Jumat, 11 Juli 2014

Mahalnya Harga Kursi Presiden

Mahalnya Harga Kursi Presiden  

Riski Ananda  ;   Wakabid Organisasi GMNI Pekanbaru, Mahasiswa UIN Suska Riau
HALUAN, 09 Juli 2014

                                                                                                                       


Secara prosedural, pemilihan umum (pe­milu)  adalah meka­nisme melakukan seleksi kepimpinan politik.  Pemilu sebagai wadah rege­nerasi kepimpinan nasional bukanlah hal baru bagi bangsa Indonesia. Indonesia sendiri telah melaksanakan pemilu presiden sejak tahun 1955.

Dalam perjalanan berde­mokrasinya, pemilihan presiden (pilpres) secara langsung baru terlaksana setelah tumbangnya masa Orde Baru dan digan­tikan era reformasi. Pemilu 2004 menjadi pilpres secara langsung untuk pertama kalinya di­laksanakan. Dan hari ini, 9 Juli  2014, pesta demok­rasi ini akan berlangsung kembali.

Biaya Penyelenggaran Pilpres

Pilpres di Indonesia ter­masuk kegiatan kepemiluan paling mahal di dunia. Indi­kasinya dapat terlihat dari alokasi dana yang dianggarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, untuk penyeleng­garaan pilpres 2014 sebesar  Rp7,9 triliun untuk 2 putaran. Rinciannya, Rp4 triliun untuk putaran pertama  dan Rp3,9 triliun bila terjadi putaran kedua.

Anggaran itu digunakan KPU untuk serangkaian kegiatan seputar pemilu yang telah menetapkan 190.307.134 daftar pemilih tetap (DPT) sesuai dengan Keputusan KPU NO:477/Kpts/KPU/2014.

Diantaranya digunakan untuk pengadaan barang dan jasa keperluan logistik pemilu, bimbingan teknis pemungutan dan penghitungan suara di KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, PPK, PPS, dan KPPS.

Selain itu, dana tersebut juga akan digunakan untuk fasilitas kampanye, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara, rekapitulasi penghi­tungan suara, dan penetapan hasil pemilu.

Tingginya anggaran penye­leng­garaan pilpres ini dika­renakan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang men­-capai 17.000 pulau dan jumlah pemilih yang besar dengan sebarannya  yang  tidak merata pada 497 kabupaten/kota, 6.980 kecamatan, 81.272 desa.

Biaya Menuju Kursi R1

Begitu juga dalam perebutan  suara un­tuk Pilpres 9 Juli 2014 oleh kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden yaitu Pasa­ngan Prabowo dan Hatta  de­ngan Pasa­ngan Jokowi dan Jusuf Kalla. Secara intensif dan berke­si­nambungan keduanya telah menyisir  selu­ruh wilayah yang memiliki po­tensi suara yang sig­nifikan un­tuk dikua­sai  mulai dari 7 Juni sampai dengan 5 Juli 2104 lalu. Hal ini menjadikan ke dua pasang calon pre­siden dan wakil presiden beserta dengan tim sukses­nya membuat strategi-stra­tegi untuk merebut suara rakyat sebagai tujuan akhir dari sebuah ajang kom­petisi politik.

Dalam kon­­teks kom­petisi ini,  mau tidak mau kedua pasang calon presiden dan wakil presiden haruslah meng­organisasi modalitas ekonomi untuk membiayai semua strategi pemenangannya.

Sangat dibutuhkan  biaya yang cukup besar  untuk membiayai berbagai tahapan dimulai dari pengenalan  sam­pai  pada tahapan  pemilih  memiliki pilihannya. Seperti biaya untuk komunikasi politik (cetak,televisi,radio,dunia maya), kampanye akbar, transpotasi darat maupun udara, serta  membiayai pengorganisasian tim kampanye dan lain seba­gainya.

Pasca putusan Mahkamah Konstitusi  terhadap pasal penetapan  pasangan calon presiden dan wakil presiden ter­pilih  ditetapkan  hanya  meng­gunakan  50% lebih dari jum­­lah sua­ra. Pada fak­ta­nya, jumlah daftar pe­milih tetap yang meng­gu­na­kan hak pilih­­­nya tidak ada yang dapat mencapai 100%.

Mengacu pada pe­milu legis­latif   2014 lalu, KPU menyebutkan  partisipasi pemilih  hanya mencapai 75.11%  yang menggunakan hak pilihnya. Bila meng­gunakan  data par­tisipasi pemilih pada pemilihan legislatif   2014  lalu se­besar 75 % (dibulatkan) dikaitkan de­ngan DPT Pil­pres 2014  maka perkiraan par­tisipasi  pe­milih pilpres  2014  sebesar: 142,­730,351  (190.307.134 DPT x 75%).  Sedangkan data KPU untuk partisipasi pemilih pilpres 2009 sebesar : 127,983,655 (73% ) dari total DPT sebesar 176,411,434.

Oleh karena itu, kedua pasang calon presiden dan wakil presiden setidak-tidaknya harus mendapatkan: 142.730.351 perkiraan partisipasi pemilih pileg 2014  x 50% + 1 yaitu:  71.365.­177 suara pemilih yang harus direbut untuk dapat memenangkan ajang kompetisi politik ini. Sebagai perbandingan pada pilpres 2009, penetapan pasa­ngan calon presiden dan wakil presiden mencapai 73,874,562  suara pemilih.

Bila saja digunakan biaya minimal untuk tahap me­ngenalkan sampai pada ta­hapan pemilih memiliki pili­hannya  sebesar Rp. 50.000/pemilih. Itu artinya setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden harus menye­diakan modalitas ekonomi  sebesar:  Rp50.000 x 71.365.177 suara pemilih yang harus direbut pada pilpres 2014  yaitu : Rp.3.568.258.850.000.  (Rp3,5 triliun). Maka bila ada dua pasang calon yang akan bertarung, dibutuhkan dana sebesar Rp7,136,517,700,000,- (Rp7,1 triliun)

Hitung-hitungan sederhana di atas sangat mungkin terjadi pada kedua pasang calon presiden dan wakil presiden selama proses pilpres ber­langsung. Hasil riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indo­nesia (LPEM UI) mem­perki­rakan total dana yang akan bergulir pada Pemilu 2014 yakni sebesar Rp115 triliun  (http://www.repub­lika.co.id/berita/ ).

Kekayaan Ke 2 Calon

Bila melihat  laporan kekayaan ke dua pasang calon  presiden dan wakil presiden yang telah dilaporkan dan diverifikasi  Komisi Pembe­rantas Korupsi (KPU),   ma­sihlah  jauh panggang dari api.  Dimana calon presiden  Prabowo memiliki total keka­yaan sebesar  Rp1,670.392.580.­402  dan  USD 7.503.134. Ca­lon wakil presiden Hatta ke­kayaan sebesar Rp. Rp30.­234.­920.584 dan USD75.092.

Untuk pasangan calon presiden Jokowi sebesar Rp 29.­892.­946.012 dan USD 27.633. Sedangkan calon wakil presiden Jusuf Kalla sebesar Rp465.­610.495.057 dan USD 1.058.564 Tentunya  kedua pasang calon presiden dan wakil presiden ini masih memerlukan upaya mendapatkan modalitas eko­nomi yang dimaksud.

Di sisi lain, merujuk pada Undang-Undang No.42 tahun 2008  tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada pasal 96 tentang dana kampanye, membatasi sumbangan sebesar Rp1 miliar bagi perorangan  dan Rp5 miliar bagi perusa­haan dengan mengharuskan setiap pemberi sumbangan mencantumkan identitas yang jelas.

Dana Pihak Ketiga

Melihat besarnya modalitas ekonomi yang dibutuhkan dan adanya aturan yang mem­batasinya menjadikan pilpres ini memiliki risiko yang tinggi untuk ditumpangi  pihak ketiga. Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai, biaya pemilihan presiden Pilpres 2014 yang cukup besar, bisa mem­buat para kontestan, mencari bantuan dari pihak asing dan pemilik modal (http://pe­milu.sindonews.com/ ).

Sementara itu Undang-Undang Pemilu sendiri tidak mengatur posisi pihak ketiga.  Terkait itu Prof. Ramlan Surbakti, menyebutkan. “Ken­dati KPU sudah melakukan terobosan dengan membuat peraturan, aturan tersebut masih terbatas. Dalam PKPU No. 17 Tahun 2014, aturan seputar pelaporan dana kampa­nye hanya di­per­untukkan kepada pihak ketiga yang terdaftar sebagai tim ka­mpanye resmi, lalu bagaimana dengan yang tidak terdaftar? (www.ke­mit­ra­an.or.id/latest-news/)

Perhitungan di atas mem­buka mata kita betapa ma­halnya untuk menjadi pe­mimpin di negeri ini  yang tidak memungkinkan  bagi seseorang yang tidak memiliki sokongan dana besar dapat terpilih menjadi pimimpin negeri ini.   Mahalnya harga kursi presiden  juga me­munculkan anggapan di ma­syarakat bahwa dengan biaya sebesar itu rasanya tidak mungkin mendapatkan pe­mimpin yang bersih.

Bercermin pada hal di atas,  kita butuh sosok calon pe­mimpin yang berani memberi transparansi setiap rupiah yang terpakai untuk berkampanye agar rakyat bisa benar-benar yakin akan sosok pemimpin yang akan dipilih untuk memimpin negeri sebesar Indonesia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar