|
Sorotan tajam mata masyarakat
Indonesia, seperti tanpa berkedip sedikit pun, semakin terfokus kepada
cakrawala tahun 2014. Sangat diharapkan hasil pemilu tahun 2014 dapat
menghadirkan pemimpin baru yang mampu mengantarkan perubahan ke arah yang lebih
baik, lebih kuat, lebih cepat, dan lebih tinggi.
Tahun 2014 memang tergolong tahun
menentukan dalam siklus seleksi kepemimpinan bangsa Indonesia. Proses seleksi
pemimpin ataupun pergulatan politik dan ekonomi Indonesia tahun depan
berlangsung di tengah impitan kondisi dunia yang masih tertekan oleh krisis
keuangan global.
Namun, kondisi dunia tahun depan
bukan tanpa hiburan karena ada Piala Dunia di Brasil. Sekalipun berlangsung di
kaki langit yang jauh di Brasil, masyarakat Indonesia akan bergabung dalam
keceriaan menikmati tayangan pesona Piala Dunia.
Di luar ekspresi kegembiraan atas
pesta olahraga itu, bangsa Indonesia tidak boleh kehilangan konsentrasi dalam
melaksanakan pemilu. Semakin kuat terdengar pertanyaan, apakah bangsa Indonesia
mampu melakukan seleksi pemimpin yang dapat mengantarkan negeri ini menjadi
lebih baik, atau dalam moto pertarungan Olimpiade, menjadi lebih kuat
(fortius), lebih cepat (citius), dan lebih tinggi (altius).
Tentu saja harapan yang melambung
tinggi dan berlebihan terhadap pemimpin baru hanya akan menjadi sebuah lamunan
jika tidak diikuti kesadaran dan pemahaman betapa proses perubahan juga
membutuhkan waktu dan kesabaran, tidak seperti membalikkan telapak tangan.
Sungguh diperlukan kemampuan mengidentifikasi semua peluang dan tantangan
sebagai realitas yang berlapis-lapis, yang perlu dikelola. Dalam semangat itu
pulalah, harian Kompas mengeluarkan edisi khusus setebal 106 halaman
pada hari ini sebagai bagian upaya pencarian pemecahan atas beragam persoalan
bangsa dan negara.
Upaya mengungkapkan peluang dan
tantangan, yang dilakukan Kompas dan lembaga-lembaga lain, tidak
banyak maknanya jika tidak sampai menggerakkan pikiran dan tindakan nyata bagi
transformasi kehidupan berbangsa yang berjangkauan jauh ke depan.
Perlu terobosan
Proses transformasi hanya bisa
dicapai dengan melakukan terobosan, lebih-lebih karena berbagai sendi kehidupan
sosial, politik, ekonomi, dan budaya kedodoran. Sistem dan institusi juga tidak
efektif karena lemahnya fungsi koordinasi, sinkronisasi, dan sinergi.
Kalangan elite pun gagal
memperlihatkan budaya unggul karena semakin jauh terperangkap oleh jebakan
perilaku saling menyandera dalam intrik politik dan tarik-menarik kepentingan
yang lebih bersifat transaksional. Kegaduhan politik sangat kencang pada upaya
menciptakan sensasi panggung, tetapi minim pesan, kesan, serta miskin substansi
gagasan perubahan.
Jauh lebih memprihatinkan tentu
saja gejala korupsi yang terkesan cenderung mengganas di kalangan elite. Banyak
kalangan bergumam, mengapa korupsi tidak surut-surut juga. Sesungguhnya sudah
banyak upaya membendung praktik korupsi, tetapi keganasannya tetap luar biasa.
Sekadar ilustrasi, korupsi menjadi
salah satu sandungan yang membawa kehancuran Kekaisaran Romawi. Negarawan dan
orator ulung Marcus Tullius Cicero sampai kehilangan kata-kata mengecam para
koruptor. Kecaman keras terhadap para pelaku korupsi ternyata tidak efektif
sehingga membuat Cicero yang sangat frustrasi akhirnya berpaling mengecam waktu
dan tabiat. Sangat terkenal jeritan frustrasi Cicero: O Tempora, O Mores! (Oh
Waktu, Oh Tabiat!). Hampir senada, keluhan pujangga Rangga Warsita: Zaman Edan!
Bukan manusia yang dinilai edan, melainkan zaman mengalami kegilaan.
Namun, sejelek-jeleknya
keadaan, peluang Indonesia menjadi bangsa kuat, maju, dan berpengaruh sangat
terbuka lebar. Bangsa Indonesia mempunyai basis kemampuan kuat untuk bergerak
maju yang ditopang sisa-sisa sumber daya alam dan pasar domestik besar yang
didukung 240 juta penduduk.
Sudah muncul berbagai ramalan
tentang Indonesia menjadi negara maju dalam hitungan beberapa tahun ke depan.
Namun, jangan cepat terbuai ramalan karena jauh lebih penting kewaspadaan dan
kesungguhan menjalankan program nyata untuk menciptakan lapangan kerja serta
mengurangi kesenjangan, ketimpangan pembangunan, kemiskinan, dan
keterbelakangan.
Proyeksi angka pertumbuhan ekonomi
sekitar 6 persen, yang diikuti angka inflasi tinggi, dipandang kurang memadai
untuk memacu kemajuan yang berkelanjutan. Juga semakin dikhawatirkan
kemungkinan Indonesia sulit melepaskan diri dari jebakan negara berpendapatan
menengah, middle income trap.
Bangsa Indonesia membutuhkan
terobosan, yang perlu digerakkan oleh pemimpin baru. Pemimpin hasil pemilu
tahun depan sangat penting untuk menjamin proses transformasi, yang sangat
menentukan nasib perjalanan bangsa selanjutnya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar