawal Penghitungan Suara

Mengawal Penghitungan Suara

Endah Sulistyowati  ;   Pemerhati Kinerja Lembaga Negara
KORAN JAKARTA, 09 Juli 2014
                                                


Penghitungan suara Pemilu Presiden 2014 sejak dari tempat pemungutan suara (TPS) sampai rekapitulasi suara nasional banyak risiko kerawanan. Untuk itu, perlu pengawalan ketat dengan menggunakan metode praktis, baik oleh tim saksi, lembaga swadaya masyarakat pemantau pemilu, maupun relawan.

Teknologi KPU dalam pemilu legislatif lalu tidak bisa diandalkan lagi meski berupa sistem informasi dilengkapi hasil scanning formulir C1 di setiap TPS saat pileg lalu telah gagal. Waktu itu terjadi kelambatan serius dalam mengunggah data hasil pemungutan suara sampai berminggu-minggu untuk sebagian besar daerah pemilihan.

Proses penghitungan suara merupakan saat sangat krusial dalam tahapan pemilu. Setelah selesai penghitungan suara di TPS, pengalaman pahit pelaksanaan pileg lalu, ada sejumlah pihak berlaku curang dengan merekayasa angka perolehan suara. Akibatnya, ada suara caleg dicurangi caleg lainnya sehingga berkurang saat rekapitulasi di tingkat kecamatan.

Modus seperti ini bisa terjadi lagi dalam pilpres hari ini. KPU harus mampu menyajikan hitung cepat (real count) dan menyajikan dalam media tabulasi nasional pilpres yang bisa diakses beberapa saat setelah TPS menyelesaikan penghitungan suara.

Dengan demikian, rakyat bisa menikmati pesta demokrasi bersih dan akuntabel. Setiap negara demokrasi memiliki cara dan kemampuan berbeda dalam melayani warga untuk menikmati proses penghitungan suara pada hari H pemilu. Rekapitulasi di TPS menjadi awal mendebarkan bagi kandidat pilpres.

Momentum tersebut sangat signifikan sekaligus bisa menimbulkan atau justru menghilangkan kepastian politik suatu negara. Sayang, hingga kini, penyelenggara pemilu hanya mampu menyajikan momentum penghitungan suara pilpres ala kadarnya alias minimalis.

Rakyat sangat berharap kepada lembaga penyelenggara quick count yang disiarkan media massa. Selain itu, tim sukses capres-cawapres juga memerlukan metode hitung cepat dengan bantuan teknologi. Antara lain aplikasi proses rekapitulasi suara secara elektronik lewat SMS sebagai penginput data, seperti selama ini dilakukan lembaga survei yang melakukan quick count hasil pilkada atau pemilu.

Dalam pilpres kali ini ada juga yang memakai aplikasi mobile bernama Iwitness untuk saksi mencatat hasil perhitungan suara di setiap TPS. Aplikasi tersedia dalam platform Android, Blackberry, Iphone, maupun Symbian OS. Setiap pengguna Iwitness telah terdaftar sebagai saksi relawan.

Aplikasi tersebut memiliki menu ideal guna mengawal hasil pemungutan suara di TPS, antara lain meliputi menu setting yang diambil dari server pusat. Yang terpenting menu realcount untuk input hasil perhitungan suara di TPS yang sudah ditentukan di setting.

Publik sangat menantikan penghitungan suara lewat menu result untuk melihat hasil real count dan foto yang sudah disimpan user. Dalam Pilpres 2014 terdapat 478.685 TPS di dalam negeri dan 498 di luar negeri. Maka, nomor telepon sukarelawan sebanyak itu yang sudah diregister untuk mengirim data ke server. Pada prinsipnya, sistem ini berupa peningkatan kemampuan SMS sebagai media informasi tertulis digabungkan dengan kemampuan komputer dalam mendayagunakan gateway.

Cara minimalis tersebut diharapkan mampu menandingi quick count yang diselenggarakan beberapa lembaga survei. Selama ini, para pengembang teknologi informasi dalam negeri sudah banyak merancang SMS untuk pemilu disertai modul SMS center dan publish web. Ini bisa menerapkan online hasil suara ke internet sehingga dapat diakses secara luas.

Namun, sistem penginput data dengan SMS sangat minimalis karena hanya untuk kepentingan tabulasi elektronik, sedangkan sistem penginput data dengan cara scanning sebetulnya lebih berdayaguna karena hasil scanning formulir C-1 bisa dimanfaatkan sebagai bukti-bukti autentik sistematik dan transparan bila terjadi sengketa pemilu.

Amerika

Jika penyelenggara pemilu hanya mampu menyajikan jalannya penghitungan suara secara minimalis, beda di Amerika Serikat (AS). Di Negeri Paman Sam, penyelengara pemilu mampu menyajikan secara paripurna kepada rakyatnya dan warga dunia. Seluruh rakyat AS atau dunia bisa menikmati proses pemungutan suara dan rekapitulasinya di setiap TPS secara cepat.

Bahkan, rekapitulasi dilengkapi dengan pemetaan data pemilu dalam sistem informasi geografi atau Geographic Information System (GIS). Sistem tersebut sangat berguna untuk merangkai perkembangan hasil pemilu.

Bahkan, sistem penghitungan perolehan suara dari kandidat presiden AS dipadukan dengan Google Map sehingga pemakai internet bisa menikmati pesta demokrasi kelas tinggi lewat Google Map. Dalam pelaksanaan pemilu peran GIS yang terintegrasi dengan internet sangat penting seperti dalam penghitungan hasil suara.

Selain memudahkan setiap orang yang mau melihat hasil pemilu secara real time, tentunya juga dapat untuk mencegah kesalahan penghitungan atau pengiriman hasil suara baik sebagai modus manipulasi tersengaja ataupun keteledoran belaka.

Dalam aspek lain sistem GIS-enabled web mampu meningkatkan efisiensi biaya karena komunikasi dan input data juga bisa dilakukan secara online. Dalam hal ini masyarakat dengan mudah bisa ikut serta memantau jalannya penghitungan suara melalui website cukup dengan mengklik peta sebaran TPS di wilayahnya dengan Google Map.

Data spasial hasil pemilu di AS sangat membatu untuk menganalisis prediksi kemungkinan kemenangan peserta pemilu. Aspek tersebut juga dapat digunakan sebagai sistem cerdas yang sangat membantu penerapan strategi dan rencana partai politik. Sayang, hingga kini, publik masih curiga dan kurang percaya pada teknologi pemilu KPU, khususnya teknologi informasi dan komunikasinya karena selama ini kurang kredibel dan tidak melalui uji penerimaan publik.

Mestinya pemakaian aplikasi erekapitulasi yang dirancang Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bisa digunakan untuk Pilpres 2014. Rancangan tersebut mengarah kepada proyek e-voting yang pada prinsipnya adalah election management system atau eelection seperti di AS.

Aplikasi rancangan BPPT tersebut sebenarnya sudah bisa berjalan dengan baik karena telah melewati simulasi dan sampel memadai. Selain itu, juga terjadi pengembangan berkesinambungan (continuous improvement) dengan memperhatikan faktor manajemen perubahan organisasi dan sumber daya manusia.

Dengan begitu, tata kelola pemilu bisa dijalankan secara baik. Semua data (text, image, dan database) hasil penghitungan suara pemilu di kabupaten/kota dan luar negeri dikirim ke Pusat Data KPU dengan menggunakan program aplikasi sinkronisasi data secara baik pula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar