Daya
Tarik Stasiun Televisi Lokal
Aris Setiawan ;
Penulis
|
KORAN
TEMPO, 05 Juli 2014
Kini hampir semua stasiun televisi nasional pendukung capres-cawapres
dikemas semenarik mungkin untuk mengangkat popularitas calon yang dipuja.
Otomatis, setiap saat pemberitaan hanya dimonopoli oleh satu informasi yang
sama. Mereka berharap masyarakat terpengaruh dan menaruh simpati. Namun,
justru sajian tayangan tersebut membuat penat, jenuh, monoton, dan
membosankan. Pada saat seperti itu, kita masih memliki alternatif pilihan
lain dengan mengubah saluran ke stasiun televisi lokal.
Tahukah kita bahwa program-program yang disajikan oleh stasiun TV lokal
kini cenderung menghibur dan mencerdaskan. Kebanyakan berita disajikan secara
proporsional. Kita pun masih dapat menikmati sajian informasi yang sifatnya
lokal, seputar daerah stasiun televisi tersebut berada. Kehadiran stasiun TV
lokal menjadi oase yang menyegarkan di balik hiruk-pikuk informasi pemilihan
calon presiden yang tak berimbang. Masyarakat pun mulai menaruh simpati
terhadap keberadaan stasiun TV lokal. Hal ini terlihat dari jumlah stasiun TV
lokal yang semakin bertambah setiap saat.
Menurut data 2004, jumlah stasiun TV lokal di Indonesia 50 stasiun.
Saat ini, jumlah stasiun TV lokal telah menembus lebih dari 200 stasiun.
Jumlah ini masih terus berkembang seiring dengan pembukaan loket perizinan di
pelbagai daerah.
Beberapa stasiun TV lokal yang memiliki keunikan progam sajian di antaranya
JTV Surabaya, yang menggarap siaran berita berbahasa Jawa-timuran dan Madura.
Hal itu dimaksudkan untuk meraih simpati publik yang memiliki latar belakang
budaya bahasa sama. Bali TV dan Yogya TV berisi program-program kebudayaan
(kesenian) lokal. Favorit TV (Padang) menggarap adat-istiadat sebagai sajian
khasnya. Adapun TV Manado dan TOP TV (Papua) mengambil siaran utama dengan
tajuk kelucuan-kelucuan (humor) khas daerah. Sementara itu, TA TV (Solo)
dengan rutin masih melangsungkan siaran kesenian-kesenian tradisi seperti
klenengan gamelan, wayang kulit, dan ketoprak. Semua keunikan stasiun TV
lokal tersebut tentu saja tak dapat dijumpai pada stasiun TV nasional. Iklan
yang masuk juga bersifat lokal, seperti iklan penjual bakso dan jamu, air isi
ulang, kontrakan, dan kos-kosan mahasiswa. Bahkan, di beberapa stasiun TV
lokal seperti Grabak TV di desa Grabak, Magelang, Jawa Tengah, pembiayaan
dilakukan secara swadaya oleh masyarakat setempat.
Stasiun TV lokal kian dinikmati karena mampu memberi suguhan yang
berbeda daripada stasiun TV nasional. Saat ini, hampir semua acara stasiun TV
nasional seragam, dari berita politik, film, hiburan, hingga gosip artis.
Mereka miskin kreativitas, karena semata memburu untung-rugi pasar berupa
iklan dan rating. Pada konteks inilah posisi stasiun TV lokal menjadi penting
kembali untuk dilihat dan sekaligus direnungkan.
Sarah Anabarja (2011) mengungkapkan bahwa televisi merupakan media yang
paling potensial untuk mempengaruhi dan membentuk perilaku seseorang. TV mampu
merebut 94 persen saluran masuknya pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia
lewat mata dan telinga. TV mampu membuat orang umumnya mengingat 50 persen
dari apa yang mereka lihat dan dengar, walaupun hanya sekali ditayangkan.
Wajar jika kemudian banyak anarkisme, kekerasan, dan pelecehan seksual
terjadi, karena efek tontonan yang selama ini mereka lihat dan dengar di
televisi. Karena itu, sudah saatnya kita menonton tayangan yang bermutu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar