Mencari
Anggota Ideal BPK
Unggul Suprayitno ; Senior Financial Management Specialist, Bank Dunia, Jakarta
|
KOMPAS,
08 Juli 2014
Iklan di
harian Kompas menyebutkan, Badan Pemeriksa Keuangan sebagai lembaga tertinggi
yang bertugas memeriksa keuangan negara sedang mencari lima anggota dengan
syarat-syarat sesuai Pasal 13 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK.
Metode ini menimbulkan pertanyaan, ”Apakah
proses seleksi bisa mendapatkan anggota BPK yang ideal?”
Pada
prinsipnya semua warga negara Indonesia, berusia di atas 35 tahun dan
berpendidikan minimal sarjana, dapat mencalonkan diri sebagai anggota BPK.
Tidak ada syarat tentang keahlian atau pengalaman di bidang tertentu.
Keahlian di bidang pemeriksaan (auditing)
mungkin bukan sesuatu keharusan, melainkan pengalaman di bidang manajerial
sangat diperlukan. Anggota BPK harus mampu mengelola unit pelaksana tugas
pemeriksaan yang bertanggung jawab kepada setiap anggota.
Manajemen
di sini bukan bersifat administratif, tetapi teknis substansi pemeriksaan.
Tugas administratif dikelola unit sekretaris jenderal, anggota menandatangani
hasil pemeriksaan. Maka, anggota BPK harus mampu menganalisis dan
mengevaluasi substansi masalah atau temuan dari obyek pemeriksaan dengan
landasan ”substance over form”,
mengutamakan substansi permasalahan yang dihadapi.
Panitia
seleksi, yaitu Komisi XI DPR, menambahkan beberapa persyaratan lain termasuk
di antaranya 1) memahami good
government and governance, 2) mempunyai pengetahuan yang memadai di
bidang keuangan negara dalam mengimplementasikan UU No 17/2003 tentang
Keuangan Negara, UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No
15/2004 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara. Kedua syarat itu dapat
menghambat putra terbaik dari sektor swasta yang ingin mengabdi menjadi
anggota BPK.
Bebas pengaruh
Ada
salah satu syarat menyebutkan ”paling singkat telah dua tahun meninggalkan
jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara”. Ketentuan
ini menjadi janggal karena syarat ini tidak diberlakukan bagi anggota DPR
yang ikut seleksi sehingga banyak anggota DPR mencalonkan diri menjadi
anggota BPK saat masih aktif di parlemen.
Syarat
ini penting karena anggota BPK perlu menjaga kebebasan dari pengaruh politik
dalam tugasnya. Anggota BPK wajib menegakkan kode etik, kebebasan, dan
kemandirian seperti dituangkan dalam Pasal 29-31 UU No 15/2006. Sebagai
anggota organisasi internasional Badan Pemeriksa Keuangan (INTOSAI), anggota
BPK wajib menaati kode etik ISSAI 30 yang mensyaratkan integritas,
independensi, objektivitas, kerahasiaan, dan kompetensi.
Aturan
yang sama juga menyebutkan, ”penting
untuk mempertahankan netralitas politik yang sesungguhnya maupun yang
tercitrakan oleh auditor, dalam hal ini anggota badan”. Kini, dengan
banyaknya anggota BPK dari partai politik atau didukung partai politik
tertentu, muncul pertanyaan, ”Apakah
anggota BPK bisa independen saat menghadapi obyek pemeriksaan yang dipimpin
oleh orang-orang yang berasal dari partai pendukungnya?”
Aktivitas
politik dapat menimbulkan konflik kepentingan. Satu contoh, belum lama
berselang ada anggota BPK yang sempat menjadi tim sukses salah satu calon
presiden. Hal ini jelas melanggar kode etik BPK dan INTOSAI. Meski akhirnya
mengundurkan diri, tampak jelas bahwa sang anggota tidak memahami kode etik
yang berlaku.
Anggota ideal
Berdasarkan
pertimbangan di atas, rekomendasi untuk mendapatkan anggota BPK ideal adalah
pertama, merevisi UU No 15/2006, khususnya Pasal 13, dengan memasukkan syarat
keahlian di bidang tertentu dan pengalaman manajerial. Selanjutnya mengubah
syarat ”paling singkat dua tahun
meninggalkan jabatan sebagai pejabat publik (pejabat negara/pemerintahan)”
dengan menambahkan ”termasuk anggota
DPR, hanya boleh mendaftarkan diri setelah dua tahun tidak aktif sebagai
anggota DPR”.
Usulan
kedua adalah membentuk panitia seleksi yang independen dan profesional, bukan
Komisi XI DPR yang notabene anggota partai politik. Panitia independen akan
bisa memilih secara netral setiap calon anggota BPK.
Seleksi
terhadap calon anggota harus dibuat terbuka agar masyarakat mengetahui rekam
jejak setiap calon. Komisi XI memilih dari shortlist calon hasil seleksi panitia independen yang akan mengikuti
fit and proper test sebagai
penentuan akhir. Pelaksanaan fit and
proper test pun harus dilakukan secara terbuka sehingga masyarakat dapat
mengikuti prosesnya.
Agar
perubahan dapat terjadi, dibutuhkan dorongan perubahan dari segala pihak.
Karena banyak orang skeptis terhadap adanya upaya internal DPR saat ini,
harapan ditambatkan kepada masyarakat/organisasi sipil untuk mewujudkan
perubahan. Advokasi terus-menerus diperlukan agar DPR mendatang dapat
merevisi UU tersebut. Dengan anggota yang ideal, BPK sebagai pilar
akuntabilitas negara Republik Indonesia diharapkan dapat bekerja secara
profesional, obyektif, independen, dan bebas dari segala kepentingan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar