Rabu, 02 Mei 2012

Demam K-Pop


Demam K-Pop
Kristanto Hartadi, Redaktur Senior SINAR HARAPAN
SUMBER : SINAR HARAPAN, 01 Mei 2012


Kelompok boyband Super Junior (SuJu) sukses hebat menggoyang Jakarta. Ada ribuan remaja dan ada juga orang-orang yang lebih tua dari kelas menengah ke atas, yang rela mengeluarkan uang hingga Rp 1,7 juta untuk menyaksikan pertunjukan anak-anak asal Korea Selatan itu. Banyak yang mau antre seharian bahkan sampai menginap asal bisa mendapatkan tiket grup musik aliran K-Pop itu. Atau menabung berbulan-bulan demi menyaksikan pertunjukan mereka.

Fenomena K-Pop yang menggemparkan itu sudah banyak diulas di berbagai stasiun dan media, lengkap dengan meminta pandangan para ahli untuk menjelaskan mengapa anak-anak Korea itu mampu mendunia. Sejumlah penjelasan untuk keberhasilan mereka itu antara lain: buah dari kerja keras, tim kreatif yang hebat, penguasaan teknologi, menerapkan teknik dan strategi pemasaran yang jitu, dan lainnya.

Artinya, K-Pop adalah produk dari industri musik Korea Selatan dan industri musik tak lain bagian dari industri kreatif, yakni serangkaian kegiatan ekonomi yang terkait dengan eksploitasi pengetahuan dan informasi. Industri kreatif ini banyak dikembangkan oleh negara-negara maju yang sadar bahwa “kreativitas manusia adalah sumber daya utama bagi perekonomian”. 

Dalam pandangan saya, penyebaran karya sektor industri kreatif itu tak beda dengan pemasaran berbagai produk industri lainnya, dan hal itu sebenarnya juga merupakan pertempuran budaya dan nilai-nilai.

Hollywood melancarkan hal itu dengan dukungan pemerintah Amerika melalui tangan-tangan Motion Picture Association of America (MPAA) yang bisa menekan-nekan kita agar film-film mereka bebas beredar di Indonesia. Bollywood dengan jaringannya juga melancarkan hal sejenis. Film-film Korea pun punya banyak penggemar di Indonesia.

Lalu, mengapa bangsa yang punya penduduk 240 juta ini tidak mampu melancarkan penetrasi hingga ke negara-negara lain dalam hal produk industri kreatifnya khususnya di bidang seni dan hiburan? Dan, mengapa pula anak-anak kita malah jadi sangat gandrung dengan produk pop apa pun yang datang dari luar? Apakah kita tidak punya daya tahan budaya untuk menangkal berbagai serbuan produk industri kreatif asing?

Konsumsi = Identitas

Di dunia yang sudah tanpa batas ini, berlaku hukum bahwa “konsumsi adalah bentuk utama ekspresi diri dan sudah menjadi semacam identitas”. Karena itu, bangsa-bangsa yang mampu membaca perkembangan dunia tersebut akan menyusun strategi untuk dapat memasarkan berbagai produk apa pun, terutama hasil industri kreatif, karena di situ terkandung muatan identitas kultural.

Dulu banyak remaja yang merasa keren kalau bisa bergaya kebarat-baratan, maka kini mereka tidak malu bila bergaya ala SuJu atau berbagai boyband dan girlband lain asal Korea Selatan.

Hari ini, bila ada yang memakai Samsung Galaxytab buatan Korea Selatan, tidak akan merasa kalah gengsi dengan mereka yang memakai I-Pad buatan Apple yang dari Amerika Serikat. Kenapa? Karena bangsa Korea mampu mencapai keunggulan di bidang teknologi dan ekonomi, sehingga produk industri kreatif mereka pun maju bersama kemajuan di sektor-sektor lainnya.

Pertanyaannya, mampukah kita bertahan menjaga identitas kultural Indonesia dalam situasi persaingan global seperti sekarang ini, di tengah kenyataan masyarakat kita menikmati dijadikan pasar dan konsumen  berbagai produk asing apa pun, mulai dari gunting kuku sampai K-Pop?

Saya kira, untuk mempertahankan identitas kultural Indonesia saja hari ini  sudah demikian berat, apalagi melancarkan “agresi budaya” melalui produk kreatif kita ke bangsa-bangsa lain di dunia? Jadi, harus ada kampanye bersama untuk memasarkan industri kreatif kita. Misalnya, pemerintah Thailand mendukung setiap upaya orang Thailand yang akan membuka restoran di negeri lain, karena itu adalah bagian dari penetrasi budaya. Apakah hal yang sama dilakukan pemerintah kita?

Fenomena gandrung K-Pop dapat menjadi titik tolak buat kita semua untuk berpikir dan bersama-sama menyusun sebuah strategi kebudayaan untuk menangkal banjir pengaruh dari luar, syukur-syukur mampu menyusun strategi untuk melancarkan “serangan balik” ke negeri-negeri lain. Kuncinya: mari kita lakukan bersama-sama. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar