Rabu, 16 Juli 2014

Sesat Pikir Quick Count

                                           Sesat Pikir Quick Count

Khairil Anwar Notodiputro  ;   Guru Besar Statistika IPB,
Ketua Kelompok Peneliti Survey Research Methodology
REPUBLIKA,  14 Juli 2014
                                                


Pemilihan presiden (pilpres)telah usai dilaksanakan dengan menyisakan permasalahan terhadap kepastian pemenang. Penyebab dasarnya adalah adanya hasil quick count (QC) yang berbeda di antara lembaga survei. Pertanyaannya, mahluk apakah QC tersebut? Bagaimana kita harus memahami QC agar tidak terjadi sesat pikir? Peristiwa pilpres ini adalah momentum penting dalam mengubah wajah Indonesia.

Kontroversi yang timbul dari perbedaan hasil QC jika dibiarkan dapat memicu konflik horizontal yang merugikan masyarakat luas. Menyikapi kondisi tersebut maka Kelompok Peneliti Survey Research Methodology, Departemen Statistika IPB, menyatakan keprihatinan dan berharap agar semua pihak dapat menahan diri. Diharapkan agar masyarakat dapat menyikapi perbedaan hasil QC dengan beberapa perspektif berikut ini.

Pertama, QC berada pada ranah ilmiah, sehingga pelaksanaannya harus mengedepankan nilai-nilai etika, integritas, objektivitas, dan kebenaran. QC bertujuan untuk menduga persentase perolehan suara dalam pemilihan umum (pileg/pilpres/pilkada). Hasil dugaannya bisa berbeda-beda antar-survei, serta kecil kemungkinannya untuk tepat sama dengan hasil perhitungan KPU. QC dengan hasil selisih perolehan suara yang lebih kecil atau sama dengan dua kali sembir galat (margin of error) tidak akan mampu membedakan antara pihak yang menang dan yang kalah.

Kedua, QC merupakan bentuk khusus dari survei (sample survey) dengan tujuan untuk menduga (to estimate) parameter populasi, yaitu persentase perolehan suara secara keseluruhan. Parameter itu belum diketahui sampai saatnya nanti diumumkan oleh KPU. Ketiga, karena QC itu merupakan survei, maka agar hasil QC itu bisa dipercaya harus memenuhi dua prinsip utama, yaitu contoh (sample) harus representatif dan jumlahnya cukup.

Keempat, hasil dari QC merupakan dugaan terhadap perolehan suara yang sesungguhnya (true value) dari peserta pemilu. Karena hasil QC adalah dugaan, maka sudah pasti ada kesalahan di dalamnya, yang disebut sebagai galat (error), sehingga kecil kemungkinan hasil QC akan tepat sama dengan hasil penghitungan KPU. Kelima, sebagai suatu survei, maka QC tunduk pada sifat-sifat survei yaitu mengandung galat percontohan (sampling error) dan galat bukan percontohan (non-sampling error); semakin besar ukuran contoh, semakin kecil galat percontohannya; hasil dari satu survei ke survei yang lain hampir pasti berbeda; berpotensi mengandung bias jika salah merancang pengambilan contohnya dan jika terdapat banyak TPS yang tidak berhasil dikumpulkan datanya.

Keenam, QC memiliki "dadu bersisi tiga" yang masing masing sisinya mencerminkan ukuran contoh, tingkat kepercayaan, dan sembir galat. Ketiga sisi ini tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Jika ukuran contoh membesar, maka tingkat kepercayaan kita terhadap hasil QC meningkat karena sembir galatnya mengecil.

Ketujuh, apabila selisih perolehan suara dari suatu QC lebih kecil atau sama dengan dua kali sembir galat, maka hasil dari QC itu tidak akan mampu mem bedakan mana yang menang dan mana yang kalah, atau bersifat inkonklusif. Hasil yang inkonklusif ini tidak dapat dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa QC tersebut salah. Kesembilan, QC jika dirancang dengan baik dan dilaksanakan dengan benar akan memberikan hasil yang memuaskan da - lam arti ketepatannya dan ketelitiannya dapat diukur.

Lalu bagaimana cara menyikapi perbedaan hasil QC oleh beberapa lembaga survei yang menghebohkan itu? Pilpres yang telah berjalan dengan lancar dan aman seharusnya tidak dicederai oleh perbedaan hasil QC karena berpotensi merusak wajah demokrasi yang sedang dibangun oleh bangsa ini. Karena itu sikap-sikap berikut penting dikedepankan oleh kita semua.

Pertama, kredibilitas dari suatu survei tidak dapat dihakimi hanya dari hasilnya, melainkan harus dinilai dari perencanaan, implementasi, sampai ke hasilnya. Kedua, penting dan mendesak untuk dilakukan audit terhadap seluruh penyelenggara QC yang mencakup sampling design, proses pengumpulan data, manajemen data, analisis dan penarikan kesimpulan, serta kualifikasi SDM dan ketersediaan perangkat pendukung untuk dapat melaksanakan QC dengan benar.
Ketiga, sebaiknya kita semua bersabar menunggu hasil KPU yang akan diumumkan tanggal 22 Juli yang akan datang. Bagi relawan dan pihak-pihak yang berada di kedua belah pihak penting untuk mengawal proses penghitungan oleh KPU untuk meminimalkan terjadinya kesalahan penghitungan suara.

Keempat, jika masih terjadi silang sengkarut pascapenghitungan langsung oleh KPU, maka sebaiknya ditempuh jalur hukum melalui Mahkamah Konstitusi.
Dalam menyikapi hasil QC, kita perlu mengedepankan cara berpikir induktif-probabilistik, bukan cara berpikir deduktif-deterministik. Pola pikir induktif-probabilistik dalam QC adalah bahwa dengan mengamati sebagian hasil TPS, kita ingin menduga hasil dari keseluruhan TPS yang dilakukan secara ca - cah lengkap oleh KPU.

Sesat pikir QC dapat terjadi karena hasil QC dipahami sebagai hasil final layaknya hasil KPU. Seharusnya QC dipandang sebagai patokan saja, dan untuk keputusan akhirnya harus didasarkan pada cacah lengkap. Ini tidak berarti bahwa kita meragukan kebenaran dan nilai penting dari teori percontohan melainkan karena kita sedang mengambil keputusan yang penting dan krusial. Kesalahan memutuskan pemenang pilpres bisa berimplikasi luas dan kompleks.

Memang tidak mudah ketika survei dilaksanakan berbarengan dengan kepentingan politik. Karena kepentingan bisa jadi mengalahkan kebenaran. Mudah-mudahan pilpres yang berlangsung di saat bulan Ramadhan bukan sebuah kebetulan, tetapi ini pertanda dari Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa kejujuran dan integritas serta ketakwaan yang tinggi menjadi landasan berpikir, berpijak, dan bersikap dari semua pihak untuk menghasilkan pemimpin yang adil dan amanah sehingga mampu membawa Indonesia ke gerbang baldatun thayyibatun wa Rabbul ghofuur. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar