SUMBANGAN
PEMIKIRAN PILPRES 2014
Agenda
Pembangunan Pendidikan (2)
Amich
Alhumami ; Antropolog; Meraih
PhD dari The University of Sussex, Inggris
|
MEDIA
INDONESIA, 30 Juni 2014
PADA abad ke-21 bangsa Indonesia
menghadapi tantangan berat seba gai dampak dari arus kuat globalisasi, yang
menciptakan kompetisi antarbangsa yang ketat. Untuk dapat bersaing di era
global, syarat mutlak yang harus dipenuhi ialah sumber daya manusia (SDM)
yang berkualitas. Dalam upaya membangun SDM berkualitas, posisi perguruan
tinggi sangat sentral bahkan menjadi tumpuan utama. Penguatan perguruan
tinggi menjadi keharusan untuk menghadapi berbagai macam tantangan global,
yang menuntut kemampuan daya saing tinggi.
Kemampuan daya saing ditentukan
profesionalisme baik pada tingkat manajemen kelembagaan perguruan tinggi,
mutu tenaga akademik, maupun kualitas lulusan. Daya saing nasional juga
ditentukan kemampuan bangsa Indonesia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan,
melakukan inovasi teknologi, dan mendorong program research and development untuk melahirkan penemuan-penemuan baru.
Agenda 3: pendidikan tinggi
Namun, angka pengangguran
terdidik masih cukup tinggi yang menunjukkan relevansi dan daya saing pendidikan
tinggi masih rendah dan ketidakselarasan antara perguruan tinggi dan dunia
kerja. Pengangguran terdidik memberi indikasi bahwa program-program studi
yang dikembangkan di perguruan tinggi mengalami kejenuhan karena peningkatan
jumlah lulusan tidak sebanding dengan pertumbuhan pasar kerja.
Bagi lulusan perguruan tinggi
yang terserap di pasar kerja, sebagian besar (60%) bekerja di bidang
pekerjaan yang termasuk kategori white-collar
jobs (manajer, profesional), yang menuntut keahlian tinggi dan penguasaan
ilmu khusus (insinyur, dokter, guru). Namun, sebagian dari mereka (30%) juga
ada yang bekerja di bidang pekerjaan yang bersifat semiterampil (tenaga
administrasi, tenaga pemasaran), bahkan ada juga yang berketerampilan rendah
(10%) sehingga harus bekerja di bagian produksi (blue-collar jobs) (Bank
Dunia 2013).
Gejala itu memberi gambaran
bahwa program akademik, bidang keilmuan, dan kurikulum yang dikembangkan di
perguruan tinggi kurang memiliki relevansi dan tidak sesuai dengan kebutuhan
dunia usaha/dunia industri. Perguruan tinggi juga belum sepenuhnya dapat
melahirkan lulusan-lulusan berkualitas yang memiliki daya saing mumpuni.
Relevansi dan daya saing lulusan perguruan sangat ditentukan penguasaan tiga
hal, yaitu 1) academic skills yang
berhubungan langsung dengan bidang ilmu yang ditekuni di perguruan tinggi, 2)
generic/life skills yang merujuk
pada jenis-jenis keterampilan yang diperoleh selama menempuh pendidikan yang
dapat diaplikasikan di lapangan kerja (seperti berpikir kritis/kreatif,
pemecahan masalah, komunikasi, negosiasi, kerja dalam tim, kepemimpinan), dan
3) technical skills yang berkaitan
dengan profesi spesifik yang mensyaratkan pengetahuan dan keahlian agar
berkinerja bagus di suatu bidang pekerjaan (Bank Dunia 2013). Untuk itu, peningkatan mutu pendidikan tinggi
mutlak dilakukan untuk membangun daya saing nasional dalam menghadapi
kompetisi antarbangsa.
Agenda 4: pendidikan guru-reformasi LPTK
Penyelenggaraan pendidikan yang
berkualitas sangat bergantung pada ketersediaan guru-guru bermutu, yang punya
kompetensi tinggi. Namun, justru itulah yang menjadi salah satu masalah utama
pembangunan pendidikan di Indonesia. Secara nasional, jumlah guru sudah
mencukupi seperti tecermin pada rasio guru murid yang rendah (jenjang SD/MI
1:16 dan SMP/MTs 1:14). Namun, yang menjadi masalah ialah jumlah guru tidak
tersebar merata di seluruh daerah.
Guru lebih banyak terkonsentrasi di
wilayah perkotaan sehingga terjadi kelebihan guru di daerah-daerah tersebut,
sedangkan di daerahdaerah lain justru kekurangan guru. Di era otonomi daerah,
ketidakmerataan sebaran guru ini makin sulit diatasi karena kewenangan
mengelola guru sepenuhnya berada di bawah pemerintah kabupaten/kota.
Peran LPTK sangat sentral
sebagai institusi yang bertanggung jawab untuk melahirkan guru-guru yang
bermutu. Namun, LPTK dinilai belum mampu mendidik calon-calon guru yang
menguasai ilmu pedagogi sekaligus bidang ilmu yang nanti akan diampu. Karena
itu, reformasi LPTK menjadi tak terelakkan yang dapat ditempuh dengan
melakukan reorientasi program pre-service education melalui Pendidikan
Profesi Guru (PPG). PPG harus diselenggarakan dengan mengubah pola pendidikan
keguruan yang bertumpu pada kombinasi dua pendekatan; research-based teacher education dan schoolbased teaching experience.
Pendekatan demikian diperlukan
agar para guru terbiasa melakukan riset dan mengajar dengan berbasis pada
pengalaman praktik di sekolah, untuk mendukung peningkatan kualitas proses
pembelajaran di kelas. Selama ini, ada dua hal penting yang hilang dalam
proses pembelajaran, critical thinking
dan analytical skills, karena guru
cenderung menerapkan expository
learning method dalam bentuk ceramah. Metode pembelajaran itu sama sekali
tidak membuka ruang bagi para siswa untuk berdiskusi, melakukan investigasi,
dan mengembangkan pikiran.
Proses pembelajaran demikian
jelas tidak akan mampu menumbuhkan kreativitas siswa, membangkitkan daya
kritis dalam berpikir dan kemampuan analisis, suatu kompetensi yang justru
sangat vital yang harus dimiliki siswa. Proses pembelajaran yang baik hanya
dapat berlangsung bilamana guru menerapkan discovery learning method untuk menggantikan expository learning method.
Sejalan dengan hal itu, Ditjen
Pendidikan Tinggi harus menunjuk LPTK tertentu saja untuk menyelenggarakan
PPG, sekaligus mengendalikan pertumbuhan LPTK dan jumlah mahasiswa dengan
menjaga keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Calon-calon mahasiswa
yang diterima di LPTK harus lulusan-lulusan sekolah menengah dengan prestasi
akademik cemerlang yang punya passion
untuk menekuni profesi guru, seperti yang dilakukan di Finlandia, Korea
Selatan, Malaysia, dan Singapura. Untuk itu, LPTK seyogianya tidak
berorientasi pada peningkatan jumlah mahasiswa, tetapi lebih kepada
peningkatan mutu program akademik. LPTK perlu didorong agar lebih fokus pada
peningkatan kualitas pendidikan guru yang mampu menguasai dua kompetensi sekaligus;
subject content knowledge dan pedagogical content knowledge. Selain
itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus punya political will untuk menata ulang LPTK dan dapat menggunakan
wewenangnya untuk melakukan penggabungan bahkan bila perlu menutup LPTK yang
berkinerja buruk.
Agenda 5: pembiayaan pendidikan
Sesuai dengan amanat konstitusi,
negara telah me menuhi anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN.
Pada 2013, total anggaran untuk pendidikan mencapai Rp336,85 triliun, yang
dialokasikan melalui pemerintah pusat sebesar Rp117,78 triliun, melalui
transfer daerah sebesar Rp214,07 triliun, dan dana abadi sebesar Rp5 triliun.
Dengan anggaran sedemikian besar, isu yang kerap muncul ialah the quality of public spending yang
terkait dengan dua hal; 1) efektivitas dan efisiensi dalam pemanfaatan
anggaran dan 2) dampak anggaran besar terhadap peningkatan mutu pendidikan.
Namun, pemanfaatan belanja
publik untuk pendidikan yang tidak efisien menjadi problem krusial. Ketidakefisienan
pemanfaatan anggaran bisa dalam bentuk misalokasi dan penyelewengan. Studi
Bank Dunia (2012) menunjukkan anggaran pendidikan tidak efisien terutama
karena sekitar 47% dialokasikan untuk membayar gaji dan tunjangan profesi
guru, dengan rasio guru-murid yang sangat rendah dan tidak semua guru
memenuhi kewajiban jam mengajar sesuai ketentuan. Selain itu, pemberian
tunjangan profesi guru dan berbagai pelatihan terkait dengan program
sertifikasi kompetensi guru, yang mengambil porsi anggaran sangat besar,
ternyata belum berdampak pada peningkatan mutu pembelajaran dan kualitas
hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa sebagai cerminan prestasi akademik
yang ditempuh melalui proses pembelajaran tidak sepadan dengan alokasi
anggaran yang sangat besar.
Lima agenda pembangunan
pendidikan yang diuraikan di atas perlu mendapat perhatian serius dalam kurun
waktu lima tahun ke depan. Dengan demikian, upaya kolektif bangsa ini untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan usaha bersama untuk memperbaiki kinerja
penyelenggaraan pendidikan nasional dapat tercapai. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar