Kamis, 10 Juli 2014

Demokrasi Asia sebagai Jalan Hidup

                         Demokrasi Asia sebagai Jalan Hidup

Rene L Pattiradjawane  ;   Wartawan Senior Kompas
KOMPAS,  09 Juli 2014
                                                


SEJARAH  negara-negara-bangsa abad ke-21 memasuki tahapan baru yang tak memiliki preseden dalam membentuk peradaban globalisasi yang meninggalkan konflik ideologi dan kepercayaan berhadapan dengan modernisasi. Cerita tentang kota-kota dunia adalah cerita tentang demokrasi.

Berbagai cerita tentang sejarah perkotaan merupakan kisah tentang metropolis menuju megaregion. Di dalamnya juga terkandung cerita tentang perilaku sipil dari kewarganegaraan menuju peradaban. Demokrasi abad ke-21 sudah tidak lagi berbicara tentang hak politik atau hak suara karena urbanisasi yang menjadi tren menyangkut persoalan hidup bersama.

Hidup bersama berarti juga terkait dengan keinginan bersama serta kebersamaan dalam membuat undang-undang. Ini semua menjadi esensi penting demokrasi politik, terutama bagi Asia yang sangat dinamis menghadapi perubahan global.

Secara bersamaan, demokrasi di Asia bukan hanya sekadar sistem politik mengikuti contoh di mana demokrasi itu dibuat. Di Asia, demokrasi menjadi asimetris ketika politik jalan hidup harus berhadapan satu sama lain, seperti di Thailand atau penggulingan Muhammad Mursi dari kursi presiden Mesir.

Buat Asia, demokrasi merupakan persoalan kelas menengah, seperti terlihat dalam pemilihan presiden Indonesia yang akan berlangsung hari ini. Kelas menengah menjadi mesin penting dalam politik jalan hidup, khususnya di kota-kota. Kota dalam nuansa demokrasi sudah bukan lagi sebuah kiasan ketika urbanisasi mulai mengambil ruang dan menempatkan perbedaan pandangan hidup menjadi berisiko satu sama lain.

Demokrasi jalan hidup menjadi acuan menggantikan berbagai ragam demokrasi, seperti demokrasi proletar, demokrasi terpimpin, dan demokrasi sosialisme. Pemimpin demokrasi pun berubah, dari hanya sekadar elite partai politik menjadi individu, seperti Abdullah Abdullah di Afganistan yang menjadi calon independen, atau bisa juga tokoh regional dan kota, seperti Narendra Modi yang menjadi PM India dari Gujarat atau seperti mantan Wali Kota Solo Joko Widodo.

Demokrasi berkarakteristik Tiongkok mengantar Xi Jinping bekerja melalui sistem meritokrasi dari tingkat paling bawah di pedesaan sampai menjadi orang paling berpengaruh di Provinsi Fujian yang berpenduduk 37,2 juta jiwa (2011) dengan PDB tahun 2013 mencapai 355,63 miliar dollar AS. Orang-orang ini mengerti permasalahan keseluruhan wilayah yang dipimpinnya, mulai dari jaminan kesehatan, kebutuhan pangan dan energi, kebersihan, toleransi kehidupan, hingga infrastruktur.

Demokrasi jalan hidup dibangun melalui elemen urbanisasi paling kecil dan mampu menempatkan konektivitas antarkota, antarnegara, dan antarbangsa. Ketegangan akibat klaim tumpang tindih wilayah perbatasan mampu menegangkan hubungan Indonesia-Malaysia atau Tiongkok-Jepang. Namun, tak terpengaruh pada upaya kerja sama demi kehidupan lebih baik Jakarta-Kuala Lumpur atau Beijing-Tokyo.

Penjaminan otoritatif antara kota dan megapolitan dunia menentukan keberlangsungan demokrasi di dekade mendatang ketika ancaman utama peradaban demokrasi adalah mengatasi konflik kekerasan di dalam dan antarnegara, mengatasi anarki ekonomi, bencana ekonomi, ketidaksetaraan, dan ketidakadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar