Lepas MDGs, Songsong SDGs
Firmanzah ; Rektor
Universitas Paramadina dan Guru Besar FEUI
|
KORAN SINDO, 15 Juni 2015
Tahun 2015 merupakan
tahun transisi dari berakhirnya Millennium
Development Goals (MDGs). Tahun 2016 merupakan tahun pertama implementasi
agenda pembangunan dunia Post-2015 atau yang kita kenal sebagai Sustainable Developmet Goals (SDGs).
Sidang Umum PBB pada 4
Desember 2014 telah menyetujui platform agenda pembangunan dunia Post-2015
berdasar pada hasil Open Working Group
on Sustainable Development Goals yangakan menjadi target dan tujuan
pembangunan dunia sampai 2030.
Pembahasan awal
tentang SDGs muncul pada pertemuan KTT Rio+20 tahun 2012 di mana 192 negara
setuju membuat platform SDGs,
antara lain mempertimbangkan berbagai aspek seperti action oriented, dapat diimplementasikan, dan bersifat universal.
Aspek itu tetap mempertimbangkan kondisi negara masing-masing, terukur dan
mudah terkomunikasikan.
Agenda pembangunan
SDGs merupakan keberlanjutan dari MDGs yang telah membuat sejumlah kemajuan
yang sangat berarti di dunia. Meskipun masih meninggalkan sejumlah tantangan,
MDGs telah mampu membantu banyak negara berkembang untuk lebih sejahtera dan
berkeadilan. Deklarasi MDGs ditandatangani pada September 2000 oleh 147
negara pada KTT Millennium di New York. MDGs berisi delapan agenda
pembangunan, yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai
pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,
menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi
HIV/AIDS dan malaria serta penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian
lingkungan hidup, dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
MDGs telah menjadi
referensi penting bagi hampir semua negara di dunia. Meskipun masih
menyisakan sejumlah catatan, kemajuan berarti atas pencapaian target
pembangunan MDGs dari 2000 sampai saat ini telah tertorehkan. Laporan MDGs
2014 oleh PBB menyebutkan, jika pada tahun 1990 hampir setengah populasi di
negara berkembang hidup di bawah USD1,25/hari, pada tahun 2010 proporsi
tersebut turun menjadi hanya 22%. Penurunan proporsi ini juga telah mampu
mengeluarkan tidak kurang 700 juta manusia dari kondisi kemiskinan ekstrem.
Antara 2000 hingga 2010, tidak kurang 3,3 juta penderita penyakit malaria
terselamatkan hidupnya. Sementara itu tidak kurang dari 22 juta penderita
tuberkulosis juga terselamatkan hidupnya sejak 1995. Pada 2012 tercatat 89%
penduduk dunia memiliki akses terhadap air bersih. Di bidang kesetaraan
gender juga dunia mengalami perbaikan. Pada Januari 2014 tidak kurang dari 46
negara memiliki lebih dari 30% keterwakilan perempuan dalam parlemen mereka.
Dana bantuan internasional untuk pembangunan dasar ke negara miskin dan berkembang
mencapai rekor jumlahnya pada 2013 sebesar USD134,8 miliar.
Bagi Indonesia,
meskipun masih perlu melakukan banyak perbaikan, terdapat tidak sedikit
pencapaian dari target MDGs yang positif. Laporan MDGs yang dikeluarkan
Bappenas menunjukkan sejumlah pencapaian untuk memenuhi target pembangunan
milenium.
Meskipun mengalami
perlambatan penurunan, persentase penduduk yang hidup di bawah garis
kemiskinan dapat diturunkan dari 15,1% di tahun 1990 menjadi 10,96% di 2014.
Prevalensi balita dengan berat badan rendah atau gizi buruk dapat diturunkan
dari 31% di tahun 1980 menjadi 19,60% di 2013. Di sektor pendidikan dasar,
Indonesia telah mampu meningkatkan angka partisipasi murni (APM)
SD/MI/sederajat dari 88,70% di tahun 1990 menjadi 95,71% di tahun 2012. Angka
melek huruf penduduk usia 15-24 tahun meningkat menjadi 99,08% di tahun 2012.
Di tahun yang sama, Indonesia mendapatkan penghargaan dari UNESCO karena
sukses melawan buta huruf. Indikator ketimpangan gender untuk akses ke
pendidikan juga mengalami perbaikan yang berarti dan terlihat dari porsi
rasio APM perempuan dan laki-laki baik pada jenjang SD, SMP maupun SMA.
Keterwakilan perempuan
di lembaga legislatif juga semakin meningkat dari waktu ke waktu. Angka
kematian bayi juga berhasil diturunkan dari 97/kelahiran di tahun 1990
menjadi 41/kelahiran di tahun 2012. Akses terhadap air bersih juga meningkat
dari 37,73% di tahun 1990 menjadi 67,73% di tahun 2013.
Meskipun MDGs telah
mencapai sejumlah pencapaian berarti, beberapa tantangan masih membutuhkan
usaha bersama untuk mempercepat perbaikannya. Misalnya emisi karbondioksida
(CO2) terus meningkat di mana jumlahnya meningkat 50% di tahun 2011 dari
level 1990.
Sementara itu, meski
telah mampu menurunkan proporsi penduduk yang mengalami malnutrisi di negara
miskin dan berkembang dari 24% di tahun 1990-1992 menjadi 14% di tahun 2011,
kecepatan penurunan semakin melambat akhirakhir ini. Hal ini mengancam target
pencapaian MDGs untuk menurunkan setengah dari persentase penduduk dunia yang
menderita kelaparan di tahun 2015. Oleh karenanya, dunia membutuhkan agenda
pembangunan lanjutan sebagai referensi dan platform bersama agar sumber daya dan prioritas menjadi lebih
efisien dan terfokus. Sekaligus melakukan koreksi dari kekurangan
implementasi MDGs selama 15 tahun.
Rumusan SDG sterdiri
atas17 tujuan dan 169 target yang meliputi penghapusan kemiskinan dan kelaparan,
pendidikan inklusif, kesehatan, kesamaan gender, kesediaan air bersih dan
sanitasi untuk semua, serta akses dan kesediaan sumber energi untuk semua.
Kemudian pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan ketersediaan lapangan kerja,
pembangunan infrastruktur dan inovasi, mengurangi kesenjangan, mengatasi
dampak perubahan iklim, pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan,
mendorong tatanan masyarakat yang damai, dan mendorong kerja sama global.
Masing-masing dari 17
tujuan kemudian dipecah menjadi target yang lebih terukur untuk menciptakan
masyarakat dunia 2030 jauh lebih baik dari saat ini. Dari elemen-elemen
tersebut dapat dikelompokkan menjadi enam elemen kunci, yaitu dignity untuk mengakhiri kemiskinan
dan memerangi ketimpangan, prosperity
melalui pertumbuhan yang inklusif dan mentransformasi masyarakat, justice melalui perwujudan masyarakat
yang aman dan damai serta penguatan kelembagaan, partnership dengan mendorong solidaritas global untuk pembangunan
berkelanjutan, planet dengan melindungi bumi dan ekosistem untuk generasi
saat ini dan ke depan, people
dengan memastikan hidup sehat dan inklusi perempuan serta anak-anak.
Target pembangunan
universal yang tertuang dalam SDGs membutuhkan dukungan dari semua elemen
masyarakat dunia. Termasuk di dalamnya pemerintahan, LSM, swasta, perguruan
tinggi, dan masyarakat. Di setiap negara, tidak hanya negara miskin dan
berkembang tetapi juga negara maju, rumusan SDGs merupakan sumber penting
untuk menyelaraskan strategi dan kebijakan demi membuat kehidupan di muka
bumi menjadi lebih baik.
Bagi Indonesia,
rumusan SDGs dan target pencapaian dapat menjadi salah satu rujukan dalam
penyusunan rencana pembangunan nasional. Selain tentunya amanat dari
konstitusi dan janji politik selama kampanye capres, SDGs merupakan referensi
dalam penyusunan baik RPJMN maupun rencana kerja pemerintah (RKP) tahunan
hingga pelaksanaannya. Rencana Aksi Daerah (RAD) di tiap provinsi perlu
disusun agar perencanaan dan implementasi menjadi lebih fokus sesuai dengan
tantangan daerah masing-masing.
Kita dapat melakukan
penahapan dari target SDGs sesuai dengan siklus penyusunan RPJMN lima tahunan
2015-2020, 2020-2025, dan 2025-2030. Melalui penahapan ini, kita dapat
menyesuaikan dengan kondisi nasional baik skala prioritas, penganggaran
maupun penataan serta kerja sama kelembagaan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar