|
Kekayaan alam yang melimpah tidak
serta merta menjadikan negara Indonesia menjadi kaya. Kekayaan alam itu, secara
langsung akan mendorong seorang yang tak bertanggung jawab untuk mengeksplorasi
hasil bumi yang ada. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kepunahan
bioresources (kekayaan jenis flora, hewan, dan mikroorganisme lainnya). Selain
mendorong terjadinya kepunahan bioresource, dampak paling kronis yang akan
dialami negeri ini yaitu berkembangnya kompetensi berkorupsi. Kedua faktor
dasar inilah yang menjadikan Indonesia masih istiqomah didasar kemelaratan.
Ditengah kekayaan alamnya yang
melimpah, seharusnya Indonesia mampu menjadi negara dengan tingkat
kesejahteraan rakyatnya paling merata dn tinggi di dunia. Namun, ternyata
Indonesia masih dihuni oleh masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan.
Tentu saja, ini bertolak belakang dengan melimpahnya sumber daya alam yang
tersedia. Jika dipikir secara rasional, tentunya negara yang memiliki kekayaan
alam melimpah, pasti masyarakatnya akan hidup sejahtera.
Setelah ditelisik dengan saksama,
sebagian besar keuntungan dari pengolahan hasil bumi negeri ini, ternyata
dinikmati oleh para pemilik modal yang kebanyakan berasal dari luar negeri,
atau bangsa lain. Sungguh miris negeri ini, memiliki banyak kekayaan alam
tetapi hanya dapat membanggakan dan mengolahnya saja, tanpa bisa menikmatinya.
Jika hal ini dibiarkan terus-menerus maka lama-kelamaan bangsa ini akan
dikuasai oleh investor-investor luar negeri, yang nantinya mampu menjadikan
bangsa ini mengalami degradasi perekonomian.
Padahal, apabila Indonesia mau
bersungguh-sungguh, diyakni bisa mengolah hasil buminya sendiri. Masalahnya,
pemerintah seakan mendiamkan saja masalah tersebut. Kebisuan pemerintah ini
seakan menyiratkan bahwa pemerintah lebih mengutamakan kepentingan pribadi
daripada kepentingan bersama. Mengapa demikian? karena jika hasil bumi di
Indonesia dikelola oleh investor luar negeri, pemerintah akan mendapatkan
banyak kucuran dana lewat pajak dan juga penanaman modal.
Sebagai negara yang memiliki
sumber daya manusia (SDM) unggul seperti BJ Habibie dan lain-lain, seharusnya
Indonesia memberikan kepercayaan kepada putera bangsa untuk berinovasi, bukan
malah mendoktrin mereka untuk menjadi pekerja di perusahaan negeri sendiri
untuk orang asing. Habibie sebagai teknokrat dan inovator telah malahirkan
Habibie-Habibie di negeri ini. Pada tempatnya dibuatkan sebuah wadah
(perusahaan) tersendiri untuk mengolah hasil bumi dalam negeri, bukan BUMN yang
ada sekarang. Bisa dibayangkan jika SDA di Indonesia dikelola oleh putra
bangsa, pasti akan banyak menciptakan lowongan pekerjaan. Sehingga, jumlah
masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan pun bisa dikurangi sedikit demi
sedikit.
Sebagai negara dengan tingkat SDA
yang tinggi, seharusnya Indonesia mampu membiayai putera-puteri negeri dalam
menuntut ilmu tanpa banyak biaya. Namun apa yang terjadi, pemerintah justru
selalu mengambil uang rakyat itu dengan berbagai dalih atas nama untuk
peningkatan kesejahteraan rakyat. Hal inilah yang sering menjadikan bangsa lain
selalu menertawakan dan memandang remeh Indonesia.
Penyebab masih terbelakangnya
Indonesia yang terlihat paling konkret yaitu tidak adanya korelasi antara
pemerintah dengan masyarakat. Pemerintah sebagai elemen tertinggi dari
masyarakat seharusnya mampu membuat interelasi dengan masyrakat awam. Namun
pada kenyataannya pemerintah cenderung menutup diri dengan masyarakat atau
bahkan sebaliknya. Sikap saling apatis inilah yang setiap harinya selalu
membangunkan jurang pemisah yang semakijn dalam.
Dampak kedua dari ketiadaan
interelasi antara keduanya, juga bisa dilihat dari kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah. Sering sekali kebijakan yang dibuat oleh pemerintah merugikan
masyarakat menengah kebawah. Contoh kecilnya, ketika tiba musim tanam padi,
harga alat-alat dan obat-obatan pertanian melonjak drastis. Namun, ketika panen
tiba, nilai jual padi akan turun sangat drastis.
Kelucuan negeri ini terlihat dari
tingkah laku para pejabatnya. Sebagai pemimpin yang telah dipilih rakyat untuk
mengemban tugas kekhalifahan, pemerintah seharusnya mampu mengayomi masyarakat
dari segi ekonomi, pendidikan, dan keamanan. Namun, dalam implementasinya, yang
sekarang dialami oleh rakyat justru sebaliknya. Dimana-mana terjangkit wabah
penyakit busung lapar, korupsi, kolusi, dan nepotisme semakin santer
diberitakan, serta banyak terungkapnya kasus-kasus terorisme.
Oleh karena itu, harus ada solusi.
Hal pertama yang harus diselesaikan pemerintah untuk menangani masalah ini
adalah, memperbaiki hubungan dengan masyarakat. Jika pemerintah mampu mencuri
kepercayaan dari rakyat, jelas semua bentuk kebijakan akan mudah diterima
rakyat. Namun, pemerintah harus mengingat satu hal, bahwa citra pemerintah di
masyarakat sudah nol, artinya rakyat sudah tidak lagi percaya terhadap
pemerintah.
Langkah kedua yaitu, memberikan
kesempatan kepada putra bangsa untuk mencoba mengolah sendiri sumber daya alam
yang ada. Jika SDA negeri ini dikelola oleh pemiliknya sendiri, maka pendapatan
bangsa ini akan bertambah terus-menerus. Hal ini juga akan mengerem kegiatan
untuk mengimpor barang dari luar negeri, bahkan dapat dikatakan bangsa ini akan
mampu mengekspor barang-barang keluar negeri dengan kwalitas siap bersaing di
pasar internasional.
Langkah ketiga yaitu pembentukan
karakter remaja. Dalam hal ini, dimasukannya pendidikan karakter dilingkup
pendidikan diharapkan mampu mencetak generasi yang siap bersaing dengan luar
negeri. Jika ketiga hal diatas dapat dipenuhi secara intensif, maka bangsa ini
sedikit demi sedikit mampu merangkak dari jurang kemelaratan dan bisa
sejahtera. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar