Rabu, 16 Juli 2014

Momentum Menjadi Negarawan

                                Momentum Menjadi Negarawan

Asmadji As Muchtar  ;   Dosen Pascasarjana UII Jogjakarta,
Wakil Rektor III Unsiq Wonosobo
JAWA POS,  16 Juli 2014

                                                                                                                       


TANGGAL 22 Juli 2014 layak disebut sebagai momentum bagi capres-cawapres untuk menjadi negarawan yang terhormat. Sebab, pada tanggal tersebut, KPU mengumumkan hasil pilpres secara resmi untuk menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah.

Jika ada capres-cawapres yang tidak menerima kekalahan dalam pilpres, itu sama dengan sengaja menolak menjadi negarawan terhormat jika proses pilpres betul-betul berlangsung sesuai dengan regulasi. Dalam hal ini, sikap menolak hasil pilpres sama dengan menyulut kemelut politik yang berpotensi mencabik-cabik bangsa dan negara. Kalaupun ada dugaan kecurangan, proses hukum sesuai regulasi sepatutnya yang ditempuh tanpa perlu ribut-ribut yang kontraproduktif.

KPU telah melaksanakan kewajiban sesuai dengan regulasi yang ada. Meski banyak diharubirukan sejumlah lembaga survei yang memublikasikan hasil hitung cepat yang kontroversial, KPU tetap serius melaksanakan tugas dengan baik. Hal itu layak diapresiasi oleh semua pihak.

Perihal adanya pihak yang mencurigai KPU juga selayaknya dijadikan catatan penting bagi KPU agar berikutnya bisa bertugas dengan lebih baik. Harus diakui, dengan luas wilayah yang cukup besar seperti Indonesia, lembaga semacam KPU pasti sangat berat melaksanakan tugas dengan baik sehingga layak didukung oleh semua pihak.

Seperti yang dirilis media baru-baru ini, konon pihak kepolisian juga telah mengantongi data valid dalam bentuk scan foto tentang hasil pilpres dari TPS di seluruh pelosok tanah air. Sebaiknya hal itu digunakan untuk mendukung KPU agar pengumuman hasil pilpres nanti bisa lebih mantap dan dipercaya semua pihak.

Dalam hal itu, pihak kepolisian telah terbukti netral dan profesional. Dalam melaksanakan tugas keamanan, mereka juga berusaha mencegah hal-hal buruk yang tidak diinginkan dengan mengantongi data valid hasil pilpres yang sewaktu-waktu bisa digunakan untuk mendukung KPU dalam menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik.

Mencemaskan

Harus diakui, hingga kini sikap capres-cawapres terkait dengan hasil pilpres cukup mencemaskan banyak pihak. Penyebabnya, mereka terburu-buru mengaku menang hanya berdasar data hitung cepat lembaga-lembaga survei yang terbukti kontroversial.

Bahkan, karena mencemaskan hal tersebut, sejumlah tokoh agama dan presiden juga meminta capres-cawapres bersabar menunggu pengumuman KPU secara resmi pada 22 Juli agar suasana tidak semakin panas yang berpotensi menimbulkan gesekan di tengah masyarakat.

Kini, tampaknya, capres-cawapres telah sadar dan berusaha tenang kembali. Hal itu layak dipelihara hingga 22 Juli nanti agar suasana tetap kondusif sehingga semua pihak tidak dilanda kecemasan.

Harapan Rakyat

Merujuk pengalaman di sejumlah negara, kemelut politik terjadi pasca pilpres karena pihak yang kalah tidak bisa menjadi negarawan terhormat. Semoga hal itu tidak akan terjadi di negeri ini.

Andai rakyat ditanya satu per satu, mereka tentu mengharapkan capres-cawapres yang berlaga dalam pilpres tahun ini betul-betul bisa menjadi negarawan terhormat, baik yang menang maupun yang kalah.

Karena itu, capres-cawapres layak berusaha mewujudkan harapan rakyat. Dalam hal ini, jika kalah pilpres, calon akan bersikap legawa dan bersedia mengaku kalah serta mengucapkan selamat kepada yang menang. Begitu pula, pasangan capres-cawapres yang menang bersedia merangkul yang kalah untuk bekerja sama membangun bangsa dan negara.

Kalau ada masalah hukum terkait dengan penyelenggaraan pilpres, itu bisa disalurkan sesuai dengan aturan yang ada. Misalnya, pihak yang kalah merasa dicurangi selayaknya menggugat secara hukum dengan tertib. Tidak perlu memberikan pernyataan yang bisa menyulut konflik horizontal.

Layak diingat, seseorang bisa disebut sebagai negarawan terhormat manakala dalam bersikap dan bertindak selalu sesuai dengan aturan negara. Hal itu, pada saat-saat sekarang, layak dipopulerkan agar semua pihak berusaha untuk bisa menjadi negarawan terhormat.

Modal Politik

Jika hasil pilpres nanti ternyata memosisikan yang menang dan yang kalah hanya dengan selisih angka yang tipis, itu layak menjadi modal politik untuk membangun masa depan capres-cawapres maupun masa depan bangsa dan negara.

Misalnya, pihak yang kalah pilpres kali ini meraup suara nyaris 50 persen. Suara itu selayaknya dijadikan modal politik untuk kembali maju dalam pilpres berikutnya. Modal politik tersebut jangan sampai disia-siakan atau dinodai dengan sikap dan perilaku yang tidak terhormat.

Pengalaman di banyak negara, banyak capres-cawapres yang telah kalah, tapi memiliki modal politik besar, akhirnya menang karena mampu memelihara modal politiknya dengan sikap dan perilaku baik sebagai negarawan terhormat. Sebaliknya, tidak sedikit tokoh di banyak negara yang telah memiliki modal politik besar justru dihujat dan terpuruk karena gagal memelihara modal politiknya dengan baik.

Dengan demikian, kita layak berharap, capres-cawapres yang kalah pilpres tahun ini bisa memelihara modal politik yang telah diberikan rakyat dengan sebaik-baiknya. Yakni, selalu bersikap dan berperilaku sebagaimana lazimnya negarawan terhormat sehingga berpotensi menjadi pemenang dalam pilpres berikutnya. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar