Mengawal
Penghitungan Suara
Endah Sulistyowati ; Pemerhati Kinerja Lembaga Negara
|
KORAN
JAKARTA, 09 Juli 2014
Penghitungan suara Pemilu Presiden 2014 sejak dari tempat pemungutan
suara (TPS) sampai rekapitulasi suara nasional banyak risiko kerawanan. Untuk
itu, perlu pengawalan ketat dengan menggunakan metode praktis, baik oleh tim
saksi, lembaga swadaya masyarakat pemantau pemilu, maupun relawan.
Teknologi KPU dalam pemilu legislatif lalu tidak bisa diandalkan lagi
meski berupa sistem informasi dilengkapi hasil scanning formulir C1 di setiap
TPS saat pileg lalu telah gagal. Waktu itu terjadi kelambatan serius dalam
mengunggah data hasil pemungutan suara sampai berminggu-minggu untuk sebagian
besar daerah pemilihan.
Proses penghitungan suara merupakan saat sangat krusial dalam tahapan
pemilu. Setelah selesai penghitungan suara di TPS, pengalaman pahit
pelaksanaan pileg lalu, ada sejumlah pihak berlaku curang dengan merekayasa
angka perolehan suara. Akibatnya, ada suara caleg dicurangi caleg lainnya
sehingga berkurang saat rekapitulasi di tingkat kecamatan.
Modus seperti ini bisa terjadi lagi dalam pilpres hari ini. KPU harus
mampu menyajikan hitung cepat (real
count) dan menyajikan dalam media tabulasi nasional pilpres yang bisa
diakses beberapa saat setelah TPS menyelesaikan penghitungan suara.
Dengan demikian, rakyat bisa menikmati pesta demokrasi bersih dan
akuntabel. Setiap negara demokrasi memiliki cara dan kemampuan berbeda dalam
melayani warga untuk menikmati proses penghitungan suara pada hari H pemilu.
Rekapitulasi di TPS menjadi awal mendebarkan bagi kandidat pilpres.
Momentum tersebut sangat signifikan sekaligus bisa menimbulkan atau
justru menghilangkan kepastian politik suatu negara. Sayang, hingga kini,
penyelenggara pemilu hanya mampu menyajikan momentum penghitungan suara
pilpres ala kadarnya alias minimalis.
Rakyat sangat berharap kepada lembaga penyelenggara quick count yang disiarkan media
massa. Selain itu, tim sukses capres-cawapres juga memerlukan metode hitung
cepat dengan bantuan teknologi. Antara lain aplikasi proses rekapitulasi
suara secara elektronik lewat SMS sebagai penginput data, seperti selama ini
dilakukan lembaga survei yang melakukan quick count hasil pilkada atau
pemilu.
Dalam pilpres kali ini ada juga yang memakai aplikasi mobile bernama
Iwitness untuk saksi mencatat hasil perhitungan suara di setiap TPS. Aplikasi
tersedia dalam platform Android, Blackberry, Iphone, maupun Symbian OS.
Setiap pengguna Iwitness telah terdaftar sebagai saksi relawan.
Aplikasi tersebut memiliki menu ideal guna mengawal hasil pemungutan
suara di TPS, antara lain meliputi menu setting
yang diambil dari server pusat. Yang terpenting menu realcount untuk input hasil perhitungan suara di TPS yang sudah
ditentukan di setting.
Publik sangat menantikan penghitungan suara lewat menu result untuk melihat hasil real count dan foto yang sudah
disimpan user. Dalam Pilpres 2014
terdapat 478.685 TPS di dalam negeri dan 498 di luar negeri. Maka, nomor
telepon sukarelawan sebanyak itu yang sudah diregister untuk mengirim data ke
server. Pada prinsipnya, sistem ini berupa peningkatan kemampuan SMS sebagai
media informasi tertulis digabungkan dengan kemampuan komputer dalam mendayagunakan
gateway.
Cara minimalis tersebut diharapkan mampu menandingi quick count yang diselenggarakan
beberapa lembaga survei. Selama ini, para pengembang teknologi informasi
dalam negeri sudah banyak merancang SMS untuk pemilu disertai modul SMS center dan publish web. Ini bisa menerapkan online hasil suara ke internet
sehingga dapat diakses secara luas.
Namun, sistem penginput data dengan SMS sangat minimalis karena hanya
untuk kepentingan tabulasi elektronik, sedangkan sistem penginput data dengan
cara scanning sebetulnya lebih
berdayaguna karena hasil scanning
formulir C-1 bisa dimanfaatkan sebagai bukti-bukti autentik sistematik dan
transparan bila terjadi sengketa pemilu.
Amerika
Jika penyelenggara pemilu hanya mampu menyajikan jalannya penghitungan suara
secara minimalis, beda di Amerika Serikat (AS). Di Negeri Paman Sam,
penyelengara pemilu mampu menyajikan secara paripurna kepada rakyatnya dan
warga dunia. Seluruh rakyat AS atau dunia bisa menikmati proses pemungutan
suara dan rekapitulasinya di setiap TPS secara cepat.
Bahkan, rekapitulasi dilengkapi dengan pemetaan data pemilu dalam
sistem informasi geografi atau Geographic
Information System (GIS). Sistem tersebut sangat berguna untuk merangkai
perkembangan hasil pemilu.
Bahkan, sistem penghitungan perolehan suara dari kandidat presiden AS
dipadukan dengan Google Map
sehingga pemakai internet bisa menikmati pesta demokrasi kelas tinggi lewat Google Map. Dalam pelaksanaan pemilu
peran GIS yang terintegrasi dengan internet sangat penting seperti dalam
penghitungan hasil suara.
Selain memudahkan setiap orang yang mau melihat hasil pemilu secara
real time, tentunya juga dapat untuk mencegah kesalahan penghitungan atau
pengiriman hasil suara baik sebagai modus manipulasi tersengaja ataupun
keteledoran belaka.
Dalam aspek lain sistem GIS-enabled
web mampu meningkatkan efisiensi biaya karena komunikasi dan input data
juga bisa dilakukan secara online. Dalam hal ini masyarakat dengan mudah bisa
ikut serta memantau jalannya penghitungan suara melalui website cukup dengan
mengklik peta sebaran TPS di wilayahnya dengan Google Map.
Data spasial hasil pemilu di AS sangat membatu untuk menganalisis
prediksi kemungkinan kemenangan peserta pemilu. Aspek tersebut juga dapat
digunakan sebagai sistem cerdas yang sangat membantu penerapan strategi dan
rencana partai politik. Sayang, hingga kini, publik masih curiga dan kurang
percaya pada teknologi pemilu KPU, khususnya teknologi informasi dan
komunikasinya karena selama ini kurang kredibel dan tidak melalui uji penerimaan
publik.
Mestinya pemakaian aplikasi erekapitulasi yang dirancang Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bisa digunakan untuk Pilpres 2014.
Rancangan tersebut mengarah kepada proyek e-voting
yang pada prinsipnya adalah election
management system atau eelection
seperti di AS.
Aplikasi rancangan BPPT tersebut sebenarnya sudah bisa berjalan dengan
baik karena telah melewati simulasi dan sampel memadai. Selain itu, juga
terjadi pengembangan berkesinambungan (continuous
improvement) dengan memperhatikan faktor manajemen perubahan organisasi
dan sumber daya manusia.
Dengan begitu, tata kelola pemilu bisa dijalankan secara baik. Semua
data (text, image, dan database) hasil penghitungan suara pemilu di
kabupaten/kota dan luar negeri dikirim ke Pusat Data KPU dengan menggunakan
program aplikasi sinkronisasi data secara baik pula. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar