|
Selasa, 1 Oktober 2013 hari ini, semua instansi pemerintah
menggelar upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Peringatan ini mengacu
kepada momen ketika bangsa Indonesia lolos dari pemberontakan G30S/PKI, yang
intinya ingin mengganti ideologi dasar negara Pancasila dengan ideologi
komunisme.
Kita selamat dari pemberontakan G30 S/PKI itu. Pancasila
tetap eksis dan menjadi ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam konteks sekarang, memperingati Hari Kesaktian
Pancasila lewat upacara khusus untuk mengenang bahwa Pancasila tetap sakti
adalah sah-sah saja. Namun, yang terpenting untuk direnungkan adalah bahwa
sebagai dasar negara, apakah kita sudah mengimplementasikan sila-sila
Pancasila?
Selama 68 tahun kita merdeka, tidak satu pun pemerintahan
merealisasikan sila-sila Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Seperti termaktub dalam UUD 1945, tujuan berbangsa dan bernegara adalah "menciptakan masyarakat adil dan
makmur" berdasarkan Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila itu tak pernah direalisasikan dalam
kehidupan sehari-hari, termasuk sila kelima yang justru fundamental: "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia". Faktanya, keadilan sosial belum dirasakan seluruh rakyat
Indonesia. Yang merasakan keadilan dan kemakmuran masih terbatas kalangan
anggota DPR, menteri, pejabat, elite-elite politik, dan orang-orang kaya yang
beruntung atau diuntungkan secara struktural.
Apakah program bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM)
adalah wujud implementasi sila keadlian sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?
Belum! Program BLSM justru membuka borok-borok bahwa keadilan sosial tak pernah
diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kalau sila kelima Pancasila benar-benar diimplementasikan,
maka kita tak pernah punya jutaan rakyat miskin. Yang terjadi, kekayaan negara
justru banyak raib tidak karuan. Bahkan, di era pemerintahan sekarang, kasus
korupsi belum benar-benar ditangani dengan baik. Uang negara, seperti dikatakan
mantan Wapres Jusuf Kalla, terus dirampok koruptor.
Akhirnya, untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila
ke depan ini, maka tatanan kehidupan negara kita perlu diperbaiki. Demikian
pula sistem demokrasi perlu diterapkan dengan sebenar-benarnya. Harus dihindari
penerapan "demokrasi uang",
seperti berlaku dalam pemilihan bupati atau gubernur sekarang ini.
Sejak zaman Presiden Soeharto, implementasi dasar negara Pancasila
terus didengung-dengungkan. Namun, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tak
pernah diterapkan dalam kehidupan nyata. Kondisi keadilan sosial pun kurang
diperhatikan. Tak mengherankan kalau kesenjangan sosial tetap tinggi. Yang kaya
makin kaya, dan yang miskin kian terpuruk.
Sesuai sistem yang diberlakukan, setiap anggota DPR dipilih
oleh minimal 300.000 orang. Namun, setelah menjadi wakil rakyat di Senayan,
apakah di antara mereka mau memikirkan rakyat pemilih? Anggota DPR biasanya
lupa kepada rakyat yang telah memberi mandat. Ini semua terjadi akibat mereka
tidak memahami dan enggan mengimplementasikan Pancasila. Di antara elite
pejabat dan wakil rakyat, kalau mereka benar-benar mengimplementasikan
Pancasila, maka mereka tidak akan korup dan bekerja dengan baik, tanpa
menunda-nunda pembahasan RUU ke depan.
Akhirnya, pemilu yang akan datang harus mampu menghasilkan
wakil-wakil rakyat yang lebih baik. Mereka yang dipilih untuk mengelola negara
ini harus mau mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila.
Ini penting, karena kalau mengabaikan sila-sila Pancasila, maka yang akan
menjadi korban adalah rakyat. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar