Senin, 14 Juli 2014

Nasionalisme Bendera

                                              Nasionalisme Bendera

Ardi Winangun  ;   Pengamat Politik
HALUAN, 12 Juli 2014
                                                


Selama Piala Dunia 2014 di Brasil ber­langsung, tumbuh rasa nasionalisme di negara-negara peserta. Mereka meng­gunakan simbol-simbol patriotik, seperti bendera dan lagu kebangsaan, untuk me­num­buhkan semangat bagi para pemainnya untuk tak kenal menyerah dan lelah dalam bertanding demi nama keha­ruman bangsa dan negara.

Tumbuh rasa nasionalisme dari dampak Piala Dunia itu salah satunya ditampakkan oleh Perdana Menteri Inggris, David Cameron. Untuk menye­mangati rakyat Inggris dan pemain Timnas Inggris, Ca­meron, mengeluarkan perint­ah untuk mengibarkan bendera nasional Inggris di 10 Downing Street London ketika tim yang berjuluk tiga singa itu berlaga. Meski akhirnya Inggris pulang lebih awal karena dalam laga babak awal sudah tersingkir.

Harapan dari berkibarnya bendera Inggris di pusat kekua­saan negara yang me­miliki banyak koloni itu agar bisa membakar semangat para pemain Inggris untuk berjiwa patriotik dan kesatria sehingga mereka tak kenal menyerah dalam setiap pertandingan. Membangkitkan rasa nasio­nalisme dengan mengibarkan bendera, seperti yang dilakukan oleh Cameron, sebentar lagi pastinya akan diikuti oleh pemimpin pemerintahan dan negara lain yang negaranya menjadi kontestan Piala Dunia 2014 di Brasil.

Nasionalisme bendera itu rupanya merembet ke negara-negara yang tidak ikut dalam babak putaran Piala Dunia 2014 di Brasil. Di Indonesia, bendera negara peserta Piala Dunia 2014 di Brasil, terutama negara favorit juara seperti Spanyol, Brasil, Argentina, Inggris, Jerman, dan Belanda, banyak dikibarkan di kampung-kampung dan kota-kota, seperti di Pamekasan, Ambon, Polewali Mandar, Bali, Gorontalo, selama Piala Dunia ini berlangsung. Sehingga bila kita memasuki kampung dan kota itu dan memandang ke langit yang penuh kibaran bendera negara lain, seolah-olah kita bukan berada di Indonesia.

Tak hanya itu, saat nonton bareng Piala Dunia 2002 di Gelora Bung Karno, Jakarta, antara Brasil dan Jerman, puluhan bendera kedua negara itu berkibar-kibar di tribun-tribun di stadion yang dibangun oleh Presiden Soekarno itu.

Antusiasnya masyarakat di kampung-kampung dan kota-kota di berbagai tempat di Indonesia yang mengibarkan bendera negara lain saat hajatan Piala Dunia maupun Piala Eropa, sempat menim­bulkan pertanyaan di mana rasa nasionalisme mereka. Sehari sebelum Panglima TNI dan Kapolri berkunjung ke Ambon, Maluku, bendera peserta Piala Dunia yang dipasang di banyak tempat bahkan di sepanjang jalan utama, dibersihkan oleh aparat. Bendera asing itu dibersihkan dengan alasan soal nasio­nalisme.

Kekhawatiran soal ren­dahnya nasionalisme di jiwa dan hati rakyat itu penting sebab sepanjang waktu, peme­rintah Indonesia terus mena­namkan rasa nasionalismenya kepada rakyat dan rasa nasio­nalisme itu salah satunya diukur dari menghormati, mencintai, dan menghargai bendera nasional, merah-putih.

Namun kekhawatiran me­mu­darnya rasa nasionalisme rakyat Indonesia akibat mereka mengibarkan bendera negara lain tak perlu dirisaukan sebab mereka mengibarkan bendera negara lain bahkan bendera negara yang pernah menjajah Indonesia, seperti Inggris, Belanda, dan Jepang hanya sebatas dukungan emosional kepada tim kesayangan dan itupun paling lama selama sebulan, masa penyelenggaraan final Piala Dunia.

Mereka mengibarkan ben­dera negara lain juga tidak mengikuti prosedur sebagaimana mengibarkan bendera Indonesia yang harus dengan khidmat, serius, dan tak boleh bercanda. Mereka mengibarkan bendera negara lain dengan cara yang cukup gampang, ambil galah, ikatkan tali bendera, lalu dipancangkan di tempat-tempat yang mereka suka. Akibat yang demikian, tak heran bila kampung-kampung dan kota-kota yang mengibarkan bendera peserta Piala Dunia itu menjadi kumuh. Sama seperti saat kampanye Pemilu, di mana aneka warna bendera berdiri di sembarang tempat.

Tampil menjadi kontestan Piala Dunia tentu membang­gakan bagi negara itu. Hal demikian secara langsung akan membangkitkan rasa nasio­nalisme dan persatuan bangsa. Tampil menjadi peserta Piala Dunia diakui oleh banyak catatan sejarah sepakbola mampu menyatukan bangsa yang pecah.

Untuk itu bila kita ingin bendera negara lain tidak berkibar di kampung-kampung dan kota-kota serta adanya kebanggaan mengibarkan ben­dera Indonesia tanpa ins­truk­si dari Pak RT, biasanya pada tanggal 17 Agustus, maka Indonesia harus bisa tampil di momen-momen besar, seperti tampil di ajang Piala Dunia. Dengan momen yang penuh dengan rasa dan nuansa patriotik itu secara langsung nasionalisme itu akan tumbuh dengan sendirinya tanpa harus digurui.

Maka di sinilah pentingnya untuk meningkatkan kemam­puan Timnas Indonesia dalam setiap iven-iven internasional. Sayangnya, Timnas Indonesia (senior) tidak mampu banyak berbicara di iven internasional. Jangankan tingkat dunia, tingkat Asia Tenggara saja kita masih megap-megap. Bila Timnas Indonesia lebih banyak kalah daripada menang, maka jangan salahkan kalau rakyat Indonesia mendukung Timnas Brasil, Spanyol, Argentina, Jerman, Inggris, dan Belanda. Sebagai bukti mereka pendu­kung negara itu maka bendera nasional negara yang didukung dikibarkan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar