Kamis, 17 Januari 2013

Selamat Tinggal RSBI


Selamat Tinggal RSBI
Siti Muyassarotul Hafidzoh ;  Peneliti pada Program
Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta
SUARA KARYA, 17 Januari 2013



Amanat Undang-Undang 1945 sangat jelas bahwa memberikan hak kepada semua warga negara untuk mendapatkan pelayanan pendidikan adalah sama dan setara. Karena itu, keberadaan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) sebenarnya mencederai UUD 1945, karena yang terjadi selama ini adalah RSBI memberikan pelayanan pendidikan secara layak dengan fasilitas bagus dan berbiaya mahal. Maka, yang miskin dianggap tidak layak mengenyam pendidikan di RSBI.
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus RSBI rasa-rasanya memang sudah sesuai dengan amanat UUD 1945. Bahwa pelayanan pendidikan bukan ditekankan hanya pada sekolah yang berlabel internasional, nasional maupun favorit. Jika hal itu yang ditekankan, maka yang sudah terjadi, yakni sekolah favorit milik si kaya, dan sekolah murah(an) milik si miskin.
Selama ini yang beredar di masyarakat adalah sekolah bermutu merupakan sekolah yang biayanya mahal. Berarti si miskin yang hanya mampu membayar biaya sekolah dengan harga murah bisa dianggap tidak bermutu. Anggapan seperti ini kemudian dimanfaatkan oleh pihak sekolah yang memiliki fasilitas lengkap untuk meningkatkan biaya pendidikannya. Ini terjadi pada RSBI, padahal dana dari pemerintah untuk RSBI lebih tinggi daripada pembiayaan sekolah reguler.
Sebenarnya yang perlu diperhatikan adalah bahwa penekanan pelayanan pendidikan lebih pada peningkatan mutu pendidikan bukan pada biaya pendidikan. Mutu menurut Deming adalah merupakan kesesuaian pada kebutuhan. Dalam arti, sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mampu menyediakan layanan pendidikan yang dibutuhkan masyarakat. Masyarakat di sini berlaku untuk semua kalangan, baik yang kaya maupun yang miskin.
Pemerataan mutu pendidikan seharusnya berlaku untuk seluruh lembaga pendidikan, baik sekolah berstatus negeri maupun swasta, baik di Jakarta maupun di Papua, baik di kota maupun di desa. Semua setara. Jangan kemudian men-spesial-kan satu lembaga pendidikan yang memiliki fasilitas lengkap, gedung megah dan lain sebagainya hingga mendapat label 'favorit' dan kucuran dana lebih banyak dibandingkan dengan sekolah yang hampir roboh karena dimakan usia, sekolah yang tidak memiliki fasilitas yang memadai, bahkan sekolah yang peserta didiknya banyak yang tidak memiliki sepatu. Ini terdengar tidak ada keadilan bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Kualitas
Pendidikan merupakan hak setiap warga negara. Dhus, jika memang itu hak, maka berikanlah pendidikan yang layak bagi mereka. Karena, sesungguhnya memiliki generasi cerdas, berilmu dan berakhlak, jauh lebih bernilai dan lebih mahal harganya.
Potensi anak bangsa sangat beragam, karena setiap anak memiliki potensi yang berbeda yang dimilikinya sejak dilahirkan di dunia ini. Menyiapkan generasi penerus bangsa harus dengan perjuangan untuk mencetak generasi yang mandiri, disiplin, penuh dedikasi, mau bekerja keras, mencintai Tanah Air dan memiliki rasa kepedulian terhadap bangsanya. Ini akan didapatkan jika pelayanan pendidikan di Indonesia rata dan setara.
Rata dan setara dapat diwujudkan dengan menyamakan mutu pendidikan di setiap lembaga pendidikan. Memberikan fasilitas yang sama, pelayanan yang sama dan kelayakan tempat belajar yang sama. Yang kaya mendapatkan pendidikan dan yang miskin pun mendapatkan pendidikan. Semuanya sekolah, semuanya pintar dan semuanya cerdas.
Peran pemerintah memang sangat penting dalam mewujudkan pendidikan, namun jauh lebih penting peranannya adalah masyarakat itu sendiri. Jangan terkecoh dengan sekolah yang mahal dan bermutu, namun sadarilah bahwa sekolah yang murah jika menyediakan apa yang kita butuhkan maka itu yang lebih bermutu.
Yang perlu diperhatikan pendidik maupun pengelola sekolah adalah menemukan sumber mutu. Menurut Edward Sallis (1993), menemukan sumber mutu adalah petualang yang sangat penting bagi pengelola pendidikan. Pelaku-pelaku dunia pendidikan menyadari keharusan mereka untuk meraih mutu tersebut dan menyampaikannya kepada peserta didik. Ada banyak sumber mutu dalam pendidikan bukan hanya ada pada sarana atau fasilitas sekolah namun juga diantaranya adalah kurikulum pendidikan, guru, nilai moral, prestasi belajar, sumber daya yang baik dan lain-lain.
Inilah yang perlu dijadikan catatan penting bagi semua, bahwa sumber mutu bukan hanya pada fasilitas, namun mencakup segala hal yang mampu mempengaruhi peserta didik untuk menjadi lebih baik. Oleh karena itu, jika sekolah hanya memiliki fasilitas, sarana dan prasarana yang sederhana, maka manfaatkan yang ada dan kembangkan sumber mutu lain yang mampu menghasilkan sebuah prestasi dan keberhasilan mencapai tujuan pendidikan.
Siapa bilang pendidikan memerlukan biaya yang mahal? Itu hanya kalimat bagi orang yang tidak memahami makna pendidikan sesungguhnya. Karena, pendidikan bukan hanya tugas pemerintah, sekolah, maupun guru saja. Pendidikan adalah tugas kita bersama, menciptakan pendidikan rata dan setara bisa dilakukan dimana saja, kapan saja, dan dengan cara apapun.
Dengan adanya keputusan MK mengenai mencabut-an RSBI di dunia pendidikan Indonesia ini, kita bernafas lebih lega, karena diskriminasi pendidikan telah berkurang. Menjadi PR bagi pemerintah, bagaimana caranya menyetarakan mutu pendidikan di seluruh sekolah di pelosok Nusantara? Mewujudkan amanah UUD 1945, yakni mencerdaskan bangsa, bukan hanya mencerdaskan si kaya.
Akhirnya, jangan ada diskriminasi lagi dalam pendidikan. Perhatikan yang lebih membutuhkan, bukan memperhatikan yang sudah cukup kebutuhannya. Ratakan yang belum rata dan setarakan yang belum setara. Selamat tinggal RSBI. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar