Selasa, 23 Juni 2015

Konsistensi Nawacita pada RAPBN 2016

Konsistensi Nawacita pada RAPBN 2016

Mukhamad Misbakhun  ;   Anggota Komisi XI DPR
JAWA POS, 22 Juni 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

JELANG pertengahan 2015, kondisi perekonomian nasional di bawah kendali kepemimpinan Jokowi-JK semakin dinamis. Meski beberapa target dalam APBNP 2015 belum tercapai, realisasi pencapaian pada kuartal I hingga menjelang kuartal II 2015 masih berada dalam batas kewajaran. Hal itu tidak terlepas dari kondisi eksternal perekonomian dunia.

Konstelasi itulah yang menjadi referensi dalam pengajuan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2016. Pemerintah mencatat beberapa situasi penting dalam KEM-PPKF 2016. Pertama, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2015 yang hanya mencapai 4,7 persen. Kedua, tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Ketiga, harga komoditas internasional yang masih rendah.

Keempat, penyerapan belanja yang masih rendah. Kelima, pengaruh perkembangan ekonomi 2015 bagi kinerja ekonomi 2016. Keenam, ketidakpastian ekonomi. Ketujuh, pertumbuhan ekonomi 2016 yang diperkirakan lebih rendah daripada target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 yang ratarata sebesar 7 persen. 

Visi Pembangunan

Sejak awal, pemerintahan JokowiJK mengundang ekspektasi ekonomi yang tinggi. Kepercayaan publik yang mengantarkan keduanya ke pucuk kekuasaanseakanmenegaskanbahwa Jokowi-JK mampu mengakselerasi cita-cita kesejahteraan. Harapan terakomodasi dalam visi pembangunan 2015–2019tentangupayamewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandas gotong royong. Visi tersebut kemudian terurai dalam 9 agenda prioritas (Nawacita).

Berdasar landasan tersebut, pemerintah menyikapi situasi ekonomi 2016 dengan penuh optimisme. Sikap itu didasarkan pada capaian-capaian target 2015 yang masih berada pada level yang wajar. Sejatinya pertumbuhan ekonomi mampu menghampiri target 5,7 persen dalam APBNP 2015. Pemerintah meyakini bahwa perekonomian pada 2016 akan menunjukkan perbaikan dengan target pertumbuhan 5,8 hingga 6,2 persen. Optimisme juga tampak dalam perubahan-perubahan asumsi dasar makro dari APBNP 2015. Target pertumbuhan 5,7 persen dalam APBNP meningkat menjadi 5,8–6,2 persen dalam RAPBN 2016. 

Pemerintah juga berupaya menekan capaian inflasi dari target 5,0 dalam APBNP 2015 menjadi 3,0–5,0 dalam APBN 2016. Nilai tukar rupiah yang terus bergejolak juga memperoleh respons signifikan. Target Rp 12.500 yang melesat ke Rp 13.211 per USD menjadi pelajaran berharga dengan mematok Rp 12.800–Rp 13.200 per USD. Sementara itu, suku bunga SPN tiga bulan ditetapkan rendah, dari 6,2 persen dalam APBNP 2015 menjadi 4,0–6,0 persen.

Meski demikian, di balik optimisme, pemerintahan Jokowi-JK masih dihadapkan pada tantangan angka kemiskinan dan tingkat pengangguran yang masih signifikan.

KEM-PPKF 2016 menyajikan kebijakan dengan memprioritaskan dimensi pembangunan sektor unggulan, infrastruktur (kesempatan kerja), investasi baru di kawasan ekonomi khusus, program APBN yang ditujukan pada penciptaan kesempatan kerja dan perlindungan sosial, serta program afirmatif bagi penanggulangan kemiskinan. Mengejar Pertumbuhan

Pertumbuhan ekonomi nasional pada 2015 mengalami tantangan signifikan dari pemulihan ekonomi global yang tidak merata. Tantangan tersebut menjadi bahan proyeksi bagi kondisi ekonomi pada 2016. Pertumbuhan yang masih berada di bawah target diperkirakan membaik seiring dengan perbaikan stabilitas ekonomi serta pengendalian inflasi. Laju pertumbuhan itu sejalan dengan upaya penurunan angka kemiskinan dan tingkat pengangguran. Termasuk juga peningkatan ruang fiskal, peningkatan pendapatan, serta percepatan pembangunan infrastruktur.

Dengan demikian, asumsi yang terungkap dalam RAPBN 2016 menampakkan wajah sesungguhnya Nawacita. Perspektif fiskal mengintroduksi asumsi tersebut dengan mengedepankan tema penguatan pengelolaan fiskal dalam rangka memperkukuh fundamen pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

Atas dasar asumsi tersebut, diperlukan tiga strategi penting. Pertama, stimulus. Strategi itu dilakukan dengan meningkatkan pendapatan, kualitas belanja (infrastruktur dan daya saing), serta pembiayaan. Kedua, daya tahan. 

Pemerintah perlu memperkuat bantalan fiskal ( fiscal buffer), meningkatkan fleksibilitas, dan mengendalikan kerentanan fiskal. Ketiga, sustainabilitas. Laju perekonomian membutuhkan kesinambungan upaya yang dijalankan sesuai arah kebijakan.

Secara umum, agenda Nawacita mengarah ke pencapaian target pertumbuhan ekonomi. Tiga strategi itu menjadi dasar tentang pengelolaan kebijakan fiskal yang mendukung target realisasi.

Selain percepatan, strategi diarahkan untuk memperkuat daya tahan fiskal. Hal itu berorientasi pada upaya penguatan kemampuan bertahan untuk mendukung pencapaian target pembangunan di tengah tekanan fiskal yang relatif kuat. Di samping itu, diperlukan juga kesinambungan fiskal yang diorientasikan pada upaya mendorong APBN agar lebih produktif untuk meningkatkan kapasitas perekonomian dengan tetap mengendalikan risiko dan menjaga keberlanjutan fiskal.

Berkaca pada KEM-PPKF 2016, pemerintahan Jokowi-JK tetap menjaga prinsip-prinsip Nawacita yang menginspirasi rancangan kebijakan ekonomi makro. APBN 2016 akan memiliki nilai tersendiri, mengingat APBN tersebut akan lahir dari karakteristik murni pemerintahan Jokowi-JK. Pada gilirannya, 2016 akan menjadi tahun pembuktian karakter ekonomi Nawacita yang sejatinya bukan sekadar retorika melebihi bukti nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar