Rabu, 17 September 2014

Meng-“online”-kan Anggaran Sekolah

Meng-“online”-kan Anggaran Sekolah

Dedi H Purwadi  ;   Fasilitator Pelatihan Jurnalisme
di Lembaga Penelitian Pendidikan Penerbitan Yogya (LP3Y) Yogyakarta
KOMPAS, 16 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

BELUM lama ini istri saya menghadiri pertemuan orangtua siswa di SMA negeri, tempat anak kami belajar. Pertemuan ini membicarakan iuran untuk setahun dan jatuh tempo pelunasannya. Istri saya mengusulkan agar pihak sekolah mengunggah anggaran sekolah ke situs web SMA ini agar transparan dan aksesibel. Dengan cara ini sekolah bisa menjadi contoh bagi anak-anak untuk belajar jujur dan terbuka.

Cerita di atas relevan dengan Kurikulum 2013 yang memuat penilaian perilaku jujur anak didik. Sebagai komunitas yang bertugas membangun karakter, menjadi contoh berperilaku jujur adalah keniscayaan bagi sekolah. Salah satu wujud perilaku jujur sekolah yang bisa menguatkan penanaman nilai kejujuran kepada anak didik adalah keterbukaan dalam pengelolaan anggaran sekolah.

Tidak bisa dimungkiri bahwa sebagian pengelola sekolah menganggap soal anggaran merupakan hal sensitif, sehingga hanya untuk kalangan terbatas. Jika kejujuran sudah menjadi nilai yang dijunjung tinggi, sekolah tidak perlu lagi repot merahasiakan anggaran sekolah.

Wajib diumumkan

Ada dua hal mendasar yang penting diketahui oleh para pengelola sekolah tentang anggaran sekolah.

Pertama, anggaran sekolah—dalam bentuk Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS), Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS), serta Laporan Realisasi Anggaran dan catatan kebijakan terkait anggaran—sesungguhnya merupakan informasi publik.

Kedua, anggaran sekolah merupakan informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala sekaligus tersedia setiap saat (Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Bab IV). ”Informasi Publik berupa anggaran sekolah tidak termasuk dalam kategori Informasi Yang Dikecualikan” (Pasal 17 UU No 14/2008).

Dengan dasar itu, tak ada alasan bagi sekolah untuk tidak memublikasikan anggaran sekolah. Di sisi lain, pemenuhan atas kewajiban menyediakan dan mengumumkan anggaran sekolah bisa menunjukkan kesiapan sekolah mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan baik (clean and good governance).

Dengan keterbukaan anggaran, publik khususnya orangtua siswa bisa memeriksa dan menguji dari mana, untuk apa, dan dengan cara bagaimana dana sekolah digunakan, termasuk memeriksa apakah anggaran benar digunakan seperti diajukan atau digunakan untuk kepentingan lain.

Anggaran ”online”

Saat ini, ketika makin banyak sekolah yang memiliki situs web, semestinya situs web menjadi salah satu media pendukung mewujudkan keterbukaan anggaran sekolah.

Namun, dari penelusuran ke situs web sekolah-sekolah terkemuka di Jakarta, Bandung, Bogor, Yogyakarta, Surabaya, dan Denpasar, tidak ada data ketika di kolom pencari diketik kata kunci ”anggaran”, ”RAPBS”, ”APBS”, dan ”laporan keuangan sekolah”. Bahkan, ada situs web sekolah yang menolak permintaan itu: ”You don’t have permission to access!”

Dua tahun lalu, kalimat penolakan seperti itu pernah muncul di situs web salah satu pemerintah kota, saat penulis mengetikkan kata APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Kini, situs web tersebut langsung menampilkan file pdf APBD.

Ada sejumlah situs web sekolah yang memuat content anggaran sekolah, yaitu milik beberapa SMA dan SMP di Semarang, Makassar, dan Palangkaraya. Namun, sekolah ini rupanya merupakan pilot project Transparansi Internasional Indonesia.

Meng-online-kan anggaran sekolah memang bukan keharusan, sebab yang diwajibkan UU adalah menyediakan dan mengumumkannya. Meski demikian, ketika sekolah sudah mempunyai situs web, meng-online-kan anggaran sekolah bisa menjadi salah satu ukuran keterbukaan dan kejujuran sekolah.

Sekolah yang ”bersih” tidak takut kepada siapa pun yang akan melihat, memeriksa, dan menilai isi perutnya, yaitu anggaran. Inilah perilaku yang bisa diteladankan kepada anak didik dalam menanamkan nilai kejujuran.

Peran media

Sebagai institusi penyebar luas informasi yang dijamin UU, media pers berhak sekaligus mempunyai kewajiban imperatif menginformasikan bahwa anggaran sekolah adalah informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan.

Media pers, dalam berita-beritanya, bisa dan boleh selalu menekankan bahwa meng-online-kan anggaran selain memenuhi kewajiban sekolah sebagai badan publik, juga memenuhi hak publik atas informasi sebagai hak asasi (right to know).
Kisah-kisah sekolah yang telah menerapkan keterbukaan informasi (terutama anggaran) juga bisa menjadi salah satu pilihan reportase yang bisa mendorong sekolah-sekolah lain menerapkan hal serupa.

Media pers berhak dan bertanggung jawab mengingatkan masyarakat, terutama para orangtua siswa, bahwa mereka berhak mengetahui dari mana sumber dana sekolah anak mereka, seberapa besar dana itu, dan digunakan untuk apa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar