Rabu, 03 September 2014

Membangun Perekonomian Berbasis Iptek

Membangun Perekonomian Berbasis Iptek

Hendra Gunawan  ;   FMIPA ITB
KOMPAS, 03 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

DI tengah hiruk-pikuk Pemilu Presiden 2014, ada berita menggembirakan: perekonomian Indonesia berhasil masuk 10 besar dunia (Kompas, 3 Mei 2014).
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan pun menyatakan bahwa Indonesia kini sejajar dengan negara-negara lain yang tergolong maju, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, India, Jepang, Jerman, Rusia, Brasil, Perancis, dan Inggris.

Produk domestik bruto (PDB) Indonesia saat ini memang mencapai angka fantastis, sekitar Rp 10.000 triliun. Namun, jika dibagi dengan jumlah penduduk Indonesia, PDB per kapita sekitar Rp 45 juta. Dengan angka ini, Indonesia berada di urutan ke-125, jauh di bawah Malaysia, Suriname, bahkan Namibia.

Ada dua hal yang penting dicatat terkait dengan isu ini. Pertama, tanah air Indonesia memang kaya dengan sumber daya alam, dan dari situ PDB yang besar kita raup. Namun, jumlah penduduk kita juga besar sehingga PDB yang besar tadi belum memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara umum.

Kedua, untuk mendongkrak PDB per kapita, kita tidak dapat seterusnya mengandalkan kekayaan sumber daya alam Indonesia. Suatu terobosan perlu digagas untuk perekonomian Indonesia ke depan.

Apabila selama ini kita terpaku pada peran pemerintah dan para pelaku usaha dalam meningkatkan perekonomian Indonesia, salah satu terobosan yang perlu dilakukan adalah memperkuat elemen ketiga, yaitu perguruan tinggi (PT) serta lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan (litbang).

Negara-negara maju, seperti Inggris dan Jepang, membangun perekonomiannya tidak di atas sumber daya alam, tetapi berbasis dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Di sinilah PT dan lembaga litbang berperan penting. Itu sebabnya, mengapa PDB per kapita masih rendah, yaitu perekonomian kita belum diwarnai dengan kemajuan iptek yang kita kembangkan sendiri.

Pilpres 2014 telah berlalu. Apakah kita lalu dapat berharap kepada pemerintah baru yang akan dipimpin Joko Widodo-Jusuf Kalla kelak? Mari kita tengok apa yang dijanjikan Jokowi-JK.

Janji Jokowi-JK

Merujuk Pembukaan UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, guna mewujudkan negara yang berdaulat, adil, dan makmur, Jokowi-JK hendak mengatasi problem pokok bangsa, yaitu merosotnya kewibawaan negara, melemahnya sendi-sendi perekonomian, dan merebaknya intoleransi serta krisis kepribadian bangsa. Jokowi-JK kemudian mencanangkan visi Trisakti, yaitu ”terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong”.

Walau perekonomian kita membaik dari waktu ke waktu, Jokowi-JK menyadari ada ketergantungan Indonesia dalam hal pangan, energi, keuangan, dan teknologi. Negara selama ini dinilai tidak mampu memanfaatkan kandungan kekayaan alam yang sangat besar bagi kesejahteraan rakyatnya.

Pada era globalisasi dan perdagangan bebas ini, Jokowi-JK berpandangan bahwa kemandirian suatu bangsa bergantung pada kualitas SDM yang dimilikinya. Dalam misinya, Jokowi-JK mencantumkan dua agenda, yaitu ”mewujudkan masyarakat maju” dan ”mewujudkan bangsa yang berdaya-saing”.

Untuk meningkatkan daya saing bangsa, penting dicatat janji Jokowi-JK untuk meningkatkan anggaran riset guna mendorong inovasi teknologi. Pasangan ini juga menjanjikan adanya penguatan teknologi melalui kebijakan penciptaan sistem inovasi nasional, yakni kerja sama swasta-pemerintah-perguruan tinggi.

Selebihnya, Jokowi-JK mengemukakan sejumlah program berkenaan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Untuk pendidikan tinggi, pasangan ini berjanji ”akan memberikan perhatian yang tinggi terhadap pendidikan yang berbasiskan peningkatan iptek”.

Disadari atau tidak, setelah 69 tahun mengenyam kemerdekaan, kita hanya mengekor, bahkan menjalankan agenda bangsa lain. Sumber daya alam yang melimpah, di satu sisi, menjadi sumber nafkah kita, tetapi di sisi lain sebetulnya telah kita eksploitasi untuk memenuhi kebutuhan negara lain. Pembangunan terjadi, tetapi pembangunan menuju bangsa yang maju dan sejahtera belum terwujud.

Jokowi-JK melihat masalah ini, termasuk pentingnya penguasaan iptek dalam meningkatkan daya saing bangsa. Walau masih bersifat normatif, rencana dan program Jokowi-JK untuk membangun perekonomian berbasis iptek cukup menjanjikan.

Harapan kita

Terkait pengembangan iptek, upaya peningkatan anggaran riset, baik pada PT maupun lembaga litbang, yang selama ini di bawah 0,1 persen dari PDB, sangat dinantikan dan jauh lebih penting daripada rencana memisahkan pengelolaan PT dari Kemendikbud serta menyatukannya dengan Kemenristek. Becermin pada negara lain yang mengalokasikan anggaran 1-3 persen PDB untuk riset, kita sangat berharap pemerintah yang akan datang bisa meningkatkan anggaran riset dari 0,08 persen menjadi setidaknya 1 persen dari PDB.

Peningkatan kualitas fasilitas PT pun perlu diperhatikan. Namun, di tahap awal, anggaran juga diperlukan untuk peningkatan kualifikasi dosen dan tenaga peneliti serta perekrutan tenaga baru yang berkualitas, baik di PT maupun lembaga litbang yang ada. Saat ini, jumlah doktor dan tenaga ahli yang kita punyai di negara sebesar Indonesia masih jauh dari massa kritis. Padahal, massa kritis itu diperlukan jika Jokowi-JK benar-benar ingin membangun suatu sistem inovasi nasional, di mana insan PT dan litbang memainkan peran yang sentral.
Di era iptek ini, visi untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan berdaulat akan menjadi mimpi yang indah, tetapi hampir mustahil terwujud tanpa ditopang penguasaan dan pengembangan iptek modern.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar