|
Kerinduan untuk mengembalikan peran Badan Urusan Logistik
(Bulog) sebagai stabilisator harga pangan, merupakan harapan masyarakat
Indonesia untuk meredam gejolak harga pangan. Di mana harga pangan akhir-akhir
ini semakin berfluktuatif, sehingga meresahkan masyarakat baik sebagai konsumen
ataupun produsen pangan. Karena harus menanggung mahalnya beban ekonomi,
disebabkan ketidak stabilan harga pangan yang terjadi setiap saat.
Salah satu contoh pangan yang
mengalami ketidakstabilan adalah kedelai. Harga kedelai mencapai Rp 9.000
hingga Rp 10.000 per kilogram (kg). Begitu juga turunan dari kedelai seperti
tahu dan tempe. Harga keduanya meroket dari yang semula Rp 1.000 per biji
menjadi Rp 1.500 per biji. Kenaikan harga yang terjadi pada tahu dan tempe,
ternyata berbanding terbalik dengan ukurannya. Karena para produsen tahu dan
tempe mengurangi ukurannya, yang dilakukan agar produksi tahu dan tempe tidak
mengalami kerugian.
Kenaikan harga juga terjadi pada
bahan pangan yang menggunakan tepung terigu. Turunan dari tepung terigu seperti
roti dan kue. Tentunya harga roti dan kue akan mengalami kenaikan seperti yang
terjadi pada kasus tahu dan tempe. Jika pun produsen roti dan kue tak ingin
menaikkan harga, tentu yang terjadi adalah memperkecil ukurannya.
Itulah mengapa masyarakat
merindukan reformasi peran Bulog sebagai stabilisator harga pangan yang ada di
Indonesia. Sebelum mereformasi, maka yang harus direformasi adalah badan hukum
dari Perum Bulog tersebut. Karena Perum Bulog yang berbadan hukum Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) seperti sekarang ini, seolah-olah cenderung mencari
keuntungan dari nilai harga yang terjadi. Hal tersebut merupakan tuntutan
sebagai lembaga bisnis yang mencari keuntungan dari setiap transaksi.
Sebab itu, adanya reformasi badan
hukum yang semula BUMN akan membuat Bulog semakin independen. Untuk menjaga
independensi tersebut, tentu lembaga ini harus berada di bawah Presiden.
Sehingga Presiden dapat mengawasi secara langsung dan memberikan arahan kepada
Perum Bulog.
Evaluasi
Adanya kenaikan harga pangan yang
terjadi setiap saat, merupakan salah satu evaluasi yang bisa dijadikan dasar
bahwa Bulog memang tidak memiliki peran yang signifikan dalam mengatur pangan
di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah badan hukum BUMN yang ada pada
Bulog. Sehingga mencari keuntungan merupakan sebuah kepastian dari setiap
kegiatan yang dilakukan.
Tentu untuk mendapatkan keuntungan, tak heran jika Bulog
sering lebih memilih bekerja sama dengan perusahaan besar ketimbang bekerja
sama dengan koperasi. Karena bekerja sama dengan koperasi dipandang kurang
menguntungkan, dan hanya akan membuang-buang waktu saja.
Selain itu, masyarakat pun sudah menilai negatif terhadap
Bulog. Karena disinyalir Bulog menjadi tempat kongkalikong mafia pangan di
Indonesia. Sehingga tak heran jika pangan yang ada di Indonesia gampang
dipermainkan oleh para spekulan.
Sebab itu, salah satu keuntungan
reformasi di Bulog yang berada di bawah kordinasi langsung presiden, berpotensi
mencegah gejolak pangan yang setiap hari berfluktuatif. Selain itu, dengan
adanya peran stabilisasi yang berada di bawah kordinasi langsung presiden, akan
ada perlindungan bagi konsumen sekaligus dapat melindungi kepentingan produsen
pangan, yaitu para petani. Sehingga
bukan saja pedagang yang akan mengalami keuntungan ketika harga pangan naik,
petani pun akan merasakan kenaikan harga tersebut.
Memang hal ini sangat dilematis
bagi Bulog. Karena adanya peran ganda sebagai pemegang fungsi stabilisasi dan
juga fungsi komersial inilah yang membuat Perum Bulog menjadi mandul, ketika
dihadapkan pada penentuan harga kala pangan di pasaran menjadi berkurang.
Longgarnya impor pangan yang dilakukan pengusaha, ternyata malah membuat harga
pangan semakin naik melonjak.
Sebab itu, harus ada political
will dari pemerintah, dalam hal ini adalah Presiden yang mengambil alih secara
langsung Bulog. Hal tersebut dilakukan untuk menyelamatkan pangan yang ada di
Indonesia. Sehingga masyarakat tidak akan menjadi tumbal kepentingan segelintir
elit spekulan yang mencari keuntungan.
Kemandirian Pangan
Ketika Bulog berada di bawah
kordinasi Presiden, tentu hal tersebut akan menjauhkan lembaga ini dari
intervensi kepentingan elit. Sehingga akan mempermudah fungsi utama Bulog,
yaitu sebagai stabilisator harga pangan dan juga penyelamatan pangan di
Indonesia. Dalam pengertian, ketika harga pangan melonjak naik disebabkan
kurangnya pangan di pasar, maka Bulog yang berada di bawah Presiden segera
membuat kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah memberikan insentif kepada
para petani untuk menggenjot produktifitas pangannya, agar ketersediaan pangan
di pasaran dapat segera ditenangkan. Sehingga pasar tidak mengalami gejolak
seperti sekarang ini.
Jika pun mengharuskan untuk
mengimpor, maka impor yang dilakukannya pun tidak terlalu besar. Akan tetapi
sedikit saja dengan tujuan untuk menenangkan harga yang terjadi di pasaran.
Namun ini berbeda, impor yang dilakukan malah berimplikasi pada terhadap harga
pangan tersebut. Dalam arti bahwa impor malah menjadikan harga pangan semakin
melambung, yang pada akhirnya importir yang diuntungkan.
Ketika Bulog mengambil kebijakan
memberikan insentif kepada petani untuk menggenjot produktivitas pertanian,
maka keuntungan yang diperoleh antara lain, dapat menyelamatkan dan
meningkatkan pangan dalam negeri. Petani pun akan menuai kesejahraan dari
kebijakan pemerintah. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar