RSBI : Rusak
Sudah Bangsa Ini
Yudhistira ANM Massardi ; Pengelola
Sekolah Gratis
TK-SD
Batutis Al-Ilmi di Bekasi
|
KOMPAS,
14 Januari 2013
Belum lagi reda debat
tentang Kurikulum 2013, kini dunia pendidikan dihebohkan oleh keputusan
Mahkamah Konstitusi yang memvonis bahwa proyek Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional dan Sekolah Bertaraf Internasional bertentangan dengan UUD 1945.
Kedua
perkara itu menarik perhatian masyarakat luas terutama karena nalarnya
dinilai tidak nyambung dan bertentangan dengan pemahaman umum tentang tujuan
pendidikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Salah satu
di antara banyak pokok keberatan, baik terhadap Kurikulum 2013 maupun proyek
RSBI/SBI, meskipun dimaksudkan untuk peningkatan kualitas, pada praktiknya
penghapusan bahasa daerah dan penggunaan bahasa Inggris justru dinilai melemahkan
jati diri bangsa.
Kritik
lain terhadap proyek RSBI/SBI, yang lantas menjadikan sekolah eksklusif dan
mahal, adalah melahirkan diskriminasi kaya-miskin dan meniadakan kewajiban
negara menyelenggarakan pendidikan bermutu bagi seluruh warga negara.
Kehebohan
ini untuk kesekian kali membuktikan bahwa pemerintah, dalam hal ini
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tampaknya tak paham tentang arti dan
tujuan pendidikan, apalagi dalam hubungannya dengan kebudayaan. Lahirnya
berbagai keputusan yang aneh itu juga menunjukkan bahwa mereka tak paham
fungsi Kemdikbud.
Satu-satunya
hal yang mereka pahami tampaknya adalah bahwa ada dana triliunan rupiah yang
harus segera digelontorkan. Untuk itu, dibuatlah berbagai program sebagai
proyek pembuangan uang. Diberitakan, dalam kurun 2006-2010, Kemdikbud telah
menyubsidi 1.172 RSBI/SBI dengan dana Rp 11,2 triliun! Proyek itu juga
menyedot dana yang tak sedikit dari pemerintah daerah dan masyarakat. Untuk
itu, kiranya Badan Pemeriksa Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi segera
mengusut peruntukan dan aliran seluruh dana itu, serta menghukum berat para
koruptor apabila ternyata mereka berpesta pora dalam proyek itu.
Hakim
konstitusi Akil Mochtar seusai persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi pada
8 Januari lalu tegas mengisyaratkan bahwa kehadiran Pasal 50 Ayat (3) UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dijadikan payung
hukum bagi proyek RSBI/SBI terkesan dipaksakan.
”Undang-Undang
Sisdiknas itu tidak memberikan penjelasan, tiba-tiba pasal itu muncul begitu
saja sehingga (harus) dibatalkan,” kata Akil. Jadi, keberadaan norma dalam
pasal itu tak memiliki penjelasan dalam pasal-pasal sebelumnya. Fakta adanya
”pasal siluman” ini mengingatkan pada berbagai modus kongkalikong antara
eksekutif dan legislatif dalam sejumlah kasus korupsi. KPK harus turun
tangan.
Setelah
MK menyatakan RSBI/SBI inkonstitusional dan harus dibubarkan, Mendikbud M Nuh
secara normatif menyatakan menghormati dan akan melaksanakan keputusan MK.
Namun, pada saat yang sama, ia menyerukan agar para guru dan siswa RSBI/SBI
tetap berkegiatan seperti biasa. Hal serupa dinyatakannya terhadap keputusan
Mahkamah Agung beberapa tahun lalu yang menyatakan bahwa ujian nasional harus
dihentikan. Namun, hingga kini ia berkeras menyelenggarakan ujian
nasional—suatu hal yang menunjukkan pembangkangan hukum.
Semua
kemelut itu, selain membingungkan dan menyedihkan, bisa dimaklumi jika juga
membangkitkan rasa apatis sekaligus amarah publik. Hendak dididik jadi apa
sebenarnya bangsa kita? Sudah 67 tahun merdeka, tetapi pemerintah tak juga
mampu merumuskan dan membuat desain besar pendidikan bangsa yang jelas,
bernas, dan holistik. Sebuah kebijakan pendidikan yang bisa dipahami akal
sehat dan mudah dilaksanakan di lapangan di semua unit pendidikan serta adil
bagi seluruh rakyat.
Rakyat
sudah letih menjadi bangsa pariah dunia yang moralnya ambruk oleh semeru
korupsi, yang pemerintahannya begitu lemah tanpa visi, yang kementerian
pendidikannya begitu limbung tanpa arah.
Kerusakan
bangsa ini hanya bisa dihentikan jika, pertama-tama, Kemdikbud dan
Kementerian Agama yang juga menangani institusi pendidikan sebagai mercusuar
intelektualitas dan moralitas berhenti menjadi sarang koruptor. Kedua,
Kemdikbud dan Kementerian Agama harus mengibarkan visi membangun manusia
Indonesia yang berilmu, berakhlak mulia, dan kukuh jati diri; serta misi
membangun lembaga pendidikan nasional yang membuat anak didik bahagia belajar
dan cinta belajar sepanjang hayat. Ketiga, semua pihak harus sadar bahwa
semua itu tak akan mewujud jika tak dimulai dengan penanganan ekstra serius
terhadap pendidikan anak usia dini! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar