Kamis, 26 September 2013

Kontrasepsi dan Program KB

Kontrasepsi dan Program KB
Singgih B Setiawan  ;  Reporter Senior II Harian Umum Suara Karya
SUARA KARYA, 24 September 2013


Hari Kontrasepsi Sedunia (HKS) kembali diperingati di seluruh dunia, termasuk Indonesia pada 26 September ini. Ini dilakukan guna meningkatkan kesadaran masyarakat dalam ber-KB (keluarga berencana). Tujuannya, untuk menurunkan angka kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi di seluruh dunia serta meningkatkan pengetahuan masyarakat akan kesehatan reproduksi dan seks sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. HKS merupakan salah satu bentuk kampanye global yang mengedepankan isu pentingnya kontrasepsi dalam kerangka kesehatan manusia terutama kesehatan reproduksi. Hari spesial ini pertama kali digagas di Eropa tahun 2007 yang didasari atas keprihatinan atas tingginya kehamilan yang tidak diinginkan di kalangan remaja Eropa yang mencapai angka hingga 85 persen dan cepatnya penyebaran infeksi menular seksual (IMS) akibat ketidaktahuan masyarakat bagaimana melindungi diri dari ancaman infeksi ini.

Dengan memanfaatkan momentum peringatan HKS tahun 2013 yang memiliki visi agar seluruh kehamilan adalah diinginkan melalui pemberian informasi dan edukasi khususnya remaja yang akan membentuk sebuah keluarga tentang kesehatan reproduksi dan seksual, maka peringatan HKS tahun ini dapat menjadi tonggak penguatan komitmen pimpinan di berbagai tingkatan dan memobilisasi sumber daya yang diperlukan untuk keberlangsungan program kependudukan dan KB.

Dengan mengambil tema "Perluasan Jangkauan Pelayanan Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi sebagai Upaya Nyata Perwujudan Derajat Kesehatan Keluarga yang Berkualitas", peringatan HKS 2013 fokus pada pemberdayaan PUS muda untuk menjadi cerdas dan mampu menempatkan kontrasepsi sebagai salah satu bagian penataan rencana hidup mereka ke depan.

Dengan pemberian informasi kesehatan reproduksi yang benar dan lengkap, maka upaya ini akan sangat bermanfaat untuk mematahkan mitos-mitos yang menyesatkan seputar kesehatan reproduksi dan memotivasi penggunaan kontrasepsi untuk perlindungan diri, baik dari kehamilan yang tidak diinginkan maupun penularan IMS.

Pelaksana Tugas Deputi Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan (Latbang) BKKBN Wendy Hartanto mengemukakan, rapor merah di bidang kependudukan dan KB menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan secara sungguh-sungguh oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan seluruh stakeholder. Salah satu masalah mendesak yang harus mendapatkan solusi adalah angka kematian ibu dan bayi.

Sesuai hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 yang akan diumumkan kepada masyarakat luas, akhir September ini, angka kematian ibu di Indonesia mencapai 359 meninggal dunia per 100.000 ibu hamil/melahirkan. Ini berarti setiap tahun, ada lebih dari 14.000 ibu meninggal karena melahirkan.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan BKKBN Dra Flourisa Juliana S Apt MKM menambahkan, hasil SDKI pasca otonomi daerah, yaitu tahun 2007 dan 2012 telah menunjukan stagnasi program KB dari beberapa indikator capaian.

Angka kelahiran rata-rata tetap berada pada level 2.6; angka penggunaan kontrasepsi masih berkisar 57 persen dengan dominasi penggunaan KB jangka pendek, angka unmet need masih tinggi (8.5) dan fertilitas remaja (ASFR 15-19) justru meningkat dari 35 menjadi 48 kelahiran per 1.000 wanita. Indikator-indikator ini telah membuat jarak yang semakin jauh dari target capaian RPJMN 2010-2014 dan MDGs. SDKI juga berhasil mendapatkan berbagai informasi mengenai perilaku fertilitas, KB, kesehatan ibu dan anak, kematian ibu dan anak serta pengetahuan tentang HIV/AIDS dan penyakit infeksi menular lainnya. Secara internasional, hasil SDKI ini telah diakui karena menggunakan standar kuesioner Demographic and Health Survey (DHS).

Sejalan dengan semangat ICPD 1994 di Kairo, pendekatan pelayanan kontrasepsi di Indonesia memegang teguh prinsip-prinsip HAM. Prinsip-prinsip ini memberikan kebebasan yang bertanggung jawab bagi pasangan untuk menentukan jumlah, penjarangan dan pembatasan kehamilan serta informasi dan cara untuk memenuhi hak-hak reproduksinya tersebut.

Tersedianya berbagai pilihan alat dan obat kontrasepsi di titik-titik layanan dengan informasi yang lengkap adalah wajib dipenuhi dan merupakan tantangan pemerintah saat ini. Melalui pertemuan tingkat tinggi tentang KB yang dilaksanakan di London, 11 Juli 2012, komunitas internasional telah sepakat untuk merevitalisasi komitmen global untuk KB dan perluasan akses pelayanan kontrasepsi; memperbaiki akses dan distribusi alat dan obat kontrasepsi serta mengatasi/mengurangi hambatan yang ditemui.

Program KB di Indonesia telah menorehkan sejarah panjang dalam pembangunan nasional. Selama 40 tahun terakhir, Indonesia telah menurunkan secara berarti angka kelahiran rata-rata dari 5.6 anak per wanita usia subur pada akhir 1960-an menjadi 2.6 berdasarkan hasil SDKI 2012.
Cerita sukses program KB yang tergambar dari penurunan angka kelahiran rata-rata ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor kunci. Di antaranya sejak 1970-an, komitmen politis pemerintah sangat kuat di berbagai tingkatan pemerintahan.

Kampanye yang sangat kuat melembagakan "dua anak cukup, laki dan perempuan sama saja" telah membentuk norma sosial ukuran keluarga ideal. Faktor lain yang perlu pula dicatat adalah komitmen dukungan finansial dari donator internasional dan tentu pula dari Pemerintah RI.

Bercermin dari prestasi program KB yang telah diukir sejak 1970-an dan menghadapi dinamika lingkungan strategis yang tengah dan akan dihadapi, program KB harus dapat mereposisi diri untuk mampu menjawab tantangan program KB ke depan. Peluang telah terbuka, dunia internasional telah mengembalikan perhatian dan dukungannya untuk kemajuan program KB khususnya di Indonesia. 

Semoga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar