Kamis, 03 Juli 2014

RI dan Kemerdekaan Palestina

                                 RI dan Kemerdekaan Palestina

Broto Wardoyo  ;   Pengajar di Departemen Ilmu Hubungan Internasional,
Universitas Indonesia
KOMPAS,  03 Juli 2014
                                                


JOKO Widodo, dalam debat calon presiden yang kedua, secara tegas menyatakan dukungannya terhadap kemerdekaan Palestina. Sebagai langkah konkret, rencana pembukaan Kedutaan Besar RI di Ramallah menjadi agenda utama. Pernyataan tersebut menunjukkan kejelian Joko Widodo (Jokowi) dan tim suksesnya dalam mengukur dinamika politik domestik Indonesia. Pernyataan itu juga menunjukkan ketegasan sekaligus keleluasaan dalam politik luar negeri Indonesia di Timur Tengah.

Politisasi isu Palestina

Isu Palestina adalah salah satu isu internasional yang dapat menggerakkan sentimen publik Indonesia. Kedekatan Indonesia dengan Palestina dibangun dalam jalinan persaudaraan Muslim maupun Asia-Afrika. Namun, pemerintah melihat masalah Palestina dalam tataran normatif, dalam kerangka refleksi konstitusi yang mendukung setiap usaha kemerdekaan.

Ketika masalah Palestina diletakkan dalam kerangka normatif, tidak ada kepentingan pragmatis Indonesia untuk mengembangkan skema-skema penyelesaian dalam sengketa ini. Masalah Palestina diletakkan sebagai nilai ideal yang sebaiknya dicapai, bukan dalam kerangka hal yang seharusnya dilakukan.

Pilihan pemerintah membuat publik senantiasa merasa tak puas melihat kebijakan penanganan masalah Palestina. Publik senantiasa menghendaki ada upaya ”lebih” dari pemerintah meski mereka juga tidak sepenuhnya berhasil mendefinisikan apa upaya ”lebih” tersebut.

Gap membuka peluang bagi politisasi isu Palestina di Indonesia. Isu Palestina masuk dalam agenda politik domestik di Indonesia dan menjadi kartu kelompok-kelompok tertentu untuk menekan pemerintah.

Politisasi isu Palestina adalah fenomena global. Artinya, intrusi isu Palestina dalam ranah politik domestik tidak hanya berlangsung di Indonesia. Di negara-negara Arab, para pemimpin pemerintahan senantiasa memberikan janji penyelesaian masalah Palestina dalam retorika kepemimpinan mereka, mulai dari Jamal Abdul Nasser, Hafiz al-Asad, Saddam Hussein, hingga Hasan Nasrallah. Isu Palestina dijadikan konsumsi untuk meraup dukungan publik. Sebaliknya, tidak jarang sentimen kepalestinaan juga dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu di Palestina untuk mendukung internasionalisasi eksistensinya.

Selama ini, kebijakan Indonesia dalam isu Palestina sebenarnya konsisten. Sikap pro Palestina Indonesia tidak terbantahkan. Dari sejak awal bergulirnya isu ini, Indonesia, melalui berbagai wahana, menyatakan dukungannya pada kemerdekaan Palestina dan menjadikannya salah satu bahasan dalam Konferensi Asia Afrika maupun dalam peringatan 50 tahun Konferensi Asia Afrika. Melalui PBB, Indonesia juga menyatakan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina, termasuk bersuara keras dalam Dewan HAM PBB.

Namun, sekali lagi, permasalahan utamanya tidak terletak dalam konsistensi dukungan terhadap Palestina, tetapi pada kegagalan untuk menelisik kepentingan nyata Indonesia. Politisasi isu Palestina tampaknya dibaca dengan baik oleh Joko Widodo dan tim suksesnya dengan menjadikan kemerdekaan Palestina sebagai prioritas.

Kejelasan kebijakan

Langkah menempatkan isu Palestina sebagai prioritas kebijakan luar negeri Indonesia juga memberikan kejelasan dalam kebijakan Indonesia di kawasan Timteng yang selama ini tak memiliki ketegasan. Tak ada cetak biru sebagai pegangan dalam perumusan dan implementasi kebijakan kita di kawasan ini. Inkonsistensi jadi satu-satunya hal yang konsisten.

Selain konsistensi, Indonesia juga terlambat menyikapi masalah-masalah di kawasan ini, baik karena tingginya kehati-hatian maupun kegagalan dalam membaca situasi dengan baik. Kasus Irak dan Libya menunjukkan dampak yang harus ditanggung dari kelambatan respons itu.

Dalam masalah Palestina, ketegasan sikap untuk mendukung kemerdekaan Palestina akan meletakkan Indonesia pada posisi problem-solver. Artinya, Indonesia harus mulai merumuskan skema penyelesaian yang dianggap baik. Sejalan dengan sikap negara-negara lain, Indonesia mengakui solusi dua negara sebagai fondasi penyelesaian masalah ini. Indonesia menyepakati berdirinya negara Palestina dan Israel yang berdampingan secara damai. Dalam konteks ini, rumusan kesepakatan mengenai batas wilayah, status Jerusalem, dan hak pengungsi harus mulai diagendakan lebih serius, suatu hal yang dihindari Indonesia selama ini.

Perlu gerak cepat

Beberapa rekomendasi bagi penyelesaian masalah Palestina bisa mulai ditelaah. Indonesia bisa bergerak dengan beberapa rumusan yang sempat menjadi pembicaraan serius kedua pihak, tetapi gagal mendapat dukungan politik, seperti Geneva Accord maupun Clinton Parameters.

Rumusan-rumusan tersebut dipandang lebih realistis dibandingkan dengan solusi lain, bahkan jika dibandingkan dengan Deklarasi Prinsip karena penekanan pada asas kesetaraan. Ketegasan sikap Indonesia juga memberikan keleluasaan memilih skema seperti apa yang tepat bagi Palestina dan sejalan dengan kepentingan Indonesia.

Untuk dapat memberikan rumusan-rumusan tersebut, dibutuhkan keberanian mendobrak batas-batas tabu yang menghambat. Pertama, Indonesia tak perlu lagi ragu untuk membuka kontak dengan pihak Israel dalam batasan yang jelas: kami di sini dan mereka di sana.

Kontak tidak berarti identik dengan penerimaan atau pengakuan terhadap eksistensi Israel, tetapi dalam kerangka menemukan cara terbaik untuk menyelesaikan tiga isu krusial hubungan Palestina-Israel. Selama ini, Indonesia cenderung antipati mengontak Israel karena khawatir diartikan pengakuan.

Kedua, dukungan tegas terhadap Palestina juga menempatkan Indonesia dalam posisi sebagai penyeimbang dalam proses negosiasi maupun penyelesaian melalui mekanisme lain yang dipilih kedua pihak yang bertikai.

Selama ini, kritik terbesar dalam proses penyelesaian kemerdekaan Palestina adalah tidak adanya mediator yang adil. Peran mediator yang secara tradisional dimainkan oleh Amerika Serikat cenderung menambah beban Palestina di meja perundingan. Ketegasan dukungan terhadap Palestina memberikan jarak yang jelas manakala Indonesia masuk di dalam penyelesaian masalah.

Indonesia seharusnya turut serta mengupayakan kemerdekaan Palestina dengan memperjelas kebijakan luar negeri Indonesia. Sudah terlalu lama Indonesia membiarkan Palestina berjuang sendiri. Padahal, kemerdekaan Palestina berkontribusi positif pada stabilitas domestik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar