Selasa, 01 Juli 2014

Bidik Misi, Penyambung Harapan si Papa

Bidik Misi, Penyambung Harapan si Papa

Ahmad Baedowi  ;  Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
MEDIA INDONESIA, 30 Juni 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
TIDAK terasa, hampir genap 10 tahun pe merintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan berakhir. Biasanya seseorang yang sudah tidak lagi menjabat hampir sama nasibnya dengan orang yang wafat, selalu dikenang kebaikannya setelah mereka tiada. Saya yakin jika dalam konteks tertentu kita harus membandingkan pemerintahan SBY dengan penggantinya, barulah orang akan sadar ternyata banyak juga kontribusi yang telah ditorehkan SBY, salah satunya ialah program beasiswa bagi siswa kurang mampu, yaitu Bidikmisi.

Sebagai sebuah program yang memiliki nilai kemanusiaan tinggi, Bidikmisi dilakukan pertama kali pada 2010 ketika Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) kedua diminta merumuskan program 100 hari pertama bidang pendidikan. Alasannya sederhana, yaitu berdasarkan data 2007 jumlah mahasiswa dari keluarga tidak mampu yang melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi hanya 1,4% dari total lulusan sekolah menengah yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Angka itu jelas memerlukan affirmative action yang tepat guna mem bantu mereka yang kurang beruntung. Alhasil, setelah hampir empat tahun program berjalan, hasilnya sungguh membanggakan, mahasiswa dari keluarga tidak mampu ternyata banyak yang lulus dengan nilai sangat memuaskan (cum laude).

Hingga 2013, program Bidikmisi telah dinikmati kurang lebih 149.180 mahasiswa yang tersebar pada 98 perguruan tinggi negeri dan 590 perguruan tinggi swasta. Memasuki tahun kelima, program Bidikmisi diakui merupakan salah satu program terobosan paling konkret dari pemerintahan SBY yang diharapkan terus dilanjutkan presiden mendatang. Tentu saja koreksi dan evaluasi tetap diperlukan, sepanjang tujuan program ialah membantu mahasiswa kurang mampu agar bisa menggapai cita-cita mereka yang seolah mustahil karena ketiadaan biaya kuliah.

Sebagian besar peserta program Bidikmisi membuat testimoni yang mengharukan karena bagi mereka, memperoleh kesempatan kuliah di perguruan tinggi merupakan anugerah tak terkira. Harapan untuk memutus mata rantai kemiskinan benar-benar bisa dilakukan karena rata-rata penerima beasiswa Bidikmisi memiliki motivasi yang lebih daripada mahasiswa biasanya. Modal itulah yang diharapkan akan mampu memberikan sumbangan terhadap masa depan Indonesia yang lebih baik.

Pelayanan negara

Selain Bidikmisi, ada juga program sarjana mengajar di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (SM-3T). Dimulai pada 2011, sebanyak 2.479 sarjana pendidikan dikirim ke daerah 3T dalam rangka memberikan bukan hanya pengalaman mengajar yang baik, melainkan lebih dari itu untuk meningkatkan kecintaan para calon guru terhadap keanekaragaman etnik dan budaya sekaligus mengasah kepedulian terhadap masyarakat pedala man yang kurang beruntung. Selain itu, secara yuridis program SM-3T penting dalam rangka memenuhi tuntutan UUD 1945, yakni negara harus memberikan layanan kepada seluruh rakyat, termasuk layanan wajib pendidikan.

Efek psikologis dari program itu sangat nyata, 78% sarjana yang telah dikirim selama setahun untuk mengajar di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal, menyatakan kesiapan mereka untuk dikirim kembali ke daerah tempat mereka mengajar sebagai bentuk kecintaan dan tanggung jawab terhadap anak-anak di daerah 3T. Meskipun pada awalnya program itu hanya diniatkan untuk solusi antara dari kurangnya jumlah guru di daerah 3T, ke depan skenario dan mekanisme jenis itu harus dimasukkan ke sistem kurikulum LPTK secara resmi. Luasnya Indonesia disertai dengan beragamnya etnik dan budaya membuat program tersebut layak untuk diteruskan dengan skema pembiayaan yang juga harus memadai.

Akhirnya, presiden mendatang jelas harus bekerja lebih keras untuk memikirkan ragam jenis program pendidikan secara baik. Pendidikan harus memiliki roadmap yang jelas dan komprehensif, mulai desain perencanaan yang detail hingga proses implementasi yang bisa diukur. Meminjam kata-kata HG Wells, “History is a race between education and catastrophe.“ Jelas SBY pun ingin dikenang sebagai salah satu presiden yang menancapkan tonggak program pendidikan seperti Bidikmisi dan SM-3T bagi mahasiswa kurang mampu yang jumlahnya jutaan.

Ada banyak anak yang kurang beruntung dalam hal pendidikan. Mereka gagal tidak hanya karena faktor sistem yang tidak menempatkan anak sebagai pusat perhatian, tetapi banyak juga kegagalan dibentuk oleh kelemahan program yang tidak peduli terhadap kemiskinan. Karena itu, jelas sekali bahwa Bidikmisi dan SM-3T, dalam diaspora yang sangat luas, memang memberi banyak kesempatan dan peluang bagi masa depan anak-anak kurang mampu. Jika kesetaraan adalah fitrah yang secara normatif merupakan kebutuhan manusia secara keseluruhan, benar adanya jika UUD 1945 telah menyebutnya secara kasatmata.

Baker (2004) dalam Equality: From Theory to Action memberi banyak inspirasi dalam menafsirkan makna kesetaraan. Baginya, kesetaraan kondisi (equality of condition) jauh lebih penting daripada kesetaraan dalam konteks akses dan partisipasi. Dalam equality of condition, fokus kita berikan bukan hanya terhadap tujuan dan proses (purpose and process) pendidikan itu sendiri, melainkan juga berkaitan dengan kesetaraan terhadap sumber daya (equality of resources), kesetaraan dalam pengakuan dan penghargaan (respect and recognition), kesetaraan dalam kekuasaan (equality of power), dan kesetaraan dalam kepedulian, solidaritas, dan cinta (love, care and solidarity).

Kesetaraan sumber daya harus dibuktikan dengan penciptaan sistem pendidikan yang lebih terbuka dan nondiskriminatif, sebagaimana telah dibuktikan program Bidikmisi dan SM-3T. Mengutip M Nuh, “Program Bidikmisi yang kita rancang ini bukan sekadar untuk membebaskan mereka dari belenggu kemiskinan semata. Lebih dari itu, kita punya keyakinan bahwa mereka yang berasal dari keluarga yang tidak mampu itu memiliki potensi yang sangat luar biasa. Mereka punya kesempatan untuk sukses dan juga punya hak untuk sukses.“

Tidak ada komentar:

Posting Komentar