Senin, 07 Juli 2014

Kursi Cadangan buat Yang Kalah

                             Kursi Cadangan buat Yang Kalah

J Sumardianta  ;   Guru SMA Kolese De Britto Jogjakarta,
Penulis buku Guru Gokil Murid Unyu (2013)
JAWA POS,  06 Juli 2014
                                                


REPUBLIK Mauritius merupakan preseden politik tidak lazim. Pulau kecil di Samudra Hindia, tempat bermukim lebih dari sejuta orang keturunan Afrika, Eropa, India, dan Asia Tenggara. Di sini pelbagai agama, bahasa, dan tradisi etnis bergabung dalam kultur harmonis. Tiada negeri lain di belahan dunia mana pun yang bisa seotentik Mauritius. Negeri mungil ini merdeka dari Inggris pada 1968. Sumber dayanya terbatas. Keragaman etnis mengancam kelangsungan perdamaian. Mayoritas penduduk keturunan India. Kaum minoritas khawatir dikesampingkan.

Sedari awal Mauritius diprediksi bakal hancur terjerumus kekisruhan politik, agama, ras, dan etnis. Namun, warga Mauritius, dengan komitmen dasar merayakan perbedaan, merancang konstitusi yang menyantuni semua warga. Sebagian besar kursi parlemen diberikan kepada para wakil terpilih dalam pemilu. Delapan kursi dicadangkan buat ”peserta kalah pemilu” yang menduduki peringkat terbaik. Kursi cadangan menjamin keterwakilan seimbang kaum minoritas.

Mauritius berhasil lolos dari konflik mendalam yang mewarnai banyak negeri multietnis. Rakyat Mauritius tidak sempurna. Mereka mempunyai masalah sosial pelik. Mereka sukses karena tidak membatasi prinsip keadilan dalam kerangkeng sempit kepentingan primordial-sektarian. Mereka mendongkrak semangat kesetaraan dengan cara baru yang kukuh. Navin Ramgoolam, pemimpin Mauritius, mengatakan, ”Kita semua tiba dari pelbagai benua dengan kapal berbeda. Sekarang kita semua berada di kapal yang sama.”

Mauritius, negeri mungil di Benua Afrika, teladan bagus politik berparadigma sinergis yang menyantuni para pihak yang bakal kalah dalam pemilu. Di Indonesia, pemilu presiden (pilpres), sejak diselenggarakan secara langsung pada 2004, baru kali ini terasa genting dan darurat. Maklum, kandidat yang maju hanya dua pasang.

Pilpres 2014 secara ekonomi biayanya lebih murah karena hanya berlangsung satu putaran. Namun, ongkos sosial-politiknya terkesan mahal. Masing-masing pasangan capres-cawapres didukung partai koalisi yang kepentingan politiknya berseberangan. Mereka memiliki pendukung setia dan fanatik. Tujuan meraih kemenangan lalu menghalalkan segala cara.

Badai pilpres 9 Juli mendatang dikhawatirkan bakal membuat persaudaraan membelasah berserakan hanya karena kedua pasang kandidat berikut tim sukses dan pendukungnya tidak sanggup menghadapi kekalahan. Bahagia mendapati kesuksesan dan kemenangan sudah biasa. Bisa menemukan kebahagiaan dalam nestapa kekalahan baru bisa disebut manusia luar biasa. Diktum inilah yang mesti diperhatikan capres-cawapres, parta peserta koalisi, tim sukses, dan pendukung fanatik masing-masing kandidat.

Pilpres dijamin lancar jaya tanpa rusuh dan nir gugatan ke Mahkamah Konstitusi jika selisih kemenangan telak atau relatif besar. Misalnya di atas 10 persen. Sejumlah survei memprediksi selisih suara kedua kandidat capres-cawapres sangat tipis: 3 sampai 7 persen. Kemenangan tipis, meminjam ungkapan Mohammad Hatta, bisa mengubah ”persatuan nasional” menjadi ”persatean nasional”.

Studi tentang aritmatika mental yang dilakukan Danah Zohar dan Ian Marshal, pasangan suami-istri filsuf-psikiater Universitas Oxford Inggris, pada 2004 menunjukkan bahwa individu maupun kelompok yang mengalami kekalahan dalam kontestasi politik cenderung mengamuk karena skala motivasi yang menggerakkan hidup mereka rendah (minus): 0 netral; –1 penonjolan diri; –2 kemarahan; –3 keserakahan; –4 ketakutan; –5 keresahan; –6 apatisme; –7 skrupelan; dan –8 depersonalisasi.

Individu maupun kelompok bisa tetap tenang, kalem, penuh percaya diri, dan menerima kekalahan bila mampu menggeser skala motivasi rendah mereka menjadi bermotivasi tinggi (surplus): 0 netral; +1 eksplorasi; +2 kooperasi; +3 kekuatan dari dalam; +4 penguasaan diri; +5 generativitas; +6 pengabdian demi kebaikan lebih tinggi; +7 jiwa dunia; dan +8 pencerahan.

Skala motivasi rendah bisa digeser dengan kecakapan atau keprigelan lunak yang secara naluriah melekat dalam kepribadian individu maupun kelompok. Ada 12 soft skill yang terus-menerus mesti diasah agar masyarakat sehat secara spiritual dan tidak gampang terjerumus dalam amarah amuk massa: memiliki kesadaran diri; spontanitasnya kuat; hidup terbimbing visi dan nilai; berjiwa besar; mampu berempati; bisa merayakan keragaman; independen terhadap lingkungan; berpikir mendasar; mampu membingkai ulang persoalan; mengambil manfaat dari kekalahan; kerendahan hati; dan keterpanggilan.

Mengambil manfaat dari kekalahan bagi capres-cawapres dan pendukung setianya berarti menerima fakta tragis tapi indah bahwa tidak semua masalah memiliki solusi, tidak semua perbedaan bisa didamaikan, dan tidak semua kompetisi bisa dimenangi. Mampu menanggung kesedihan yang bersemayam di jantung kreativitas. Tegar menerima tragedi dan kegagalan. Tetap kalem dan percaya diri untuk hidup bersama dalam ketidakpastian.

Individu atau kelompok kontestan yang tidak bisa mengambil manfaat dari kekalahan terperosok ke dalam sikap mengasihani diri sendiri, merasa dikorbankan, dan mengambinghitamkan pihak lain. Ketidakmampuan menerima kekalahan menimbulkan keputusasaan. Frustrasi dan depresi masal itulah yang mendorong terjadinya kegaduhan dan kerusuhan.

Almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) teladan negarawan yang menerima kekalahan tanpa harus menjadi pecundang. Gus Dur itu pemaaf dan cinta damai. Saat didongkel dari kursi kepresidenan, Gus Dur melarang kaum nahdliyin Jawa Timur nggruduk Jakarta agar tidak terjadi banjir darah. Gus Dur memaafkan rival-rival politiknya. Gus Dur bahkan menjenguk mantan Presiden Soeharto saat tergolek sakit. Padahal, pada zaman Orde Baru, Soeharto mempersulit Gus Dur.

Pribadi pemaaf melepaskan Gus Dur dari belenggu keterbatasan pada masa lalu dan membuatnya kembali kuat. Dia memaafkan keterbatasanya sendiri sehingga perasaan malu dan menyalahkan diri tidak terlalu berat ditanggung. Dia memaafkan juga orang lain atas peran mereka dalam menghadirkan kekecewaan dan kesedihan. Tujuan hidup Gus Dur bukan untuk memikul segala keluhan sesal, melainkan untuk terus tumbuh.

Mereka yang kalah dalam Pilpres 2014 mendatang bukanlah korban, melainkan pencipta masa depan demokrasi Indonesia yang damai dan bermartabat. Menang ora umuk (menang tetap rendah hati), kalah ora mabuk (kalah tidak anarkistis). Diktum itulah yang harus dihidup-hidupi kedua pasang capres-cawapres.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar