Senin, 07 Juli 2014

Berubah Sepeninggal Istri Tercinta

                           Berubah Sepeninggal Istri Tercinta

Agustine Dwiputri  ;   Penulis kolom “Konsultasi Psikologi” Kompas
KOMPAS,  06 Juli 2014
                                                


Saya menduda sejak 15 bulan lalu, setelah istri meninggal secara mendadak akibat serangan jantung. Dua anak kami sudah dewasa, meskipun belum ada yang berkeluarga. Hidup sehari-hari sepeninggal almarhumah dapat kami jalani tanpa banyak masalah karena ada pembantu setia yang dapat menyelesaikan tugas-tugas domestik, sementara saya sendiri juga masih bekerja. Jadi sebetulnya hidup kami oke-oke saja. Hal yang menjadi persoalan adalah saya menjadi sulit tidur nyenyak, rasanya hati ini kosong terus. Menurut anak perempuan saya, saya juga berubah banyak, yaitu tidak terlalu peduli atau bersikap hangat lagi. Katanya, saya jadi ayah yang ”cuek”. Pendapat itu sepertinya benar. Perlu Ibu ketahui, ketika istri pergi, saya memang tidak sempat mengeluarkan air mata. Saya pikir mungkin karena saya terlalu sibuk mengurus segala sesuatu. Tapi kemudian rasanya aneh juga waktu itu, kok, tidak merasa sedih. Orang-orang mengatakan saya seorang yang tabah, tapi saat ini saya sering berpikir jangan-jangan saya belum ikhlas melepas istri, rasanya masih ada ganjalan perasaan yang saya sendiri tak paham apa. Bagaimana supaya saya bisa seperti dulu lagi, ya, Bu, menjadi bapak yang peduli? Terima kasih.

D (53)

-------------------

Reaksi menghindar

Hal yang terjadi pada Anda ketika ditinggal istri secara mendadak sebenarnya adalah situasi yang sangat menekan dan mungkin merupakan situasi yang traumatis. Hanya saja reaksi yang Anda lakukan secara tak disadari saat itu adalah menghindar dengan cara menyangkalnya. Reaksi yang wajar jika seseorang kehilangan pendamping hidup yang sangat dicintai adalah terkejut, syok, menangis, mengekspresikan kesedihan. Tapi yang terjadi pada Anda adalah putus atau bersembunyinya berbagai perasaan atau emosi yang seharusnya muncul, digantikan oleh perilaku menyangkal, menghindar, seolah-olah tidak ada apa-apa, atau diganti dengan pemikiran yang tampak rasional, seperti kata-kata Anda di atas, yaitu ”Saya sibuk mengurus segala sesuatu saat itu”.

Menurut Herbert dan Wetmore (2010), bentuk perilaku menghindar yang sulit untuk diidentifikasi dan dipahami adalah mati rasa (numbness) secara emosional, suatu perasaan kosong atau terus merasa berada di ruang kosong. Orang yang trauma mungkin merasa seolah-olah bagian perasaan mereka telah terhapus atau mati dan mereka mengalami suatu rasa dihentikan, tanpa kemampuan untuk terhubung ke dunia melalui perasaan. Hal ini dapat memengaruhi kemampuan untuk tertawa, merasa bahagia, atau bahkan kemampuan untuk menangis walaupun Anda mungkin masih merasa sangat sedih.

Terkadang Anda mungkin merasa bahwa kapasitas Anda untuk mencintai telah terpengaruh. Inilah yang telah terjadi pada Anda selama ini. Sejalan dengan berlangsungnya waktu dan adanya keterbukaan dari putri Anda untuk memberikan umpan balik mengenai perubahan yang terjadi pada Anda, Anda menjadi tersadar secara perlahan dan mulai merasa ingin keluar dari situasi yang demikian.

Anda perlu mulai bertanya pada diri sendiri secara hati-hati: ”Apa yang sedang saya coba untuk tidak saya hadapi?” Sering kali jenis reaksi ini menunjukkan bahwa pikiran Anda sedang mencoba untuk melindungi Anda dari suatu emosi yang Anda takuti, misalnya saya takut untuk mencintai lagi, saya takut untuk percaya lagi. Akibatnya, Anda bersembunyi dari emosi Anda, karena takut emosi tersebut akan mengambil alih dan menghancurkan Anda.

Cara mengatasi

Herbert dan Wetmore dalam bukunya, Overcoming Traumatic Stress (2010), mengatakan bahwa penting untuk melakukan langkah mengatasi secara perlahan dan tidak berlebihan karena mungkin justru bisa menyebabkan kemunduran. Berhati-hatilah terhadap situasi emosional yang sangat kuat. Lakukan secara sendirian atau dengan bantuan ahli. Anda harus mulai mengakui bagian dari pengalaman Anda yang selama ini Anda coba untuk tidak dihadapi, dengan menjawab pertanyaan berikut.

”Apa arti peristiwa traumatis ini untuk Anda? Apakah Anda menyimpulkan peristiwa yang cenderung menimbulkan kepahitan atau sikap sinis dan membuat Anda secara emosional tertutup? Apakah Anda pernah mencoba untuk membenarkan perilaku-perilaku selama ini pada diri sendiri?”

Mati rasa secara emosional biasanya tidak akan hilang dengan sendirinya. Diperlukan perlawanan dan kesediaan untuk mencari penyebabnya. Sering kali hal ini terhubungkan dengan kehilangan nyata yang telah Anda alami, bahkan mungkin rasa bahwa Anda telah kehilangan identitas pribadi melalui trauma yang dialami. Anda mungkin telah kehilangan kemampuan untuk bekerja, atau seperti yang Anda katakan mengalami sulit tidur nyenyak, bagian dari identitas Anda mungkin telah terbungkus dalam rencana Anda untuk masa depan. Kehilangan kemungkinan untuk mencapai harapan dan impian atau tidak mampu menjadi orang yang Anda inginkan, bisa jadi menyebabkan Anda untuk menutup/mematikan emosi.

Latihan menemukan kembali dan membentuk rasa identitas pribadi
Tanyakan kepada diri Anda pertanyaan-pertanyaan berikut dan tulis jawabannya.

1. Siapakah saya sekarang, setelah peristiwa kehilangan istri?

2. Bagaimana saya mendefinisikan diri sendiri?

3. Apa harapan pribadi yang saya miliki sebelum saya tidak lagi berpikir bisa saya capai?

4. Bagaimana saya membandingkan diri dengan orang lain?

5. Apakah saya telah memperlakukan diri saya seperti ”orang yang gagal”?

6. Apakah yang saya khawatirkan tentang pandangan orang lain?

7. Apa yang saya takuti tentang pengakuan saya pada diri sendiri?

Mati rasa juga sering dialami sebagai bagian dari respons berduka karena kehilangan orang yang dicintai, bahkan jika kejadiannya telah lama berlalu. Ketika seseorang berduka, mungkin ia merasa enggan untuk melepaskan kehilangan yang menyakitkan mereka dan mulai menikmati hidup mereka lagi, karena takut bahwa mereka akan mengkhianati memori tentang orang tersebut atau dari hal-hal yang telah hilang. Ia mungkin merasa tidak mampu untuk mengucapkan selamat tinggal dan mungkin menyiksa diri dengan hal-hal yang tak terkatakan atau belum selesai.

Mereka juga mungkin khawatir tentang kesan kepada orang lain seolah- olah mereka tidak benar-benar peduli pada orang tersebut. Apabila demikian, Anda perlu memikirkan beberapa jenis ritual untuk memperingati atau melakukan ”selamat tinggal” yang akan bermakna secara pribadi bagi Anda. Ini dapat menjadi salah satu langkah yang akan membantu Anda untuk menghormati dan mengakui kedalaman rasa kehilangan Anda dan kemudian melangkah maju.

Salam hangat dan ceria.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar