Sabtu, 26 Oktober 2013

DPT : Jalan Terjal KPU Menuju Pemilu 2014

DPT : Jalan Terjal KPU Menuju Pemilu 2014
Miryam S Haryani  ;  Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Hanura
KORAN SINDO, 25 Oktober 2013



Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 sudah di depan mata. Semua kontestan mulai partai politik, calon anggota legislatif, hingga calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sudah ramai-ramai melakukan sosialisasi kepada masyarakat pada daerah pemilihannya masing-masing. 

Proses pelaksanaan Pemilu 2014 pun saat ini sudah memasuki tahap penetapan daftar pemilih tetap (DPT). Tahapan ini merupakan salah satu tahapan yang paling krusial dalam menjamin terlaksananya pemilu yang berkualitas, demokratis, serta jujur dan adil. Akurasi data pemilih merupakan sebuah prasyarat mutlak yang harus dipenuhi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melaksanakan demokrasi elektoral. 

Di sana terdapat hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh undang-undang untuk ikut memilih dan dipilih (rights to vote and rights to be candidate). Bahkan, Mahkamah Konstitusi (MK) juga telah mengeluarkan Putusan Nomor 102/PUUVII/ 2009, 6 Juli 2009 dengan merujuk Putusan MK No. 011- 017/PUU-I/2003, bertanggal 24 Februari tahun 2004 yang telah menegaskan, bahwa hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih (rights to vote and rights to be candidate), adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undangundang dan konvensi internasional, sehingga pembatasan, penyimpangan, peniadaan, dan penghapusan hak dimaksud, merupakan pelanggaran terhadap hak asasi warga negara. 

Kisruh DPT 

Kisruh tentang DPT bukan merupakan hal baru dalam pemilu di Indonesia. Sejak pemilu era reformasi pada 1999 sampai 2009, DPT memang selalu menjadi catatan tersendiri. Misalnya saja pada tahun 1999, tercatat merupakan pemilu era reformasi dengan tingkat partisipasi pemilih paling tinggi sebesar 92,74%. Namun dalam masalah DPT, terdapat banyak daerah yang waktu itu kekurangan formulir model A (blangko pendaftaran pemilih) sehingga kemudian memengaruhi proses pendataan pemilih. 

Tahun 2004 menurut survei Jaringan Universitas dan Lembaga Swadaya Masyarakat tercatat sebanyak 9% pemilih tidak terdaftar. Dan tahun 2009 merupakan pemilu dengan DPT yang paling amburadul di masa reformasi, jutaan warga tidak dapat memilih karena tidak terdaftar dalam DPT. Berdasarkan pertimbangan tersebut, sangat relevan apabila kemudian KPU kembali menunda penetapan DPT untuk Pemilu 2014. 

Hal ini karena proses pemutakhiran data pemilih dan daftar pemilih sementara hasil daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP) belum akurat. Pada Rapat Pleno KPU (23/ 10), setelah sebelumnya melakukan Rapat Konsultasi dengan Komisi II DPR RI, menyebutkan bahwa rekapitulasi DPT 33 Provinsi menghasilkan 545.362 TPS, serta dari 80.801 desa/ kelurahan, 496 kabupaten/ kota, total pemilih dalam DPT berjumlah 186,8 juta orang, sedangkan daftar pemilih versi DP4 Kemendagri berjumlah 190 juta orang. 

Terdapat selisih sekitar 4 juta daftar pemilih antara data KPU dan Kemendagri. Data DPT yang disajikan oleh KPU ternyata masih belum valid, karena berdasarkan hasil temuan Bawaslu masih ada data yang perlu diperbaiki. Temuan Bawaslu di antaranya mengenai belum sinkronnya data yang ada pada Sistem Pemutakhiran Data Pemilih (Sidalih) dengan data yang ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota. 

Misalnya saja Sumatera Utara, berdasarkan hasil Pleno KPU Provinsi menyatakan pemilih berjumlah 9.840.562 orang. Namun, data yang terdaftar di Sidalih terdapat 9.803.082 orang. Masalah ini tidak hanya di Sumatera Utara, tapi hampir di seluruh daerah di Indonesia. Meskipun KPU menyatakan data yang valid adalah data yang terdapat dalam Sidalih akan tetapi, secara legal formal, yang harus dijadikan dasar penatapan DPT nasional adalah data yang ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota. Di samping data yang belum sinkron, Bawaslu juga masih menemukan sekitar 11.000 data pemilih yang bermasalah, di antaranya karena NIK ganda, NIK kosong, status perkawinan tidak terisi bahkan hingga pemilih fiktif. 

Kebijakan vs Kebijaksanaan 

Kebijakan yang diambil oleh KPU untuk menunda kembali penetapan DPT merupakan sebuah langkah yang sangat tepat. Terlepas dari apakah upaya yang dilakukan oleh KPU dalam melakukan validasi data memang kurang maksimal ataupun kendala-kendala teknis yang lainnya. Namun, dengan legawanya KPU menunda penetapan DPT untuk kedua kali, bagi saya hal ini merupakan sebuahkeputusanyangsangat bijakdanlayak untuk kita apresiasi. 

Karena apabila melihat dari preseden peristiwa-peristiwa sebelumnya, memang tidak ada pilihan bagi KPU, penundaan merupakan pilihan terbaik. Apabila dipaksakan, akan banyak rentetan persoalan yang akan mengganggu. Keputusan ini merupakan salah satu bentuk political will yang ditunjukkan oleh KPU guna menghadirkan DPT yang betul-betul akurat. Isu mengenai daftar pemilih merupakan bagian dari perjalanan terjal yang harus dilalui KPU dengan sebaik-baiknya. 

Sehingga kalau KPU berhasil melalui jalan terjal ini, pemilu sebagai instrumen demokrasi bisa terwujud dengan baik. Sebaliknya, apabila jalan terjal ini tidak bisa dilalui, dalam batas tertentu pemilu sebagai instrumen demokrasi bisa tereduksi karena ada entitas warga negara yang tercederai misal hak pilih yang dikurangi, atau tidak digunakan, atau individu yang tak menggunakan hak pilih dan sebagainya. 

Di samping itu, dalam situasi yang rumit seperti ini KPU juga dihadapkan pada pilihan antara tertib jadwal, tapi menimbulkan keraguan dan kekhawatiran, atau kerja keras untuk memberikan keyakinan pada semua pihak. Hal yang justru lebih mengkhawatirkan adalah apabila datanya tidak dipercaya, siapa pun yang keluar sebagai pemenang pemilu, nantinya bisa didelegitimasi. Akan tetapi, semoga kekhawatiran di atas tidak terjadi dengan adanya penundaan penetapan DPT. 

Saat ini biarkan KPU fokus selama dua minggu ke depan untuk melakukan sinkronisasi daftar pemilih, dan tugas seluruh pemangku kebijakan maupun pemangku kepentingan dalam Pemilu 2014 perlu memikirkan langkah selanjutnya apabila setelah dua minggu persoalan DPT ini tidak juga selesai atau belum sepenuhnya sempurna. Saya kira perlu ada terobosan guna mengakomodasi semua warga negara yang berhak memilih untuk mendapatkan haknya apabila setelah dua minggu DPT ini masih juga dipersoalkan.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar