Kamis, 17 Juli 2014

Amicus Curiae, Manuver Penyelamatan Boediono

      Amicus Curiae, Manuver Penyelamatan Boediono

Bambang Soesatyo  ;   Anggota Komisi III DPR RI,
 Presidium Nasional KAHMI 2012-2017
KORAN SINDO,  16 Juli 2014
                                                


Masih ada upaya menjungkirbalikkan konstruksi hukum langkah ilegal menyelamatkan Bank Century. Sekelompok orang coba mengubah persepsi Majelis Hakim Tipikor Jakarta dengan memberi masukan dan pandangan bahwa kebijakan yang dirumuskan dan dieksekusi pada periode krisis tidak bisa dikriminalisasikan.

Upaya itu identik dengan operasi penyelamatan di detik-detik terakhir sebelum vonis diketuk Majelis Hakim Tipikor Jakarta yang menyidangkan perkara Bank Century dengan terdakwa mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Budi Mulya. Pada sidang 16 Juni 2014, Budi Mulya dituntut dengan pidana penjara 17 tahun dan denda Rp 800 juta subsider delapan bulan kurungan penjara. Dia didakwa menyalahgunakan wewenang dalam menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) yang mengakibatkan negara rugi Rp 7,4 triliun.

Kini Budi Mulya menunggu vonis. Dia telah mengajukan pembelaan pada sidang 30 Juni 2014. Rupanya, faktor jelang vonis itulah yang mendorong sekelompok orang berupaya mengubah persepsi Majelis Hakim Tipikor Jakarta yang mengadili perkara Budi Mulya. Baru-baru ini sekitar 35 orang menemui Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Gusrizal untuk menyampaikan pendapat atau amicus curiae terkait pemberian FPJP dan bailout Bank Century. Intinya, mereka menolak kriminalisasi langkah BI dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyelamatkan Bank Century.

Mereka tentu berharap ketua PN Jakarta Pusat bisa meneruskan pandangan mereka ke Majelis Hakim Tipikor Jakarta yang menyidangkan perkara Budi Mulya. Pandangan mereka dijelaskan secara terbuka kepada publik dalam konferensi pers yang digelar Jumat (11/7) sore, di Ratatouille French Bistro & Bar di Kawasan Rasuna Said, Jakarta. Jaksa penuntut dari KPK berpendapat Budi Mulya terbukti secara bersama-sama dengan Boediono dan Dewan Gubernur BI lain melakukan korupsi terkait FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Maka itu, Budi melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi No 20/ 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan primer. ”Terdakwa selaku deputi gubernur BI menyalahgunakan wewenang dalam jabatannya secara bersama-sama dengan Boediono selaku gubernur BI, Miranda S Goeltom selaku deputi senior BI, Siti Fadjriah selaku deputi gubernur Bidang 6, Budi Rochadi, almarhum, selaku deputi gubernur Bidang 7, Robert Tantular, dan Harmanus H Muslim,” sebut jaksa KMS Roni saat itu.

Tampaknya argumentasi dan penggunaan pasal-pasal dakwaan inilah yang diperhitungkan oleh orang-orang itu. Kalau Majelis Hakim Tipikor Jakarta yang menyidangkan perkara Budi Mulya sepakat dengan jaksa penuntut dari KPK, sangat jelas bahwa tersangka pada dakwaan ini tidak berhenti pada Budi Mulya. Dakwaan itu bakal menjerat nama-nama lain yang disebut jaksa penuntut, terutama Boediono. Berdasarkan sejumlah dokumen dan penuturan para saksi di persidangan, penyelamatan Bank Century tak layak lagi disebut kebijakan.

Penyelamatan bank sarat masalah itu bahkan patut dikategorikan sebagai langkah ilegal otoritas sektor keuangan dan perbankan di negara ini. FPJP oleh BI untuk Bank Century ilegal karena tidak ada didahului dengan tahap due diligence. Apalagi, syarat mendapatkan FPJP baru dipenuhi setelah FPJP dicairkan. Langkah ilegal itu memenuhi asas hukum pidana, terutama oleh ragam kejanggalan yang mendasari persetujuan FPJP dan perubahan Peraturan Bank Indonesia (PBI). Melanggar ketentuan FPJP dan mengubah PBI bisa dikategorikan sebagai rekayasa kejahatan. Itu sebabnya, jaksa KPK menggunakan Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Destruktif

Wajar jika amicus curiae itu mengundang kecaman dari berbagai kalangan, termasuk pimpinan KPK. Ketua PN Jakarta Pusat bahkan didesak menolak pendapat orang-orang itu. KPK sudah memastikan bahwa amicus curiae itu bukan variabel yang akan memengaruhi KPK. Lagi pula, hukum acara pidana menyatakan bahwa setiap orang yang mengemukakan pendapat hukumnya di luar sidang tidak bisa dijadikan pertimbangan apa pun oleh hakim. Mengajukan pendapat dari luar sidang kepada Majelis Hakim Tipikor Jakarta yang berintikan pernyataan sikap menolak kriminalisasi kasus Bank Century destruktif dan sangat berbahaya.

Juga tidak etis karena perkaranya masih berproses. Mereka yang berpendapat bukan berstatus saksi atau terperiksa. Manuver sekelompok orang ini dikategorikan destruktif dan sangat berbahaya karena berpotensi memancing emosi publik dan melukai rasa keadilan. Apalagi, sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini sedang sensitif dan emosional akibat ketidakpastian hasil Pemilihan Presiden 2014. Sangat beralasan untuk menilai bahwa amicus curiae dari orang-orang yang coba memengaruhi persidangan terdakwa Budi Mulya itu bermotif memperkeruh suasana terkini. Kesan mengenai ada pembelaan terhadap koruptor bisa membuat masyarakat semakin emosional.

Manuver itu sama sekali tidak mempertimbangkan suasana batin masyarakat kebanyakan. Padahal, mereka yang memberi pendapat itu dikenal sebagai cendekiawan dan beratribut tokoh masyarakat. Maka itu, mereka seharusnya bersikap bijak dan tahu momentum. Kalau dalam situasi seperti sekarang mereka tanpa malu-malu menyatakan sikap menolak kriminalisasi kasus Bank Century, sama artinya mereka menyiram bensin yang akan meledakkan emosi publik. Lebih dari itu, manuver tersebut bahkan tidak lazim dan tidak waras. Dengan amicus curiae itu, mereka secara tidak langsung sudah melecehkan dan menyalahkan hasil sidang paripurna DPR yang merekomendasikan proses hukum kasus Bank Century.

Mereka juga menyalahkan dan melecehkan hasil kerja keras para penyidik KPK. Kalau berpendapat kasus Bank Century tidak bisa dipidana, mereka bukan hanya menghina KPK, melainkan juga melawan kehendak rakyat yang sudah menuntut agar para perampok uang negara dihukum seberat-beratnya. Karena berperilaku tidak etis, mereka layak dituduh menghalang-halangi proses hukum dan pengadilan yang sedang berjalan.

Tidak mengherankan jika Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menuding, ”Itu sudah contempt of court (menghina pengadilan). Bahkan obstruction of justice (menghalangi jalannya peradilan).” Apalagi beberapa di antara tokoh tersebut terdapat pihak yang terkait kasus Bank Century. Hakim dan penegak hukum tidak boleh terpengaruh. Rakyat tidak boleh tinggal diam. Hanya satu kata, lawan! ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar