|
“Publik sulit
memercayai bahwa alat-alat kelengkapan negara tak mampu menghadirkan sosok
Bunda Putri”
PEMERINTAH saat ini tak kredibel untuk menerbitkan perppu
atas nama kepentingan apa pun selama belum bisa menghadirkan Bunda Putri
untuk memberi klarifikasi tentang kemampuan mengintervensi kabinet. Di
tengah pertanyaan publik tentang peran Bunda Putri, pemerintah menerbitkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Perubahan Kedua atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.
Penerbitan perpu itu merespons guncangan di MK setelah
penahanan Akil Mochtar atas dugaan suap menangani gugatan pilkada. Adakah
jaminan perppu itu bebas dari kepentingan sekelompok orang? Ketidakyakinan itu
mengacu sepak terjang Bunda Putri yang tergambarkan dari rekaman pembicaraan
telepon di Pengadilan Tipikor Jakarta, saat menyidangkan perkara suap impor daging
sapi.
Kisah peran Bunda Putri itu diperkuat kesaksian Luthfi
Hasan Ishaaq. Presiden SBY telah membantah kesaksian itu, dan berjanji
menghadirkan perempuan itu dalam 2-3 hari, termasuk dengan mengerahkan
intelijen dan Polri. Namun ketidakmampuan para pembantu Presiden menghadirkan
Bunda Putri hingga batas waktu dijanjikan mereduksi kualitas bantahan presiden.
Publik sulit memercayai bahwa alat-alat kelengkapan
negara tak mampu menghadirkan sosok Bunda Putri. Publik akhirnya pun yakin ada
yang melindungi perempuan ini. Tentu saja sang pelindung sangat berkuasa,
sehingga para pembantu Presiden sekali pun tak berani atau enggan ''menyentuh''
sosok perempuan tersebut.
Publik telanjur yakin Bunda Putri adalah salah satu
pentolan kartel daging impor, karena dia mampu mengondisikan para perumus
kebijakan impor daging sapi pada tingkat kabinet. Bila untuk urusan daging sapi
saja pemerintah lebih mendengar aspirasi kartel dan tidak peduli kepentingan
rakyat, bagaimana mungkin patut menerbitkan perppu pembenahan MK?
Maka, kendati sudah diterbitkan, Perppu No.1/2013 tentang
Perubahan Kedua atas Undang ñundang (UU) No.24/2003 tentang MK itu sama sekali
tidak kredibel, karena penerbitnya sendiri sudah tidak kredibel lagi.
Sangat Dipaksakan
Selain tidak kredibel, penerbitan perppu itu amat sangat
dipaksakan. Tujuannya menciptakan kegaduhan baru politik untuk mengalihkan
perhatian publik dari sejumlah persoalan hukum yang diduga melibatkan
unsur-unsur kekuasaan atau istana kepresidenan. Selain persoalan Bunda
Putri, masih ada penanganan beberapa kasus yang belum membuahkan kemajuan.
Sebut saja suap yang melibatkan Kepala Satuan Kerja Khusus
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Rudi Rubiandini.
Diyakini Rudi tidak bermain sendiri. Itu sebabnya, penyidik KPK bisa menemukan
uang 200 ribu dolar AS di ruang Sekjen Kementerian ESDM. Penyelidikan kasus
Rudi seharusnya diarahkan ke atas, karena deal-nya dimulai dari sana.
Bila sudah terjadi kebisingan politik, publik bisa saja tak
akan mempergunjingkan lagi sepak terjang Bunda Putri, atau mempertanyakan
kelanjutan penanganan kasus Rudi. Sudah bisa diantisipasi bahwa mayoritas
anggota DPR menolak perppu dan ada gejolak. Perhatian publik pun tentu mengarah
ke parlemen sehingga lambat laun orang melupakan isu Bunda Putri dan masalah
lain.
Sejak awal, niat membenahi MK lewat penerbitan perppu
dinilai tidak logis. Alasan utamanya, semua lembaga tinggi negara itu
setara. Karena itu, pembuatan instrumen hukum dan perundang-undangan untuk
membenahi MK harus dalam kerangka kesetaraan itu. Pemerintah tak boleh
bertindak semaunya, tanpa mengindahkan wewenang legislatif dan yudikatif.
Untuk memulihkan wewenang dan citra MK, semua pihak telah
diimbau mengacu dulu pada UUD 1945 dan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK. Pemaksaan
penerbitan perppu tentang perekrutan dan pengawasan hakim konstitusi,
sama artinya menghilangkan independensi MK. Perppu itu menempatkan MK di bawah
kontrol dan pengendalian pemerintah.
Bagi masyarakat awam pun, kontruksi itu terlihat tidak
logis karena pemerintah sebagai pihak yang melaksanakan konstitusi justru ikut
mengontrol dan mengendalikan MK sebagai pengawas dan penguji konstitusi. Dengan
begitu, perppu pembenahan MK bukanlah solusi bijak.
Pemerintah seharusnya menahan diri untuk tidak ikut-ikutan
mengebiri MK. Begitu diterbitkan, Perppu dimaksud langsung terlihat
kelemahannya. Misalnya, Perppu itu memberi kekuasaan kepada Komisi Yudisial
(KY) membentuk panel ahli untuk menguji kelayakan dan kepatutan calon hakim
konstitusi.
Belum lagi soal penetapan standar etika bagi hakim
konstitusi. Mahkamah Konstitusi sudah berinisiatif membentuk dewan etik untuk
mengawasi hakim konstitusi. Perppu pembenahan MK pun menetapkan pembentukan
majelis kehormatan hakim konstitusi (MKHK), untuk peran yang sama.
Terlihat sangat jelas bahwa di sela-sela proses membenahi
MK, ada kemungkinan terjadi kegaduhan politik yang bisa berlarut-larut.
Realitas itu seperti direkayasa mengingat ada yang ingin menunggangi kemarahan
publik atas kasus di mahkamah tersebut. Kegaduhan itulah yang dimanfaatkan sedemikian
rupa untuk mengalihkan perhatian publik dari sejumlah isu panas yang
menimbulkan ketidaknyamanan bagi penguasa. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar