|
SEPERTI diduga, Ikhwanul Muslimin akhirnya dibubarkan oleh
pemerintahan `militer'. Kementerian Jaminan dan Solidaritas Sosial Mesir
mencoret organisasi itu dari daftar lembaga swadaya masyarakat. Status
organisasi itu dengan demikian ilegal di tempat kelahirannya sendiri.
Sebelumnya, santer diberitakan, partai Tajammu' yang Nasseris, seteru ideologis
Ikhwan, mengajukan tuntutan pembubaran Ikhwanul Muslimin kepada pengadilan
Mesir. Sebelumnya juga dikabarkan, Perdana Menteri Mesir Hazim al-Beblawi
mengajukan usulan pembubaran Ikhwan sebagai solusi atas krisis berlarut-larut
yang mendera negeri itu.
Di
lapangan, para pemimpin Ikhwanul Muslimin terus diburu seperti binatang,
ditangkapi, dan dijebloskan ke penjara oleh rezim militer. Penjagaan
masjid-masjid sangat diperketat terutama pada hari Jumat untuk mencegah
konsentrasi massa Ikhwan.
Ribuan
masjid di beberapa kota dikabarkan dipaksa ditutup, termasuk untuk salat Jumat
dengan alasan keamanan. Al-Jazeera bahkan mengabarkan mahasiswa/mahasiswi Kairo
University dan Al-Azhar terancam diusir dari kampus jika mengajak atau turut
serta berdemonstrasi. Suasana Mesir barangkali mirip seperti masa Mubarak,
mencekam dan di mana-mana terdapat konsentrasi tentara dan polisi dengan
senjata lengkap dan terhunus.
Sementara
itu, para pendukung `legitimasi' tak menghiraukan larangan keluar rumah pada
jam-jam tertentu. Bahkan, mereka terus melakukan unjuk rasa di kota-kota
seantero Mesir untuk melawan pemerintahan yang mereka sebut sebagai pemerintah
kudeta.
Atribut teroris
Sebelumnya,
lembaga kepresidenan secara resmi menyatakan mereka sedang menghadapi kelompok
yang disebutnya sebagai ekstremis, fasis-agama, dan teroris. Atribut itu tentu
ditujukan kepada kelompok Ikhwanul Muslimin dan pendukungnya. Atribut tersebut
adalah kosa kata yang relatif baru yang digunakan pemerintah Mesir terhadap
Ikhwan setelah serangkaian upaya negosiasi dengan kelompok itu tak membuahkan
hasil dan perlawanan pendukung Ikhwan hingga saat ini belum berhenti.
Penggunaan
istilah itu ternyata memiliki dampak nyata terhadap perkembangan di lapangan.
Pemerintahan sementara Mesir plus militer tampaknya akan melanjutkan penggunaan
kekerasan untuk menghadapi protes-protes dari para pendukung Ikhwan, bahkan
akan meningkatkannya. Alasan yang dikemukakan, kendati mungkin sebagian adalah
benar, adalah klasik. Pertama, gerakan protes itu merupakan hasil `konspirasi
asing' bersama Ikhwan Mesir. Yang dimaksudkan pihak asing itu ialah para
ikhwani dari berbagai negara terutama Gaza, Turki, Qatar, Libia, dan lain-lain.
Para tokoh revolusioner dan Liberal yang sangat berjasa bagi Mesir seperti
Ayman Nur dan Hamzawi juga masuk deretan orangorang yang ditangkap dengan
tuduhan tersebut.
Kedua,
demonstrasi pendu kung Ikhwan tidak lagi dengan cara damai. Pemerintah Mesir berupaya
keras meyakinkan dunia internasional dengan menunjukkan penangkapan para
demonstran yang membawa persenjataan canggih dan peluru dalam jumlah besar.
Kampanye militer besar-besaran di Sinai Utara untuk menumpas kelompok-kelompok
bersen jata juga dikait-kaitkan dengan Ikhwanul Muslimin meski mereka belum
menyebut secara langsung.
Ketiga,
pemerintah Mesir menuduh kelompok Ikhwan terlibat perusakan tempat-tempat
ibadah terutama gereja, kantor-kantor pemerintahan, dan fasilitas publik,
bahkan membunuh secara sengaja aparat kepolisian Mesir yang sedang bertugas.
Setiap terjadi aksi kekerasan saat ini maka kelompok Ikhwan kemudian menjadi
sasaran termasuk dalam peristiwa percobaan pembunuhan menteri dalam negeri
belum lama ini.
Tentu
saja, semua tuduhan itu ditolak Ikhwan dan pendukungnya. Sejauh ini, mereka
bertekad tetap melanjutkan aksi damai melawan rezim sekarang. Mereka juga
mengklaim gerakan mereka murni gerakan rakyat Mesir, bukan konspirasi asing.
Akan ke mana?
Mencermati
perkembangan itu, semakin kecil harapan kedua pihak dapat mencapai solusi
kompromi atau rekonsiliasi. Pemerintah tampak jelas mengarah pada strategi
penyelesaian senjata dan berupaya melenyapkan kelompok Ikhwan dari Mesir dengan
segala cara. Keputusan itu sudah bukan gertakan lagi sebab rezim menyadari
Ikhwan tak akan mundur. Ancamanancaman mereka sebelumnya juga tak digubris.
Akan tetapi, apakah cara melenyapkan Ikhwan itu akan berhasil ken dati dengan
korban yang terus berjatuhan?
Penulis
sangat yakin, militer tak akan mampu menghentikan perlawanan Ikhwan dengan cara
itu karena kelompok itu lahir dari rahim sejarah Mesir, mengakar kuat di bumi
Mesir baik di perdesaan maupun perkotaan, dan memiliki pengikut sangat luas
dengan ideologi menggumpal.
Faktanya
mereka memenangi pemilu, bukan hanya untuk kursi presiden, melainkan juga
parlemen dan referendum konstitusi. Mereka juga sangat kuat dan mampu bertahan
sangat lama dalam aksi-aksi masif dan merata di jalanan seluruh negeri. Itu
berarti, mereka sangat tangguh baik di dalam dukungan massa maupun logistik.
Sikap
pemerintah Mesir dan militer bisa juga diartikan se ngaja mendorong kelompok
Ikhwan agar memilih memanggul senjata sebab para pemimpin militer sekarang dan
pemerintah menjadi pihak yang dituduh paling bertanggung jawab atas kematian
ribuan demonstran. Seruan agar para pemimpin Mesir sekarang diadili sebagai
penjahat kemanusiaan sudah terdengar.
Jika
mereka menyerah terhadap penetrasi massa Ikhwan, itu artinya mereka melakukan
bunuh diri, siap menjalani nasib serupa dengan Presiden Mubarak, bahkan bisa
lebih buruk lagi. Oleh karena itu, mereka memaksakan diri untuk bertahan.
Mereka lebih baik mendorong kelompok Ikhwan agar mengambil strategi makar
daripada harus bertekuk lutut atas tekanan massa Ikhwan atau kalah dalam
pemilu. Jika Ikhwan memilih jalan itu, persoalan dan penyelesaiannya menjadi
lain dan lebih aman untuk mereka.
Para
pemimpin Ikhwan tampaknya sangat berhati-hati dengan situasi tersebut karena
kesalahan satu langkah saja bisa membuat kelompok itu benar-benar dilenyapkan
dari bumi Mesir sebagaimana sebelumnya. Mereka sepertinya sangat menyadari,
mereka sedang berhadapan dengan korps yang memonopoli penggunaan senjata atas
nama negara. Itu artinya, mereka harus membayar harga teramat mahal jika
memilih jalan memanggul senjata.
Mereka juga sangat sadar
bahwa jalan demokrasilah yang mengantarkan mereka ke panggung kekuasaan. Itu
sudah terbukti, dan mereka tentu menyadari kekuatan tersebut. Karena itu,
sejauh ini mereka akan bertekad menjatuhkan rezim melalui cara damai. Akan
tetapi, pertanyaannya, sampai kapan mereka akan mampu bertahan menghadapi
situasi seperti itu? ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar