Kamis, 17 Juli 2014

Spirit Membaca dan Agenda Pencerahan Bangsa

Spirit Membaca dan Agenda Pencerahan Bangsa

Muhammadun  ;   Analis Studi Politik
pada Program Pascasarjana UIN Yogyakarta
MEDIA INDONESIA,  16 Juli 2014
                                                


MOMENTUM peringatan turunnya Alquran pada 17 Ramadan yang jatuh pada 15 Juli adalah refleksi tentang sebuah peradaban yang dibangun dari kata iqro' (bacalah!). Itulah kata pertama kali ayat Alquran yang diturunkan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad. Sebuah kata yang filosofis dan sangat mendalam, yang merupakan simbol bahwa Islam merupakan agama yang sangat peduli akan pentingnya menumbuhkan masyarakat yang maju dalam pengetahuan. Islam merupakan agama pendidikan. Agama yang sangat menganjurkan umatnya agar selalu memahami segala fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Menurut M Quraisy Shihab (1992), ayat yang menggunakan kata qoro'a memiliki beberapa arti yang luar biasa. Pertama, jika diamati, objek membaca pada kata qoro'a terkadang menyangkut suatu bacaan yang bersumber dari Tuhan, dan kadang objeknya juga suatu kitab karya manusia.

Kedua, kata qoro'a tidaklah sama dengan kata tilawah. Kalau tilawah hanya membaca hal yang sakral, tetapi qoro'a meliputi bacaan yang multidimensional. Ketiga, bahwa suatu kata dalam susunan redaksi yang tidak disebutkan objeknya, maka objeknya bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang dijangkau kata tersebut.

Kata iqro' dalam ayat pertama yang turun kepada Nabi tidak dibarengi dengan objek. Maka, kata iqro' di sini berarti membaca, menelaah, menganalisis, dan karena objeknya umum, objeknya mencakup segala yang terjangkau baik dalam kitab bersumber dari Tuhan maupun tidak, baik ayat yang tertulis maupun yang tidak tertulis, sehingga mencakup telaah alam raya, masyarakat dan diri sendiri, Alquran, majalah, koran, dan sebagainya.

Tendensi di atas membuktikan Islam sebagai agama ilmu pengetahuan yang sangat peka akan pentingnya sumber daya manusia. Maka, untuk mengantarkan masyarakat yang educated, Alquran mengindikasikan dengan iqro' tadi. Yang bila kita cermati dalam bahasa sekarang, berarti manusia itu makhluk membaca. Kalau tokoh dan para pemikir dunia hanya mengatakan manusia sebagai makhluk sosial, makhluk politik, dan sebagainya, bahasa Alquran lebih halus dan mengena dengan bahasa `makhluk membaca', bahwa peradaban akan maju bila sumber daya manusianya menguasai berbagai kajian baik teknologi maupun politik. Kuncinya cuma satu; membaca.

Membaca, jendela dunia

Dunia membaca merupakan dunia yang asyik sekali. Membaca akan mengantarkan kita menghadapi sebuah adegan yang terbentang dan menantang. Mengapa? Karena membaca akan mengantarkan kita menyelami kehidupan yang luar biasa, yakni berdialog dengan berbagai isu kontemporer dunia. Bahkan Anwar Ibrahim pernah mengatakan bahwa membaca merupakan sarana yang paling praktis dalam mendialogkan arti kehidupan sebenarnya.

Dunia membaca malah merupakan langkah paling praktis menuju tangga masyarakat yang mampu bersaing secara global. Apalagi sekarang ini dunia dalam wacana informasi. Dunia informasi sekarang ini sangat membutuhkan kekuatan nilai dan nuansa membaca dari berbagai eleman masyarakat, khususnya para generasi muda (pelajar). Bangsa yang kuat membaca dan menganalisis akan mampu menguasai dan memimpin dunia.

Secara realistis dunia membuktikan bahwa Jepang yang hancur berkeping-keping ketika dibom atom Amerika Serikat dan Sekutunya, dengan semangat membaca dan mempelajari teknologi dunia, sekarang mampu bangkit dan bahkan mampu menyejajarkan dirinya dengan negara-negara maju lain. Bahkan, teknologi yang mereka hasilkan mampu mendobrak pasaran dunia.

Para pemikir kritis seperti Gus Dur, Cak Nur, dan Cak Nun tidak diragukan lagi kekuatan membacanya. Bahkan, Gus Dur sendiri merupakan pribadi yang kutu buku, yang terbukti dapat menyelesaikan buku-buku sosial dan bahasa secara cepat ketika masih sekolah dan kuliah. Orang-orang yang mampu kutu buku merasa bahwa membaca merupakan kelezatan yang tiada duanya. Semakin membaca semakin lezat pula rasanya. Tidaklah mengherankan kalau tokoh-tokoh tersebut sekarang menjadi pemimpin yang diidolakan masyarakat.

Inilah bukti bahwa daya saing membaca yang dimiliki bangsa akan sangat mencerminkan kekuatan sumber daya manusia yang diharapkan. Dan kita sebagai bangsa Indonesia harus mengakui dan menyadari akan kurangnya minat membaca di kalangan generasi sekarang. Kualitas berbagai lulusan sarjana universitas bergengsi dalam negeri pun masih sangat minim kualitasnya bila dihadapkan pada realitas sosial masyarakat. Mereka gagap dan takut menghadapi problem yang sebenarnya terjadi di luar kampus. Mengapa demikian, karena kemampuan membaca situasi dan kondisi mereka sangat lemah sekali. Mereka hanya mengandalkan bacaan-bacaan formal kurikulum kampus saja, tanpa mau menganalisis diskursus-diskursus kontemporer dewasa ini.

Agenda pencerahan

Demikian juga yang ada di dunia pendidikan kita. Ini juga karena guru masih terpaku dengan kurikulum saja, curriculum oriented, atau bahkan guru juga sangat minim menganalisis masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat. Demikian juga sistem birokrasi pemerintahan, yang hanya mengandalkan nilai-nilai formal. Ijazah formal adalah segala-galanya dalam menggapai kesuksesan, sehingga iklim ini juga mendoktrin orangtua yang takut anak mereka tidak mempunyai ijazah formal, yang pada akhirnya masa depan mereka suram. Untuk itulah kita harus mengerti makna membaca dan menghayati pendidikan dewasa ini agar tujuan yang diimpikan dapat terealisasikan.

Sebagai refleksi, bangunnya bangsa Eropa dalam menggapai zaman keemasan sekarang ini tidak lain karena kemampuan membaca mereka yang tinggi dan luar biasa. Kebangkitan ilmu pengetahuan mereka pada abad ke-17 yang dikenal dengan renaissance merupakan babak baru bangsa Eropa yang educated dan maju SDM-nya dalam segala bidang kehidupan.

Bila ingin maju dan bangkit seperti Eropa (renaissance), kita harus mampu membangkitkan motivasi dalam membaca, membaca, dan membaca. Membaca inilah yang akan mengantarkan SDM bangsa secara gemilang, dan SDM yang gemilang inilah yang kita tunggu-tunggu untuk memimpin bangsa ini ke depan sehingga bangsa yang gemah ripah loh jinawi ini mampu bangkit. Pembacaan kritis yang dilakukan para pemimpin bangsa ini diharapkan akan menjadi starting point bangsa ini dalam mengembalikan kedamaian, keteraturan, dan kesejahteraan masyarakat. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar