Senin, 14 Juli 2014

KITLV Leiden Ditutup Selamanya

                            KITLV Leiden Ditutup Selamanya

Suryadi  ;   Dosen Kajian Indonesia di Universitas Leiden, Belanda
KOMPAS, 12 Juli 2014
                                                


Pada 1 Juli 2014, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde atau Lembaga Kerajaan Belanda untuk Kajian Asia Tenggara dan Karibia yang berpusat di Leiden ditutup untuk selamanya.

Penutupan lembaga yang dikenal sebagai KITLV itu mengagetkan para Indonesianis. Banyak petisi dikirimkan kepada Pemerintah Belanda. Namun, tampaknya penguasa di Den Haag tetap pada keputusannya dengan alasan menghemat pengeluaran.

Padahal, KITLV sudah melekat dalam ingatan masyarakat akademis internasional yang mengkaji Indonesia. Lembaga ini juga berkontribusi besar menjadikan Universitas Leiden sebagai pusat studi Indonesia.

Hampir semua risalah akademis bermutu mengenai Indonesia, juga disertasi doktor, mencantumkan ucapan terima kasihnya kepada petugas perpustakaan KITLV Leiden.

Kecil pula kemungkinan untuk tidak menemukan Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (BKI), jurnal bertaraf internasional terbitan KITLV yang usianya sudah lebih dari 150 tahun, dalam senarai bibliografinya. Dengan kata lain, KITLV Leiden, karena kekayaan perpustakaannya yang berlimpah, wajib dikunjungi para peneliti tentang Indonesia.

Sejarah KITLV

KITLV berdiri pada 1851 di Delft atas inisiatif tiga intelektual Belanda: Menteri Wilayah Jajahan yang kemudian menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda JC Baud, Profesor Studi Jawa di Delft dan Leiden Taco Roorda, dan Direktur Akademi Kerajaan Belanda di Delft Gerrit Simons.

Penubuhan lembaga tidak lepas dari tujuan untuk mengembangkan studi tentang tanah, budaya, dan masyarakat jajahan (Hindia Belanda) di negara induknya (Belanda) untuk melanggengkan kekuasaan kolonial mereka.

Maarten Kuitenbrouwer dalam bukunya Dutch Scholarship in the Age of Empire and Beyond: KITLV-The Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Carribean Studies, 1851-2011 (2014), membagi perjalanan sejarah KITLV menjadi lima fase: era rezim konservatif dan liberal (1851-1870); era imperialisme, orientalisme, dan politik etis (1870-1914); masa mencelatnya kajian Indologi di Leiden mendekati akhir zaman kolonial (1914-1940); era dekolonisasi dan internasionalisasi (1940-1975); dan era kegiatan akademik postkolonial (1975-[2014]).

KITLV telah beberapa kali pindah kantor: dari Delft ke Den Haag dan akhirnya ke Leiden tahun 1967. Sejak itulah, nama Leiden melekat pada KITLV sehingga seluruh dunia mengenalnya dengan nama KITLV Leiden.

Oleh karena itu pula, banyak orang mengira KITLV adalah bagian dari Universitas Leiden, padahal secara administratif lembaga ini berdiri sendiri dan langsung bertanggung jawab kepada Pemerintah Kerajaan Belanda.

Dalam usia cukup panjang, KITLV telah berkembang pesat. Pada 1970-an, selain Departemen Perpustakaan yang sudah lebih dulu ada, dibentuk tiga departemen baru: Departemen Dokumentasi Sejarah Indonesia, Departemen Dokumentasi Indonesia Modern, dan Departemen Karibia yang meneliti daerah-daerah bekas jajahan Belanda di Karibia (termasuk Suriname). Ada pula KITLV Press yang mengurus penerbitan buku dan Jurnal BKI.

Setiap tahun, Perpustakaan KITLV menambah koleksi terkait dengan Asia Tenggara (dengan fokus Indonesia) dan Karibia, meliputi buku, jurnal ilmiah, surat kabar, dan majalah, materi visual (foto, sketsa, peta, atlas), dan audiovisual (piringan hitam, kaset, CD, VCD).

Sekitar 10.000 judul buku dibeli setiap tahun dari Indonesia. Koleksi Perpustakaan KITLV mencapai lebih dari sejuta judul (buku, jurnal, majalah, surat kabar), puluhan ribu foto, kartu pos, sketsa, gambar, peta, dan atlas, serta ratusan piringan hitam, kaset, CD, dan VCD yang panjangnya lebih dari 10 kilometer jika dijejer.

KITLV Press, bekerja sama dengan penerbit lain, menerbitkan tidak kurang dari 580 judul buku, sebagian besar tentang Indonesia, meliputi bidang linguistik, antropologi, sejarah, hukum, dan umum.

Akhir legenda

Akibat krisis ekonomi yang melanda Eropa, Pemerintah Belanda memotong subsidi untuk museum dan memerger sejumlah lembaga kebudayaan, termasuk KITLV, untuk menghemat biaya.

Semula, pemerintah mengusulkan agar KITLV dipindahkan ke Amsterdam untuk disatukan dengan lembaga-lembaga lain di bawah KNAW. Namun, para pegawai KITLV menolak karena mempertimbangkan nama KITLV yang sudah menyatu dengan (Universitas) Leiden.

Akhirnya, dipilih jalan kompromi: seluruh koleksi perpustakaan KITLV tetap berada di Leiden (Mare, 23/10/2013).

Mulai 1 Juli 2014, setelah eksis selama 163 tahun, KITLV ditutup untuk selamanya. Seluruh koleksi perpustakaannya diserahkan ke Universiteitsbibliotheek Leiden (UB Leiden) yang hanya berjarak 30 meter. Departemen Penelitian akan terus eksis, tetapi tidak menyandang nama KITLV lagi. KITLV Press diambil alih oleh Penerbit Brill yang tetap menerbitkan Jurnal BKI.

Universitas Leiden lega dengan keputusan itu. Bekas koleksi Perpustakaan KITLV kian mengukuhkan eksistensi UB Leiden sebagai perpustakaan terkaya di dunia mengenai Indonesia. Dengan demikian, Universitas Leiden tetap menjadi pilihan utama mahasiswa internasional yang ingin studi tentang Indonesia.

Tentu saja ada yang hilang dengan ditutupnya KITLV: suasana keindonesiaan di ruang baca dan taman tempat para mahasiswa dan peneliti internasional bertemu dengan rekan-rekan Indonesia.

Belum ada gambaran yang jelas bagaimana nanti bekas koleksi perpustakaan KITLV ini dikelola UB Leiden. Mudah-mudahan UB Leiden menyediakan ”ruang Indonesia”, sekecil apa pun, sehingga roh KITLV tetap terasa di sana. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar