Selasa, 08 Juli 2014

Rakyat Pemimpin Rakyat

                                         Rakyat Pemimpin Rakyat

Candra Malik  ;   Pemilih
KORAN TEMPO,  07 Juli 2014
                                                


Politik konon menghalalkan segala cara. Toh tidak ada dalil hukum langit yang diterapkan untuk mengadili perebutan kekuasaan di bumi. Wajar jika politikus tidak takut dosa politik. Menabrak nalar dan rasa, mereka mainkan isu suku, agama, ras, dan aliran. Bayangkan, bagaimana bisa calon presiden dicap keturunan Cina, beragama Kristen, Freemasonry, Illuminati, sekaligus Zionis, antek Amerika, Syiah, merangkap Komunis? Pasti ia hebat betul, tak jatuh meski diserang dari berbagai penjuru.

Komplet benar stempel yang dibubuhkan kepadanya. Salut kepada kinerja tim sukses yang tidak kenal lelah, baik itu tim sukses yang sadar tugasnya menyukseskan klien maupun tim sukses yang secara sadar bekerja untuk menyukseskan diri sendiri. Salut juga kepada tim sukses kategori terbaru, yaitu tim sukses yang beranggotakan susupan dari tim lawan yang bertugas menjalankan misi kontraproduktif. Berkat tim sukses tipe terbaru inilah, sesekali muncul manuver kejutan.

Kampanye hitam, putih, negatif, positif, atau apa pun itu, tetaplah bermaksud mempengaruhi rakyat pemilih. Tim sukses menyadari betul adanya tiga kategori rakyat pemilih. Pertama, rakyat yang mengalami sejarah dan menolak lupa. Kedua, rakyat yang mengalami sejarah tapi mengabaikannya. Ketiga, rakyat yang tidak mengalami sejarah dan terputus dari akses informasi rekam jejak. Kuantitas rakyat kategori dua dan tiga ini besar, tapi kualitas pengetahuan dan kesadaran politiknya kecil.

Kesadaran berbangsa dan bernegara merosot ke titik kulminasi terendah manakala kesadaran berpolitik dan berkuasa dominan. Menjadi sangat mengkhawatirkan ketika informasi yang dipasok oleh tim sukses dan diterima oleh rakyat pemilih ternyata beracun. Bermuatan fitnah, adu domba, syak wasangka, dan ranjau: diinjak, meledak. Ya, ranjau-ranjau kampanye ditanam di mana-mana dan makin dekat 9 Juli 2014 makin tidak terlacak sebarannya. Ranjau kampanye mengancam keluarga kita.

Keluarga dalam definisi bagaimana pun--perkawanan dan persahabatan juga memenuhi makna itu--berada pada keadaan tidak nyaman ketika bicara jurang politik. Tak sedikit yang mengeluh keharmonisannya dengan kerabat menjadi berantakan sejak beda pendapat dan pilihan. Ada yang mendadak arif bijak ketika berpolitik, sampai-sampai orang dekatnya tak mengenal lagi. Politik menyediakan topeng beraneka watak dan terus-menerus memproduksi topeng baru.

Tidak ada kawan abadi dalam politik. Berseberangan pun bukan berarti tak bisa menyeberang. Jembatan sudah disiapkan jika sewaktu-waktu realitas politik menghendaki pindah haluan. Segalanya halal dalam politik, dan ini bukan cuma konon. Setelah pemilihan legislatif, rakyat cuma bisa bengong melihat partai pilihannya berkoalisi dengan partai lain yang berlawanan arah dan arus politik. Elite politik bisa secepat itu melupakan akar rumput.

Maka, ketika ada seseorang yang bukan elite politik bisa menghimpun akar rumput dalam jumlah besar, tanpa pengibaran bendera partai politik mana pun, ini menunjukkan angin perubahan tidak sedang ingin mengibaskan bendera partai politik, tidak pula ingin mengibarkan calon presiden belaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar