Format
Juru Bicara Pemerintah
Abdul Salam Taba ;
Pemerhati
Teknologi Informasi dan Komunikasi
|
KORAN
TEMPO, 18 September 2014
Gagasan
Asvi Warman Adam agar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo)
menjadi juru bicara pemerintah (Koran
Tempo, 8 Agustus 2014) menarik dicermati. Sebab, setelah diberangus Gus
Dur, belum ada kementerian/lembaga yang piawai dan bisa menjembatani
komunikasi serta informasi program pemerintah dengan rakyat selayaknya
Departemen Penerangan pada masa Orde Baru.
Tepatkah
penugasan Kemkominfo sebagai juru bicara pemerintah sekaligus pembina dan
regulator dalam bidang pos, teknologi informasi, serta komunikasi (TIK)?
Secara fungsional, keberadaan lembaga yang bisa mensosialisasi program kerja
pemerintah secara tepat sehingga mudah diterima masyarakat memang diperlukan.
Namun
tak harus dibentuk direktorat jenderal baru sebagaimana diusulkan Asvi.
Sebab, sudah ada Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Ditjen
IKP), yang selama ini bertugas mensosialisasi program kementerian/lembaga,
khususnya di Kemkominfo. Yang perlu dilakukan hanya memaksimalkan fungsi dan
merevitalisasi kemampuan pegawai Ditjen IKP agar program kerja Jokowi-JK bisa
disosialisasi secara lebih kreatif, modern, dan demokratis.
Masalahnya,
format tersebut tidak mengakomodasi harapan serta tuntutan praktisi dan
asosiasi industri TIK, termasuk netizen, yang banyak berkontribusi
memenangkan Jokowi-JK. Mereka berharap Kemkominfo berperan sebagai regulator
teknis mandiri dan melepas fungsi kehumasannya kepada Sekretariat Negara (Detik.com, 23 Agustus 2014).
Secara
praktis, tuntutan tersebut logis. Sebab, tanpa fungsi kehumasan, Kemkominfo
bisa fokus mengatur dan membangun infrastruktur TIK tanpa terbebani
kepentingan lain (politik), misalnya.Hal tersebut mempercepat terwujudnya
broadband economy dan masyarakat berbasis informasi (knowledge-based
society), yang berdampak meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing
Indonesia, baik secara regional maupun global.
Selain
itu, perkembangan industri TIK akan terdorong secara nasional. Sebab,
pengelolaansektor TIK, dengan segala model bisnis dan layanan yang mengikuti
serta regulasinya, lebih terarah dan akomodatif terhadap kemajuan teknologi
dan menjamin kepastian berusaha. Akibatnya, operator terpacu untuk memperluas
jaringan dan meningkatkan kualitas layanannya dengan tarif terjangkau.
Selain
itu, untuk meningkatkan kinerja dan menghindari timbulnya intervensi politik,
Kemkominfo sebaiknya tidak lagi berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator
Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia, melainkan dengan Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian.
Dari
paparan singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemerintah Jokowi-JK
dalam membentuk kementerian TIK tersendiri serta memaksimalkan potensi
pegawai hasil penggabungan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi
Publik dengan Kementerian Sekretariat Negara akan berimplikasi ganda. Selain
meningkatkan kinerja dan mempercepat realisasi program kerja utama Jokowi-JK,
seperti Indonesia Sehat dan Indonesia Cerdas, serta menciptakan tata kelola
pemerintahan yang baik dan berupaya memberantas korupsi berbasis TIK (by system), rencana di atas memastikan
adanya lembaga kehumasan yang kuat dan berkemampuan dalam menjembatani
komunikasi serta informasi program pemerintah kepada segenap lapisan
masyarakat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar