Masa
Depan Industri Telekomunikasi Indonesia
Anonim ; ( Tanpa Penjelasan )
|
KORAN
SINDO, 01 Juli 2014
Industri
telekomunikasi terus berubah. Semisal, pada awalnya, penggunaan telepon
seluler hanya untuk komunikasi suara dan pengiriman pesan melalui SMS ,
tetapi kini telepon seluler sudah sangat canggih.
Tak
sekadar untuk kebutuhan komunikasi, melainkan juga dimanfaatkan untuk
kegiatan bisnis. Kebutuhan komunikasi dan kegiatan bisnis yang semakin
canggih membuat operator telekomunikasi harus berbenah dan berinovasi untuk
memenangi persaingan. Apalagi kini pasar industri telekomunikasi sudah
memasuki fase jenuh lantaran penetrasinya sudah mencapai hampir 100%. Dalam
masa ini, para operator telekomunikasi harus berupaya dengan berbagai
strategi untuk mempertahankan pelanggannya atau berinovasi untuk merebut
pelanggan operator lain.
Operator
telekomunikasi dituntut bekerja lebih keras karena berdasarkan survei Tektronix Communications awal April
lalu, operator seluler Indonesia memiliki risiko kehilangan hampir seperempat
dari jumlah pelanggan mereka. Layanan pelanggan yang buruk adalah alasan yang
menjadi pertimbangan utama berpindah operator. Meski penetrasi seluler sudah
mencapai hampir 100%, pasar di industri telekomunikasi, khususnya seluler,
masih mempunyai ruang untuk berkembang. Industri operator seluler diprediksi
mampu tumbuh 7- 8% tahun ini.
Salah
satu faktor pendorong pertumbuhan adalah rencana operator yang terus
meningkatkan layanan data dengan menggelontorkan dana triliunan rupiah guna
memperkuat jaringan infrastrukturnya. Pengguna layanan internet yang masih
terbilang sedikit dibandingkan dengan pelanggan seluler bisa menjadi celah
bagi operator untuk mengembangkan bisnis. Saat ini penetrasi internet di
Tanah Air baru mencapai 25% dari total penduduk. Masih ada ruang pertumbuhan
menjanjikan untuk seluler, baik secara demografis, geografis maupun layanan
seluler baru seperti digital.
Secara
industri, saat ini ratarata 70% pendapatan operator berasal dari layanan
suara dan pesan singkat, sedangkan 30% dari layanan data. Namun porsi
tersebut bisa terbalik dalam tiga sampai empat tahun mendatang. Dengan kata
lain, kontribusi layanan data bisa mencapai 70% pada 2016. Hal itu terkait
dengan gencarnya perkembangan broadband
dan smartphones sehingga mendorong
perkembangan data dan digital business .
Basic service seperti voice dan SMS tetap masih berperan penting untuk kebutuhan dasar
konsumen dalam berkomunikasi, tetapi untuk 18 bulan ke depan kita akan
melihat perkembangan cukup signifikan pada broadband dan digital business.
Nantinya kedua hal ini akan menjadi pendapatan utama operator. Menyikapi
perkembangan ini, Telkomsel telah jauh-jauh hari melakukan transformasi untuk
menghadapi revolusi di industri telekomunikasi.
Di era
globalisasi ini persaingan tak hanya datang dari operator lokal lainnya,
tetapi juga dari raksasa semacam Google , Facebook, dan masih banyak lagi.
Meski begitu industri telekomunikasi Indonesia cukup beruntung karena majunya
belakangan sehingga relatif mempunyai waktu yang lebih banyak atas dampak
perubahan yang ekstrem di industri ini. Sebagai gambaran di Amerika Serikat,
dulu yang terkenal adalah operator AT&T, tapi sekarang pamornya sudah
tenggelam dengan nama besar Google .
Sementara
di Eropa, dulu nama France Telecom
dan British Telecom sangat dominan,
tetapi sekarang digantikan Vodafone.
Artinya terjadi perubahan industri di mana benang merahnya revolusi industri
ini adalah lahirnya internet protocol (IP).
Dalam melihat industri ini ke depan, kunci utamanya terletak pada pembangunan
ekosistem DNA: device, network, dan application . Dahulu hampir tidak ada
device dan application , hanya network . Namun seiring dengan berjalannya
waktu, karena di-drive oleh
teknologi IP, yang jauh lebih berkembang ternyata adalah application atau over the
top (OTT).
Hal ini
membuat bisnis network yang dominan selama ini dilakukan operator menjadi
terjepit. Pasalnya, investasi di bisnis network itu ada dua, yaitu orang dan
perangkat, sedangkan di application
investasinya hanya orang. Jika perusahaan penyedia network tidak cerdas, ke
depannya akan terjepit. Solusi untuk perusahaan network yang berhasil
bukanlah persaingan, tetapi justru berkolaborasi dan mengekspansi diri. Hal
inilah yang akan membuat terjadinya konsolidasi bisnis pada ekosistem DNA di
tahun 2020 di mana sebuah perusahaan dapat memiliki ketiga unsur tersebut.
Langkah
ini yang sedang ditempuh Telkomsel di mana perusahaan tidak lagi disebut telecommunication company, tapi digital company (dico). Sebagai tahap
awal untuk sepenuhnya menjadi digital company, Telkomsel memperkuat sisi
network terlebih dahulu, sekalipun saat ini telah memiliki BTS sebanyak
76.000 unit yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, mencakup 98% populasi
Indonesia. Terdapat tiga hal yang menjadi perhatian dalam pembangunan network , yaitu coverage, capacity, dan capability.
Dengan
pelanggan mencapai lebih dari 135 juta per April 2014, tentunya kebutuhan ini
pun menjadi cukup besar, apalagi dengan penggunaan data (internet) yang
semakin meningkat di kalangan pelanggan. Selain dari sisi network atau
jaringan, untuk mempercepat terwujudnya digital company juga diperlukan
sumber daya manusia yang andal. Jadi tidak salah jika tahun ini Telkomsel dan
Telkom ingin membangun 20 digital valley sebagai pusat berkumpulnya developer
lokal yang akan bisa melahirkan aplikasi- aplikasi yang tidak saja
menguntungkan dari sisi bisnis, tetapi juga turut mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Melihat
perkembangan saat ini, terdapat tigacara untukmendongkrak pertumbuhan digital
services di tahun-tahun mendatang, yaitu bekerja sendiri, bermitra atau mengakuisisi
perusahaan lain. Tentu para operator punya strategi masing-masing dalam
mengembangkan bisnisnya. Namun yang pasti meski jumlah pelanggan tidak
mungkin akan selalu naik atau bertambah, dari sisi application ternyata ke
depannya masih banyak peluang yang bisa digarap. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar