Senin, 15 September 2014

Narasi Kecil dari Intel Jepang

Narasi Kecil dari Intel Jepang

Ilham Khoiri  ;   Wartawan Kompas
KOMPAS, 14 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

NARASI besar sejarah penjajahan Jepang selama 3,5 tahun di Indonesia hampir selalu dituturkan dengan pahit. Namun, jika ditelisik, bisa saja ditemukan narasi kecil yang menggugah.

Membicarakan soal ini, mungkin kita langsung teringat pada Laksamana Muda Tadashi Maeda, pemimpin Kaigun Bukanfu, kantor penghubung Angkatan Laut Jepang, di Jakarta. Dia menyediakan rumahnya di Menteng, Jakarta, untuk merumuskan naskah proklamasi kemerdekaan pada Kamis, 16 Agustus 1945. Berkat perannya, para tokoh bangsa, seperti Soekarno dan Hatta, dapat berunding dengan aman hingga akhirnya melahirkan teks deklarasi kemerdekaan sebagaimana kita kenal sampai sekarang.

Tokoh lain yang juga punya peran unik, meski mungkin kurang dikenal luas, adalah Tomegoro Yoshizumi, perwira Kepala Intelijen Kaigun Bukanfu yang dipimpin Maeda.

Bersama Maeda dan tangan kanannya, Shigetada Nishijima, Yoshizumi menyaksikan dan menemani para tokoh bangsa di rumah Maeda yang berjibaku merumuskan naskah proklamasi. Dia juga membantu melakukan lobi-lobi agar tidak terjadi konfrontasi antara para pemuda revolusioner dan Angkatan Darat Jepang saat pembacaan teks proklamasi di rumah Bung Karno di Jakarta, 17 Agustus 1945.

Yozhisumi juga bersahabat dengan tokoh penting pergerakan Indonesia, Tan Malaka, yang kemudian ”membaiat” perwira Jepang itu menjadi orang Indonesia dengan nama Arif. Setelah kemerdekaan, Yozhisumi mengorganisasi bekas serdadu Jepang dalam satuan tempur bernama Pasukan Gerilya Istimewa untuk membela Indonesia dari agresi militer Belanda. Tokoh ini gugur saat gerilya di Blitar, Jawa Timur, Agustus 1948, dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Blitar.

Dalam diskusi dan peluncuran buku Jejak Intel Jepang: Kisah Pembelotan Tomegoro Yoshizumi di Universitas Bung Karno, Jakarta, Sabtu (13/9), Pemimpin Redaksi Majalah Historia Bonnie Triyana menilai, kisah Yoshizumi membuka fakta kecil dari sejarah besar pendudukan Jepang di Tanah Air. Darinya didapat gambaran sejarah yang tidak melulu hitam-putih.

Pakar sejarah Indonesia dan Guru Besar Universitas Kuio, Jepang, Aiko Kurasawa, menuturkan, Jepang memang mengusir negara-negara kolonial dari Eropa di beberapa negara Asia, termasuk di Indonesia. Namun, setelah itu, justru Jepang-lah yang menjajah Indonesia.

”Jepang sebagai negara tidak membantu kemerdekaan Indonesia. Namun, ada beberapa orang yang secara pribadi memperlihatkan simpati pada gerakan kemerdekaan Indonesia. Yoshizumi contoh tentara Jepang yang bersimpati pada gerakan kemerdekaan Indonesia, bahkan ikut melibatkan diri dalam usaha kemerdekaan,” kata Kurasawa.

Sejarawan Belanda yang mendalami Tan Malaka, Harry A Poeze, memberikan pengantar menarik di buku karya Wenri Wanhar itu. Menurut dia, kisah Yoshizumi amat berharga karena memecahkan misteri sejarah kemerdekaan, terutama pada bulan-bulan terakhir pendudukan Jepang di Indonesia.

Diceritakan bagaimana beberapa perwira Jepang ikut berdiskusi dengan para tokoh kemerdekaan untuk memilih kata yang tepat dalam teks proklamasi agar tidak menimbulkan benturan dengan tentara Angkatan Darat Jepang sekaligus menjamin netralitas mereka. Lalu muncullah ”hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain...” dalam teks proklamasi.

Tentu perdebatan soal ini bisa diperpanjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar