Marhaban
Ya Ramadhan
Sarlito
Wirawan Sarwono ; Guru Besar Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia
|
KORAN
SINDO, 29 Juni 2014
Hari ini
kita mulai berpuasa lagi. Spanduk-spanduk bertuliskan “Marhaban ya Ramadhan”,
selamat datang Ramadan, bermunculan di mana-mana, yang menunjukkan betapa
sukacitanya masyarakat menyambut bulan suci yang hadir setiap tahun sekali
ini (sayang sekali, saking sukacitanya, banyak yang lupa untuk menurunkan
kembali spanduk-spanduk itu setelah Lebaran, sehingga mengotori pemandangan
kota).
Sukacita
ini bukan hanya merupakan reaksi spontan umat Islam ketika Ramadan tiba,
melainkan memang ada hadisnya, ”Man
fariha bidukhuli ramadhana harramahu Allahu jasadahu minan-nairan.”
Artinya, “Siapa saja yang menyambut
Ramadan dengan penuh sukacita, maka Allah haramkan jasadnya disentuh api
neraka.” Apalagi ada hadis yang lebih terkenal, yang menyebutkan bahwa “Pada bulan Ramadan pintu-pintu surga
dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu”. Waduh,
bukan main. Betapa sukacitanya umat dengan adanya maklumat dari Rasullulah
yang seperti itu.
Setahu
saya hampir semua muslim (khususnya di Indonesia), mulai mengenal bulan
Ramadan di masa kanak-kanak sebagai hal yang menyenangkan. Ramadan berarti
buka puasa dengan makanan yang enak-enak, tarawih berarti main sama
teman-teman di sekitar masjid dan di masjid juga biasanya disiapkan takjil
(penganan buka puasa), habis sahur jalan-jalan atau main sepeda sampai pagi,
dan nanti menjelang buka puasa ngabuburit, jalan-jalan lagi, main atau
sekadar nongkrong sama teman-teman atau keluarga menunggu saat berbuka.
Nanti
menjelang Lebaran, ada baju baru, mudik, ketemu keluarga, makan-makan lagi,
atau main ke tempat-tempat wisata. Anak mana yang tak senang dengan
atraksiatraksi seperti itu? Apalagi kalau bulan puasa pas bersamaan dengan
liburan sekolah (seperti sekarang ini). Waduh.... senangnya bagaikan di surga
(surganya anak-anak). Kelak kalau dewasa Ramadan tetap juga menyenangkan.
Acara berbuka puasa dengan keluarga inti dan keluarga besar, dilanjutkan
dengan salat tarawih bersama, terus lihat cucu-cucu main kembang api,
berkejaran, ada yang jatuh, menangis, tetapi sebentar sudah tertawa-tawa
lagi.
Sangat
menyenangkan. Giliran malam hari tidur lebih nyenyak sampai bangun sahur,
tetapi ada yang menyempatkan tadarus dan salat malam, sebelum makan sahur.
Pokoknya jalan lempeng ke arah pintu surga yang sudah dibuka lebar-lebar oleh
Allah. Tetapi hadis yang menyuruh kita senang berpuasa, dalam praktiknya
dipelintir menjadi berpuasa untuk bersenang-senang. Main sepeda selepas
sahur, zaman sekarang diganti menjadi main sepeda motor, ngebut, ngetrek,
sama saja dengan kelakuan para geng motor.
Kurang
lebih 90% acara TV menjelang sahur adalah acara hiburan, lawak,
loncat-loncat, teriak-teriak, baku pukul menggunakan styrofoam, termasuk para artis ceweknya yang tubuhnya berbalut
jilbab (di luar Ramadan biasanya berbusana serbaterbuka mengikuti tren good governance yang juga
serbaterbuka), dan tidak pernah dilupakan aneka undian berhadiah uang jutaan
rupiah, dari sponsor, yang sebetulnya (menurut pendapat saya) adalah judi
terselubung. Begitu juga hadis tentang neraka yang dikunci dan setan-setan
yang dibelenggu, ditafsirkan kita boleh berbuat apa saja, suka-suka kita.
Bukankah setan sedang tidak absen, karena masih dibelenggu?
Karena
itu kita tidak akan kemasukan setan dan berdosa, apalagi dalam bulan Ramadan
dosa-dosa kita diampuni semua. Nanti pada saat Idul Fitri kita sudah bersih
lagi, kembali ke fitrah, layaknya bayi yang baru lahir, tanpa dosa. Padahal,
yang dimaksud dengan hadis itu adalah kita sendirilah yang harus menghindari
neraka, membelenggu setansetan yang selalu mengajak kita ke neraka dan
sebaliknya memperbanyak ibadah agar bisa menuju pintu surga.
Ibaratnya,
liburan sekolah. Pihak kepala sekolah mengumumkan bahwa sekolah ditutup,
tidak ada pelajaran selama liburan. Itu berarti kita sendirilah yang tidak
usah ke sekolah, sementara kalau kita mau ke sekolah tetap saja bisa.
Misalnya untuk main sepak bola di lapangan sekolah atau untuk belajar bersama
teman- teman menghadapi ujian nasional. Jadi bukan Allah sendiri yang
membelenggu korps setan itu. Buktinya, selama Ramadan kejahatan malah
meningkat (pencurian rumah-rumah yang ditinggal mudik penghuninya, termasuk
juga korupsi dan maksiat jalan terus).
Di
Suriah dan Iraq orang terus saja berperang dan saling membunuh, walaupun di
tengah- tengah bulan suci Ramadan. Bahkan mereka meneriakkan “Allahu Akbar!”
sambil terus memuntahkan peluru dari senapan-senapan untuk membunuhi
orang-orang. Memang ada juga yang secara konkret mencoba menutup pintu-pintu
neraka, misalnya pemerintah daerah menutup semua tempat hiburan (panti pijat,
spa, karaoke dll) selama Ramadan. Atau orang-orang yang selama Ramadan
berhenti selingkuh dulu. Tetapi usai Ramadan semuanya, ya tempat hiburannya,
ya selingkuhnya, mulai lagi dan baru berhenti lagi jika tiba Ramadan lagi
tahun depan. Ini kan kadarkum,
namanya. Kadang sadar (waktu Ramadan), kadang kumat (kumat lagi setelah
Ramadan lewat).
Jadi,
senanglah kamu menghadapi Ramadan. Bersukacitalah, karena Allah sudah
menyiapkan jalan ke surga bagi yang bersukacita menghadapi Ramadan. Tetapi
jangan hanya bersenang-senang semasa Ramadan, apalagi kalau itu maksiat.
Perbuatlah hal-hal yang bermanfaat saja, dan hindarkan yang mudarat. Itulah
makna puasa yang sebenarnya. Karena kita tidak mengamalkannya, maka setelah
puasa kita balik lagi seperti sebelum puasa, bergelimang dosa lagi. Itulah
sebabnya makin banyak orang korupsi walaupun si koruptor itu puasa juga, dan
itulah sebabnya korupsi tidak kunjung hilang, walaupun kita selalu berpuasa
sepanjang sejarah NKRI. Marhaban Ya
Ramadhan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar