Pendidikan dalam
Visi-Misi Capres-Cawapres
Sukemi ;
Staf Khusus Mendikbud Bidang Komunikasi Media
|
KORAN
SINDO, 03 Juli 2014
Mengikuti putaran keempat debat capres-cawapres yang digelar Komisi
Pemilihan Umum (KPU), Minggu, 29 Juni 2014, yang menghadirkan calon wakil
presiden Hatta Rajasa dan Jusuf Kalla, telah memberi harapan besar akan terus
berlanjutnya program-program strategis yang ada di lingkungan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbud), siapa pun yang kelak akan memimpin negeri ini.
Ini penting dijadikan pegangan sekaligus sebagai bahan untuk menentukan
pilihan. Meski tidak secara spesifik dan panjang lebar menyebut soal
Kurikulum 2013–satu dari sekian banyak program di Kemendikbud– baik Hatta
Rajasa maupun Jusuf Kalla, dalam bahasa lain telah bersepakat untuk tetap
menomorsatukan bidang pendidikan dan menjalankan apa yang menjadi program
strategis di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dalam kerangka pemberian
akses dan kualitas pendidikan, termasuk di dalamnya peningkatan sumber daya
manusia (SDM) dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang
menjadi pokok bahasan dalam acara debat tersebut.
Program
Afirmasi
Dalam konteks visi-misi dua pasangan capres-cawapres, jelas tergambar
bahwa terkait dengan pemenuhan hak terhadap pelayanan pendidikan dasar yang
berkualitas, semua sepakat harus terus dilakukan. Memang capaian angka
partisipasi kasar (APK) di jenjang SD dan SMP (baca:pendidikan dasar),
rata-rata nasional telah tercapai, tapi jika ditelusuri lebih jauh di tingkat
kabupaten/kota, masih ada sekitar 25 kabupaten/ kota yang APK-nya masih di
bawah 75%. Apa maknanya? Meski ketercapaian APK dalam wajib belajar sembilan
tahun, sudah tercapai secara nasional,
tapi tetap dibutuhkan program afirmasi pada kabupaten-kabupaten yang
APK-nya masih di bawah rata-rata nasional, terutama di daerah 3T (terluar,
tertinggal, terpencil) dengan tidak hanya memikirkan pada capaian semata,
tapi juga pada upaya peningkatan kualitas, dengan berpedoman pada pemenuhan
standar pelayanan umum secara bertahap. Penyediaan bantuan terutama bagi
peserta didik kurang mampu, agar tidak putus sekolahdanpembangunanunitsekolah
baru (USB), pembangunan ruang kelas baru (RKB), serta program rehabilitasi
sekolah, menjadi titik perhatian, di samping upaya membangun budaya dan pola
pikir di sebagian masyarakat yang masih menganggap sekolah hanya sekadar
menghabiskan biaya, tanpa jaminan memperoleh lapangan kerja.
Kini beberapa program afirmasi memang sudah dijalankan, mulai dari
pemberian beasiswa (BSM dan Bidikmisi), pengiriman guru ke daerah 3T (SM3T),
afirmasi pendidikan menengah (Adem) 3T, afirmasi pendidikan tinggi (Adik),
dan lainnya. Hasilnya cukup signifikan, jumlah anak-anak putus sekolah di
tiap jenjang dapat dikurangi, sementara mereka yang melanjutkan ke jenjang
pendidikan lebih tinggi, terus bertambah. Sejalan dengan itu pulalah, maka
dapat dilihat, visi-misi kedua pasangan capres-cawapres bersepakat untuk meningkatkan
wajib belajar 9 tahun menjadi 12 tahun dengan biaya negara– istilah yang
digunakan pasangan Prabowo-Hatta, atau wajib belajar 12 tahun bebas
pungutan–bahasa pasangan Jokowi-JK.
Dalam kebijakan yang kini berjalan program wajib belajar 12 tahun,
dikenal sebagai pendidikan menengah universal (PMU), di mana peserta didik
jenjang SMA/SMK mendapatkan bantuan operasional sekolah (BOS). Kita
optimistis, ke depan siapa pun yang nanti terpilih, program wajib belajar 12
tahun (baca: PMU) tetap akan dijalankan, sesuai visi-misi yang diusung kedua
pasangan Capres-Cawapres, dan ini terkait pula dengan upaya untuk
meningkatkan kualitas SDM, sekaligus mengubah struktur ketenagakerjaan yang
ada saat masih terbilang belum kompetitif.
Tentu ini semua dilakukan dalam upaya mengejar ketertinggalan sebuah
bangsa dalam hal meningkatkan daya saing bangsa (baca: Global Comvetitivenes Index—GCI). Laporan data Statistik World Bank 2011 dan The Global Competitiveness Report
2010-2011, menyajikan data, bahwa lama sekolah (baca:makin tinggi
mengenyam pendidikan) berkorelasi positif terhadap indeks pembangunan manusia
(IPM) atau Human Development Indeks
(HDI).
Mutu
Lulusan
Lalu bagaimana visi-misi dua pasangan capres-cawapres berkait dengan
kualitas? Keduanya sepakat untuk menitikberatkannya pada peningkatan kualitas
pembelajaran, di mana di dalamnya terdapat kurikulum dan upaya peningkatan
kesejahteraan guru. Pasangan Prabowo-Hatta menggunakan istilah merevisi
kurikulum nasional dengan memantapkan pengembangan budaya lokal bangsa yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Sementara Jokowi-JK, memakai istilah
memperjuangkan pembentukan kurikulum yang menjaga keseimbangan aspek muatan
lokal dan aspek nasional. Berbicara kurikulum memang tidak hanya sebatas pada
mata pelajaran (standar isi),
karena di dalam kurikulum itu ada empat aspek dari delapan standar
pendidikan, yang satu sama lain tidak bisa dipisahkan, yaitu standar
kompetensi lulusan; standar isi, standar proses pembelajaran; dan proses
penilaian. Kini Kurikulum 2013 sudah disiapkan dengan mempertimbangkan
keempat standar itu, yang memasukkan unsur sikap (sosial dan spiritual),
pengetahuan, dan keterampilan secara seimbang dan utuh, serta tidak berdiri
sendiri, tetapi ada dalam tiap tema atau topik bahasan pelajaran. Sehingga
tiap guru dan tiap mata pelajaran punya kontribusi yang sama dalam membekali
peserta didik terkait sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Pengembangan
Guru
Tentu berbicara kurikulum belumlah lengkap ketika tidak menyentuh pada
persoalan guru. Karena kurikulum yang baik, jika tidak disampaikan dengan
baik oleh guru yang memiliki pengetahuan memadai maka kurikulum tinggallah
kurikulum. Sebaliknya guru yang baik dengan tingkat pengetahuan memadai, jika
tidak disiapkan dengan rancangan kurikulum yang baik, juga akan sia-sia.
Itulah sebabnya keduanya harus dijalankan secara bersama-sama, seiring
sejalan, karena memang keduanya–kurikulum dan guru–tidak bisa dipisahkan.
Pada titik ini pulalah, hal penting berkait dengan implementasi Kurikulum 2013 adalah guru. Pemerintah
sekarang telah merintis upaya untuk pengembangan guru secara komprehensif dan
terpadu melalui model ”segitiga sama sisi”. Di mana alasnya adalah
peningkatan kapasitas dan profesionalitas guru, sedang dua sisi lainnya
masing-masing berkait dengan pengukuran dan peningkatan kinerja; dan
peningkatan karier dan kesejahteraan. Sebagai sebuah bentuk segitiga yang
kukuh, tidak ada pilihan lain untuk dijalankan dalam satu kesatuan utuh yang
satu sama lain saling berhubungan.
Nasib
UN
Hal penting lain yang menjadi titik perhatian publik terkait dengan
visi-misi bidang pendidikan capres-cawapres adalah pelaksanaan ujian nasional
(UN). Bagaimana nasib UN pada pemerintahan ke depan? Dalam pandangan kedua
pasangan capres-cawapres, UN diposisikan sebagai bagian utuh dalam proses
pembelajaran, yang di dalamnya selalu ada evaluasi atau proses penilaian,
sebagaimana ada dalam satu kesatuan kurikulum. Karena itu, UN ke depan sudah
dapat dipastikan akan mengalami perubahan (baca: bukan dihapuskan). Hal ini
tentu sejalan dengan penerapan penilaian pada Kurikulum 2013, yang tidak
hanya menekankan pada aspek kognitif semata, tapi juga aspek psikomotorik dan
afektif peserta didik.
Jelas, melihat visi-misi kedua pasangan capres-cawapres yang tergambar
baik dalam pernyataan-pernyataan saat kampanye, maupun dalam acara debat,
pendidikan tetap menjadi hal utama untuk menjadikan bangsa ini lebih baik
lagi. Kata kuncinya kedua pasangan sama-sama menekankan pentingnya
pengawasan, akuntabilitas, transparansi dalam pemanfaatan anggaran
pendidikan, sehingga bisa lebih efektif dan tepat sasaran serta penggunaan.
Tentu tulisan ini tidak hendak menggiring dan mengarahkan pembaca untuk
memilih satu di antara kedua pasangan capres-cawapres, tapi lebih pada
mengingatkan kepada kedua pasangan, agar mengetahui bahwa sesungguhnya apa
yang ada dalam visi-misi mereka, sebagian sudah dijalankan pada pemerintahan
saat ini. Tinggal melanjutkan apa yang baik dan membuang apa yang kurang
baik, sekaligus menambah apaapa yang dianggap belum dilakukan. Acuannya tentu
sebagaimana yang ada dalam tahapan pembangunan, yaitu rencana pembangunan
jangka panjang (RPJP). Semoga!
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar