Capres
dan Restorasi Indonesia
H Yussuf Solichien M ; Ketua Umum DPP HNSI
|
SINAR
HARAPAN, 05 Juli 2014
Gobalisasi adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari negara
mana pun di dunia. Pada era golabilasi, negara yang tidak memiliki identitas,
kapabilitas, dan daya saing tinggi akan menjadi bulan-bulanan. Mereka akan
menjadi budak neokolonialisme dan neoimperialisme dalam bentuk penjajahan
ekonomi negara maju melalui perusahaan multinasional dan transnasionalnya.
Negara-negara yang memiliki sumber daya manusia dan perusahaan
berkualitas rendah serta tidak memiliki daya saing, akan berhadapan dengan negara
maju yang memiliki sumber daya manusia unggul dan perusahaan berkualitas juga
memiliki daya saing tinggi.
Hal yang terjadi adalah mereka akan menjadi budak di negerinya sendiri.
Artinya, bila pemerintah Indonesia memaksakan diri masuk perdagangan bebas,
tanpa mempersiapkan kualitas sumberdaya manusia dan para pengusahanya, akan
terjadi “pembunuhan massal” yang tidak dapat dimaafkan sepanjang sejarah
peradaban Indonesia.
Menjelang akhir masa jabatannya, pemerintahan SBY yang mengemban amanat
rakyat tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik. Presiden yang dipilih
langsung dan mendapat mandat rakyat tidak dapat menggunakan mandatnya dengan
baik.
Presiden dan kabinet pelanginya sibuk mempersiapkan diri untuk
memperoleh kekuasaan pada periode dan pemilu berikutnya. Akibatnya,
kepentingan rakyat, bangsa, dan negara terabaikan. Kekuasaan dan kekuatan
yang dimilikinya tidak digunakan untuk memenuhi kepentingan serta
meningkatkan taraf hidup rakyat.
Pemerintah belum mampu mewujudkan pemerintahan yang kuat dan berwibawa
karena presiden terpilih bukan dari partai mayoritas di legislatif.
Akibatnya, pemerintahan yang dibentuk adalah pemerintahan koalisi yang sarat
kepentingan politik. Koalisi dagang sapi yang dilakukan pemerintah telah
menumbuhsuburkan korupsi di semua semua sektor.
Pejabat-pejabat negara dan pemerintahan, baik legislatif, eksekutif,
maupun judikatif di pusat atau daerah melakukan korupsi berjemaah yang sangat
memalukan dan merugikan masyarakat dan bangsa. Pemerintah juga sudah tidak
mampu lagi melindungi rakyatnya, konflik sosial baik horizontal maupun
vertikal telah menjadi berita sehari-hari.
Pemerintah tidak mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya,
kemiskinan masih menjerat sebagian besar nelayan, petani, dan buruh kita.
Pendidikan, kesehatan, dan perumahan masih merupakan barang mewah bagi
penduduk miskin Indonesia.
Restorasi
Indonesia
Dalam situasi yang gegap gempita dan ingar bingar sosialisasi dan
kampaye capres-cawapres untuk Pemilihan Presiden 2014, ada hal yang hal yang
menarik dan menumbuhkan harapan bagi seluruh rakyat Indonesia, yaitu adanya
keinginan kuat dari pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla yang
menawarkan gerakan pembaruan dan perlunya restorasi Indonesia.
Namun, sayangnya program aksi tentang restorasi Indonesia tidak banyak
dipublikasikan. Oleh karena itu, penulis ingin berbagi pandangan dan
pemikiran bagaimana restorasi Indonesia sebaiknya dilaksanakan.
Restorasi di bidang ideologi, melaksanakan revitalisasi Pancasila
sebagai ideologi dan dasar negara, dengan memasyarakatkan kembali Pancasila
sebagai falsafah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Semua undang-undang dan peraturan yang ada di bawahnya harus berdasarkan dan
seirama dengan nilai-nilai Pancasila.
Restorasi di bidang politik. Indonesia harus berdaulat di bidang
politik dengan menghindari dan menolak intervensi asing dalam mengelola
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Membangun sistem politik
yang demokratis, namun mengutamakan musyawarah dan mufakat. Memperkuat sistem
presidensial dengan membentuk zaken cabinet (kabinet kerja) yang diisi
orang-orang yang profesional di bidangnya dan the right man on the right
place.
Kabinet tidak lagi diisi orang-orang politik yang haus kekuasaan serta
mementingkan pribadi dan partainya tetapi lupa kepentingan rakyatnya. Semua
komponen bangsa didorong untuk terlibat dalam proses perumusan kebijakan
publik, agar terbentuk kebijakan publik yang aspiratif berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945.
Restorasi di bidang ekonomi. Indonesia harus mampu mandiri di bidang
ekonomi. Globalisasi merupakan keniscayaan dan Indonesia harus memiliki
kemampuan untuk memanfaatkan peluang dari globalisasi itu dan harus memiliki
Daya Saing Kompetitif dalam menghadapi pasar global.
Penataan kembali perekonomian nasional dengan mengacu kepada Pasal 33
UUD 1945 dengan mengutamakan kepentingan rakyat banyak. Industri berbasis
pertanian dan kelautan hendaknya dijadikan prime mover dalam pembangunan
nasional.
Ekonomi maritim yang sangat potensial harus mulai dikembangkan dan
didorong kemampuan dan kekuatannya. Nelayan, petani, dan buruh sebagai soko
guru pembangunan nasional harus diberdayakan, ditingkatkan pendidikan,
kesehatan, pendapatan, taraf hidup, serta kesejahteraannya.
Nelayan dan petani harus tetap diberikan subsidi dalam menjalankan
usahanya, baik subsidi BBM, bibit, benih, pupuk, pakan, dan obat-obatan.
Indonesia juga harus menolak adanya neokolonialisme dan neoimperialisme di
bidang ekonomi yang dilakukan melalui corong liberalisme dan kapitalisme,
seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO.
Restorasi di bidang sosial budaya. Indonesia harus berkepribadian dalam
kebudayaan. Budaya Pancasila harus ditanamkan kembali kepada seluruh manusia
dan masyarakat Indonesia, melalui pendidikan mulai tingkat prasekolah, taman
kanak-kanak, hingga perguruan tinggi, juga melalui pendidikan dan forum-forum
formal dan nonformal.
Individualisme dan primordialisme yang merusak persatuan dan kesatuan
bangsa harus dihapuskan. Utamakan kehidupan gotong royong, menghargai, serta
mengembangkan tradisi dan budaya lokal yang akan memperkaya budaya nasional.
Restorasi di bidang pertahanan keamanan. Indonesia harus membangun dan
mengembangkan TNI yang besar, kuat, profesional, dan berwibawa. TNI yang
besar, kuat, profesional dan berwibawa bukan suatu kemewahan, melainkan
sebuah keniscayaan.
TNI harus melindungi dan mempertahankan sebuah benua maritim yang besar
dengan 17.506 pulau, panjang pantai 95.181 km, dan luas laut 5,8 juta km
persegi dengan wilayah udara di atasnya. TNI harus memiliki kemampuan dan
kekuatan untuk melaksanakan perang konvensional maupun perang modern.
Melihat kenyataan dan penjelasan diatas, perjuangan bangsa Indonesia
masih jauh untuk mewujudkan impian menjadi bangsa yang besar, kuat, adil,
makmur, mandiri, sejahtera, dan berwibawa di dunia internasional.
Pemerintah sibuk memperkuat posisi kekuasaannya dan lebih mengutamakan
manuver-manuver politik ketimbang meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Pemerintah Indonesia telah gagal mengemban amanat konstitusi untuk melindungi
rakyatnya, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sistem kenegaraan amburadul dan tidak jelas arahnya.
Kinilah saatnya dalam Pemilihan Presiden 9 Juli 2014, kita memilih
presiden dan wakil presiden yang bermoral, bijaksana, kuat, berani, amanah,
dan merakyat. Karakter pemimpin yang demikian dapat melaksanakan gerakan
pembaruan dan restorasi Indonesia, memberikan solusi, dan terobosan-terobosan
baru untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan sesuai amanat konstitusi UUD
1945.
Semoga Pemilihan Presiden 2014 melahirkan pemimpin yang mengabdi dan
berjuang untuk kepentingan rakyat dan kejayaan bangsanya. Selamat memilih! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar