Masih
Relevankah Isu Komunisme?
Ade P Nasution ; Dosen di Universitas Riau Kepulauan Batam
|
HALUAN,
10 Juli 2014
Tulisan ini terinspirasi pada isu-isu dan rumor yang muncul dalam
kegiatan kampanye pemilihan presiden (pilpres) 2014. Melalui media sosial,
tim kampanye dan simpatisan kedua calon berupaya menampilkan sisi terbaik
calonnya namun juga berupaya menampilkan sisi buruk dari program capres
saingannya.
Salah satu rumor itu adalah
adanya prasangka akan munculnya kembali paham komunisme di Indonesia jika
salah satu capres tersebut berhasil menduduki kursi No 1 di republik ini.
Kita sama-sama tahu bahwa rumor belum tentu kebenarannya. Untuk itu saya
menulis tentang apa yang terjadi pada paham komunisme pada saat ini sebagai
bahan renungan untuk kita dapat menyaring rumor tersebut sesuai dengan
kebutuhan kita
Sejak runtuhnya tembok Berlin
pada 1989 dan diikuti dengan bubarnya Uni Soviet beserta negara-negara
satelitnya baik di Asia maupun di Eropa Timur pada tahun 1991, menandai bahwa
salah satu sistem ideologis terkuat di dunia yang ditakuti oleh Amerika dan
Negara-negara Eropa barat telah runtuh yaitu komunisme.
Perang dingin pasca
perang dunia ke-II telah berakhir dan pemenangnya adalah Amerika Serikat dan
sekutunya sebagai bapak kandung paham demokrasi liberal dan kapitalisme.
Patut dicatat bahwa komu nisme
bukan hancur karena kalah perang dengan paham kapitalisme yang digawangi oleh
Amerika Serikat dan Eropa Barat. Tapi komunis hancur karena palu dan buldoser
rakyat yang telah kehilangan keyakinan terhadap ide-ide komunisme.
Perekonomian negara-negara
komunis terbukti tidak dapat menyesuaikan diri dengan sistem produksi
global yang dikendalikan oleh informasi yang mengakibatkan matinya sektor
industri dan merebaknya pengangguran secara besar-besaran. Dan mereka meragukan
sistem sosial-komunis mereka untuk dapat tetap menjawab tantangan zaman.
Runtuhnya sosialisme-komunisme
menyebabkan sistem yang lainnya, yaitu liberalisme-kapitalisme menjadi
satu-satunya ideologi yang berjaya bahkan hingga saat ini. Walaupun ada pula
pemikir-pemikir lainnya yang mempunyai prediksi berbeda tentang konsep
perpolitikan pasca Perang Dingin dan mengemukakan alternatif dari segala kelemahan
sistem liberal agar tetap bertahan dan tidak termakan zaman.
Namun demikian, banyak para
pakar dan pengamat mengatakan bahwa liberalisme kapitalisme lah satu-satunya
sistem ideologi yang ada saat ini. Hal ini di perkuat oleh Francis
Fukuyama dan Samuel P. Huntington. Fukuyama dalam bukunya “The End of History and The Last Man” menyebutkan
mengatakan bahwa paska perang dingin, tidak akan ada lagi pertarungan
antarideologi besar, karena sejarah telah berakhir dengan kemenangan kapitalisme
dan demokrasi liberal. Meskipun menyadari evolusi sejarah, Fukuyama beranggapan
bahwa demokrasi liberal merupakan titik akhir dari evolusi ideologis umat
manusia sekaligus bentuk final pemerintahan manusia. Runtuhnya Soviet dan
ambruknya tembok Berlin menjadi pertanda kalahnya sosialisme, dan sebagai
gantinya adalah perayaan dan kemenangan kapitalisme tanpa ada kompetitornya.
Sedangkan Huntington dalam
bukunya “The Clash Civilizations’
menyebutkan bahwa secara fundamental dari sebuah konflik dalam dunia
yang baru ini terutama lagi bukanlah karena ideologi atau ekonomi. Bagian
terbesar diantara berbagai macam bentuk manusia dan sumber daya yang ada maka
konflik akan didominasi oleh perihal yang terkait dengan budaya. Lewat
hipotesisnya, Huntington mencoba menawarkan paradigma baru dalam melihat
dunia. Ia melihat ada 7 peradaban yang akan mewarnai persaingan global:
Western, Latin American, Confucian, Japanese, Islamic, Hindu dan
Slavic-Orthodox.
Apa yang disampaikan oleh
Huntington di atas, tampaknya sudah dilaksanakan Amerika Serikat dan
sekutunya seperti yang kita lihat dalam kebijakan luar negeri yang mereka
lakukan seperti kebijakan terhadap Irak, Iran, Suriah dan negara-negara lain
yang kesemuanya lebih banyak bersifat budaya sosio religius ketimbang ideologis.
Menurut Fukuyama, sejak kejatuhan ideologi komunisme, lonjakan besar terjadi
dalam perubahan ideologi negara-negara dunia. Sebagai contoh dari tahun 1975
sampai dengan 1990 saja terdapat kenaikan negara yang mengganti sistem
ideologi sebanyak 30 negara dan pada saat ini hampir seluruh negara di dunia
sudah memakai sistem demokrasi liberal kapitalisme.
Di samping itu, Fukuyama
menemukan fakta bahwa negara-negara yang merubah sistem ideologinya ke liberalisme
kapitalisme (sebelumnya memakai sistem fasisme atau komunis) secara
statistik mengalami kemajuan ekonomi yang luar biasa seperti yang ditunjukkan
oleh Spanyol, Filipina, Afrika selatan, Peru dan banyak negara lainnya.
Kita tidak boleh lupa, bahwa
Indonesia, secara kuantitatif mengalami lonjakan besar ketika dimulainya
pemerintahan Orde Baru pada awal 1970-an di masa Presiden Soeharto mengadopsi
paham liberalisme kapitalisme yang salah satunya ditandai dengan masuknya
investasi asing, serta masuknya Indonesia ke dalam lembaga-lembaga dunia
seperti WTO, IMF dan lembaga-lembaga kerjasama ekonomi internasional lainnya.
Dalam bidang politik,
pemerintah Orde Baru berkenan menambah partai politik serta tumbuhnya
lembaga-lembaga demokrasi yang menurut Fukuyama sebagai syarat mutlak dalam
negara dengan faham demokrasi liberal dan kapitalisme.
Memang ada beberapa negara Asia
dan Amerika Latin yang masih teguh memegang ideologi komunis seperti Vietnam,
Tiongkok (RRC), Korea Utara dan Kuba dan beberapa negara Amerika Latin
lainnya. Tapi ideologi komunis yang diterapkan di negara itu, sudah tidak
semurni ajaran Karl Marx. Negara-negara seperti Tiongkok, Vietnam dan
Kuba telah membuka diri dengan negara lain, bahkan juga dengan negara
yang oleh mereka dicap sebagai negara kapitalis sehingga tidak heran kita dengan
mudah kita menjumpai Mc Donalds dan KFC di berbagai kota di Tiongkok dan
Vietnam serta lambang-lambang kapitalis lainnya.
Banyak pengamat menyebutkan,
bahwa negara-negara seperti Tiongkok dan Vietnam hanya menunggu waktu saja
untuk bermetamorfosis menjadi demokrasi liberal, mengingat derasnya arus
informasi dan kebutuhan akan pengakuan pribadi dan hak azasi manusia bagi
warganya yang selama ini kita ketahui pemerintahnya cukuf represif menghadapi
warganya. Setelah itu sempurnalah sudah paham kapitalisme dan demokrasi
liberal menguasai seluruh dunia.
Kini tidak ada lagi kekhawatiran
akan komunisme dan penguasaan oleh negara yang begitu dibenci oleh Adam
Smith. Yang ada hanyalah apa yang dikhawatirkan oleh Huntington, yaitu
persoalan benturan peradaban, yang tampaknya Indonesia sendiri sudah mulai
mengalaminya yaitu konflik-konflik yang bermuatan keagamaan dan etnis. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar