Rabu, 16 Juli 2014

Quick Count Effect

                                                   Quick Count Effect

Adiwarman A Karim  ;   Peneliti di Center for Indonesian Political Studies
(CIPS) Yogyakarta
REPUBLIKA,  14 Juli 2014
                                                


Hari pertama Bursa Efek Indonesia dibuka kembali setelah pilpres yang menampilkan hasil quick count, indeks harga saham gabungan (IHSG) pada pagi hari melesat 102 poin didorong aksi beli yang sangat ramai. Bahkan, pada sesi perdagangan siang, yaitu pada saat quick count dipublikasikan, terjadi 228.947 kali transaksi dengan volume 5,335 miliar lembar saham senilai Rp 9,448 triliun.

Keriuhan di bursa pada hari itu mungkin saja menjadi rekor tertinggi sementara tahun ini. Dana asing berperan penting dalam memeriahkan bursa. Dari total transaksi Rp 15,8 triliun pada perdagangan tanggal 10 Juli itu, lebih dari separuhnya merupakan transaksi investor asing. Investor asing membeli saham senilai Rp 9,865 triliun dengan transaksi jual Rp 5,667 triliun. Dengan demikian, asing tercatat beli bersih (foreign net buy) senilai Rp 4,197 triliun.

Mengakhiri perdagangan Kamis itu, IHSG ditutup melompat 73,298 poin (1,46 persen) ke level 5.098,010. Sementara, Indeks LQ45 ditutup melesat 16,347 poin (1,89 persen) ke level 875,659. Kurs rupiah terhadap dolar AS juga menguat pada 10 Juli itu. Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menguat dari Rp 11.695 per dolar AS men jadi Rp 11.549 per dolar AS. Per akhir Juni, inflowdolar AS sudah deras mencapai 11,54 miliar dolar AS, per 10 Juli itu nilai tukar semakin menguat karena adanya inflowdolar AS lagi.

Sebagaimana "Jokowi effect" pada pertengahan Maret ketika Jokowi resmi dideklarasikan sebagai capres oleh partainya, "quick count effect" juga tidak berumur lama. Satu ha ri berikutnya, Jumat 11 Juli, pada sesi perdagangan pagi, IHSG sudah anjlok 85 poin ke level 5.013,45. Seluruh sektor bisnis mencatat penurunan nilai saham dengan laju koreksi terdalam pada sektor aneka industri.

Kurs rupiah juga langsung melemah 78 poin pada Jumat itu dari Rp 11.549 per dolar AS menjadi Rp 11.627 per dolar AS atau melemah 0,67 persen terhadap dolar AS. Fenomena ini memberikan pesan yang sangat kuat bahwa upaya mengaitkan kejadian politik tertentu dengan kondisi ekonomi Indonesia, terutama melalui distorsi pasar di bursa efek dan di pasar devisa, tidak akan berumur lama. 

Kekuatan pasar sesungguhnya yang memang sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia akan menolak distorsi tersebut dan mengoreksinya ke supporting level yang wajar.

Upaya mengaitkan kejadian politik tertentu dengan kondisi ekonomi bukanlah hal baru. Ketika pemerintahan Orde Baru kehilangan kredibilitasnya, letter of credit dari bank-bank di Indonesia tidak lagi diterima semua pihak di luar negeri. Para kreditur di luar negeri mendesak para penerima pinjaman di dalam negeri agar segera membayar utangnya yang saat itu diperkirakan mencapai 9,8 miliar dolar AS berupa utang jangka pendek swasta yang jatuh tempo.

Akibatnya, tekanan terhadap rupiah semakin bertubi-tubi. Krisis perbankan semakin dalam, 16 bank swasta ditutup, terjadi kepanikan luar biasa nasabah menarik dananya dari perbankan.

Ketika yen Jepang mengalami depresiasi tajam pada 12 Juni 1998, tak ayal lagi kurs rupiah anjlok pada Rp 17 ribu per dolar AS pada 17 Juni 1998, titik terendah dalam sejarah rupiah. Sedangkan, IHSG terjun bebas pada level 254 pada September 1998, titik terendah dalam sejarah bursa efek. Kita sudah paham kejadian berikutnya yang berujung pada jatuhnya pemerintahan Orde Baru.

Fenomena ini memberikan pesan yang sangat kuat bahwa upaya mengaitkan kejadian politik tertentu dengan kondisi ekonomi hanya akan terjadi bila kondisi fundamental ekonomi rapuh. Ibaratkan tubuh manusia dalam keadaan lemah akan mudah terkena serangan virus dan bakteri. Sedangkan, dalam keadaan kuat, sistem kekebalan tubuh akan mampu melawan serangan tersebut.

Dari dua fenomena di atas, "Jokowi effect" dan "quick count effect" di satu sisi dan krisis ekonomi Indonesia 1998 yang berujung pada jatuhnya pemerintahan Orde Baru di sisi lain mempunyai satu kesamaan, yaitu keterkaitan ekonomi Indonesia dengan kekuatan-kekuatan ekonomi global. Sistem ekonomi Indonesia yang terbuka memberikan peluang yang sangat besar bagi kemajuan ekonomi bangsa, tapi juga menimbulkan eksposur risiko yang tidak kalah besar.

Ibarat seorang yang banyak bergaul, ia akan mempunyai ba nyak teman dan pada saat yang sama ia akan terpapar pada risiko salah pergaulan. Biasanya ada panduan ABCD dalam menghindari virus salah pergaulan. A artinya absenteeism, yaitu menghindari pergaulan sama sekali, atau dalam bahasa Arab disebut uzlah. B artinya be faithful, yaitu hanya bergaul dengan pergaulan yang baik, dalam bahasa hadisnya "bergaul dengan penjual minyak wangi dapat wanginya". C artinya cover your risk, yaitu menjadi ustaz di kampung maling atau bahasa Arabnya istiqamah. D artinya disclose your risk and manage it, yaitu menerima kenyataan bahwa pasti ada pengaruh buruk pergaulan lalu bertobat dan menggantinya dengan perbuatan baik.

Untuk sistem ekonomi Indonesia yang demikian terbuka, strategi D mungkin yang paling cocok. Melarang investor asing bermain di bursa efek, misalnya, bukanlah suatu pilihan yang cerdas. Dalam syariah, bursa terbuka bagi siapa pun investornya asalkan mematuhi rambu-rambu syariah.

Upaya distorsi harga saham seperti praktik pump and dump atau istilah Arabnya bay najasy (membeli saham untuk menaikkan harga kemudian menjualnya sekaligus untuk menjatuhkan harga), dan berbagai praktik tidak sehat lainnya harus dikikis dan dicegah.

Ketika Rasulullah SAW melihat praktik ijon kurma di Madinah sudah menjadi kebiasaan masyarakat, beliau tidak serta merta melarang sama sekali praktik ijon. Rasulullah SAW pun tidak membedakan ijon dilarang buat kaum Muslimin, boleh bagi kaum non-Muslimin yang ada di Madinah.

Tanpa membedakan siapa pelakunya, Rasulullah SAW mengatur agar ijon tetap dibolehkan asalkan empat hal pasti. Kuantitas kurma yang dijual pasti, kualitas yang dijual pasti, harganya pasti, dan waktu penyerahan kurmanya pun pasti. Ijon yang tadinya haram berubah jadi bay salam yang halal.

Ketika Ibrahim, putra Rasulullah SAW wafat pada 18 Rajab 10 Hijriyah, yang baru berusia satu tahun, terjadi gerhana matahari menyelimuti Kota Madinah. Banyak kaum Muslimin mengatakan, "Gerhana matahari ini pertanda sedihnya jagat raya akan wafatnya Ibrahim." Rasulullah SAW me negaskan, "Tak ada kaitannya gerhana matahari dengan mati atau hidupnya seseorang."

Mengait-ngaitkan suatu peristiwa dengan kejadian tertentu yang tidak ada relevansinya tidak akan membawa manfaat apa pun kecuali memang ingin menimbulkan kesan dan pesan keliru tertentu. Darrell Huff dalam bukunya yang fenomenal, How to Lie with Statistics, mengingatkan bahwa keterkaitan bukan berarti adanya sebab akibat. Sekadar, othak athik gathuk. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar