Rabu, 02 Oktober 2013

Fenomena Capres Abal-abal

Fenomena Capres Abal-abal
Bambang Soesatyo  ;  Anggota DPR, Wakil Bendahara Umum DPPPartai Golkar
SUARA MERDEKA, 01 Oktober 2013


ADA fenomena politik menarik menjelang 2014, yakni banyak orang bermimpi dan gila menjadi presiden. Banyak tokoh tak mengukur baju dan lupa bercermin.

Untuk bisa maju sebagai capres tak ada jalan lain kecuali ikut konvensi. Tak mengherankan peserta konvensi beragam tokoh. Dari sosok yang memang diakui ketokohannya hingga tokoh abalabal.

Tampak banyak orang kehilangan rasionalitas. Siapa pun mahfum, mustahil partai penyelenggara konvensi bisa mengusung sendiri capres dan cawapres. Pasalnya, syarat untuk bisa mengajukan capres dan cawapres, partai atau gabungan partai pengusung harus memenuhi 20% kursi di DPR. Minimal memperoleh 25% dari total suara sah Pileg 2014 sebagaimana ketentuan UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres.

Artinya, kalau tidak ada perubahan aturan dan perubahan cuaca politik, diprediksi tahun 2014 hanya ada tiga jangkar pengusung capres dan cawapres. Yakni, Golkar dan koalisinya, PDIP dengan koalisinya, dan Gerindra bersama gabungan partai-partai kecil yang tak masuk koalisi Golkar atau PDIP. Kemungkinan besar tahun 2014 hanya ada tiga pasangan capres-cawapres.

Bahkan bukan tidak mungkin hanya dua jangkar, yaitu Golkar dengan koalisinya dan PDIP plus Gerindra dengan sekutunya. Atau Golkar plus PDIP, dan Gerindra ditambah PAN, PKB, PD, serta beberapa partai kecil lain. Kita belum bisa menemukan jawaban di mana posisi capres pemenang konvensi.

Etape Krusial

Pilpres 2014 adalah etape krusial tahapan demokrasi. Tahun itu merupakan grand final bagi elite politik kawakan untuk bisa memperebutkan kursi nomor 1 di republik ini. Bagi yang sudah di atas 60-an tahun atau lebih, tahun itu adalah kesempatan terakhir mengadu nasib.

Pada saat yang sama, sejumlah elite muda atau yang belum pernah ikut berkompetisi politik menjadikan Pilpres 2014 sebagai sarana mengukur kekuatan elektoral. Mereka itu sekian lama bersembunyi di balik bayang-bayang elite sepuh. Partai Golkar bertekad mencalonkan ketua umum Aburizal Bakrie (ARB) sebagai capres. Ada beberapa catatan yang mendukung kelayakan Ical.

Pertama; suara kader di 500 kabupaten kota bulat mendukungnya. Kedua; ia ketua umum partai sehingga dari sisi kepemimpinan tak perlu diragukan. Ketiga; punya jaringan luas nasional dan internasional. Keempat; ia salah satu politikus yang sukses secara bisnis, dan pada masa depan kita butuh entrepreneur untuk memimpin. Kelima; berpengalaman dalam birokrasi pemerintahan.

Ia pernah menjabat Menko Kesra dan Menko Perekonomian. Keenam; Ical berani memerintah kadernya di DPR menggelindingkan pembentukan pansus mafia pajak. Padahal nama dia selalu digandengkan dengan persoalan pajak oleh lawan-lawan politik. Ia juga komit terhadap pemberantasan korupsi. Dalam kasus Century misalnya, ia selalu mendorong saya untuk terus membongkar kasus itu.

Terkait hasil sejumlah lembaga survei yang menyebutkan elektabilitasnya rendah, Golkar menanggapi positif, yaitu menjadikan hasil survei sebagai cambuk untuk memacu kinerja mesin partai. Partai tentu terus berusaha mengambil langkah lebih tepat untuk meningkatkan elektabilitas. Selama ini partai sudah menjalankan program politik, baik roadshow ke daerah, penyegaran anggota legislatif, maupun membentuk badan pemenangan pemilu.

Sosialisasi Program

Golkar juga memiliki strategi kampanye ”3 in1”, memadukan kampanye pilkada, pileg, dan pilpres. Selain itu, banyak program unggulan partai yang belum diketahui rakyat.

Ini tugas seluruh caleg untuk menyosialisasikan program demi kemenangan partai sekaligus meningkatkan elektabilitas capresnya. Akankah kasus lumpur Lapindo menjadi batu ganjalan buat pencalonan Ical? Kasus itu tidak akan menjadi bumerang karena dia konsisten untuk menyelesaikan. Mengenai beberapa tokoh Golkar yang belum cocok mengenai pencalonannya, itulah dinamika politik.

Bagaimana wacana koalisi dengan partai lain? Ada sejumlah tokoh yang layak digandengkan. Memang lebih baik seandainya Golkar menggaet Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Sosok Jokowi yang disukai rakyat, bisa lebih mendongkrak elektabilitas Ical. Kita berharap PDIP mau bekerja sama, menugaskan Jokowi untuk mendampingi Ical. Seandainya PDIPdan Golkar bergabung, bisa terbentuk koalisi pemerintahan mini yang efektif dan parlemen yang kuat.

Tokoh lain yang cocok untuk diduetkan dengan ARB adalah Mahfud MD. Mahfud merupakan sosok tegas dan berani, juga sukses ketika menjabat ketua Mahkamah Konstitusi dan Menteri Pertahanan. Elektabilitasnya cukup tinggi. Bisa juga tokoh pengusaha muda yang kini menjabat Ketua Kadin Jateng, Kukrit Suryo Wicaksono.


Calon lain di luar partai politik, sebagai cawapres ideal adalah salah satu pimpinan KPK, seperti Abraham Samad, Bambang Widjoyanto, atau Busyro Muqqodas. Hingga hari-hari ini, tidak ada hari tanpa pimpinan KPK muncul dalam pemberitaan media, dan pemberantasan korupsi adalah isu paling seksi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar