|
Hari
Kontrasepsi Sedunia (HKS) kembali diperingati di seluruh dunia, termasuk
Indonesia pada 26 September ini. Ini dilakukan guna meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam ber-KB (keluarga berencana). Tujuannya, untuk menurunkan angka
kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi di seluruh dunia serta meningkatkan
pengetahuan masyarakat akan kesehatan reproduksi dan seks sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. HKS merupakan salah satu bentuk
kampanye global yang mengedepankan isu pentingnya kontrasepsi dalam kerangka
kesehatan manusia terutama kesehatan reproduksi. Hari spesial ini pertama kali
digagas di Eropa tahun 2007 yang didasari atas keprihatinan atas tingginya
kehamilan yang tidak diinginkan di kalangan remaja Eropa yang mencapai angka
hingga 85 persen dan cepatnya penyebaran infeksi menular seksual (IMS) akibat
ketidaktahuan masyarakat bagaimana melindungi diri dari ancaman infeksi ini.
Dengan
memanfaatkan momentum peringatan HKS tahun 2013 yang memiliki visi agar seluruh
kehamilan adalah diinginkan melalui pemberian informasi dan edukasi khususnya
remaja yang akan membentuk sebuah keluarga tentang kesehatan reproduksi dan
seksual, maka peringatan HKS tahun ini dapat menjadi tonggak penguatan komitmen
pimpinan di berbagai tingkatan dan memobilisasi sumber daya yang diperlukan
untuk keberlangsungan program kependudukan dan KB.
Dengan
mengambil tema "Perluasan Jangkauan Pelayanan Kesehatan Reproduksi dan
Kontrasepsi sebagai Upaya Nyata Perwujudan Derajat Kesehatan Keluarga yang
Berkualitas", peringatan HKS 2013 fokus pada pemberdayaan PUS muda untuk
menjadi cerdas dan mampu menempatkan kontrasepsi sebagai salah satu bagian
penataan rencana hidup mereka ke depan.
Dengan
pemberian informasi kesehatan reproduksi yang benar dan lengkap, maka upaya ini
akan sangat bermanfaat untuk mematahkan mitos-mitos yang menyesatkan seputar
kesehatan reproduksi dan memotivasi penggunaan kontrasepsi untuk perlindungan
diri, baik dari kehamilan yang tidak diinginkan maupun penularan IMS.
Pelaksana
Tugas Deputi Pelatihan, Penelitian, dan Pengembangan (Latbang) BKKBN Wendy
Hartanto mengemukakan, rapor merah di bidang kependudukan dan KB menjadi
pekerjaan rumah yang harus diselesaikan secara sungguh-sungguh oleh pemerintah
pusat, pemerintah daerah, dan seluruh stakeholder.
Salah satu masalah mendesak yang harus mendapatkan solusi adalah angka kematian
ibu dan bayi.
Sesuai
hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 yang akan diumumkan
kepada masyarakat luas, akhir September ini, angka kematian ibu di Indonesia
mencapai 359 meninggal dunia per 100.000 ibu hamil/melahirkan. Ini berarti
setiap tahun, ada lebih dari 14.000 ibu meninggal karena melahirkan.
Kepala
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan BKKBN Dra Flourisa Juliana S Apt
MKM menambahkan, hasil SDKI pasca otonomi daerah, yaitu tahun 2007 dan 2012
telah menunjukan stagnasi program KB dari beberapa indikator capaian.
Angka
kelahiran rata-rata tetap berada pada level 2.6; angka penggunaan kontrasepsi
masih berkisar 57 persen dengan dominasi penggunaan KB jangka pendek, angka
unmet need masih tinggi (8.5) dan fertilitas remaja (ASFR 15-19) justru
meningkat dari 35 menjadi 48 kelahiran per 1.000 wanita. Indikator-indikator
ini telah membuat jarak yang semakin jauh dari target capaian RPJMN 2010-2014
dan MDGs. SDKI juga berhasil mendapatkan berbagai informasi mengenai perilaku
fertilitas, KB, kesehatan ibu dan anak, kematian ibu dan anak serta pengetahuan
tentang HIV/AIDS dan penyakit infeksi menular lainnya. Secara internasional,
hasil SDKI ini telah diakui karena menggunakan standar kuesioner Demographic and Health Survey (DHS).
Sejalan
dengan semangat ICPD 1994 di Kairo, pendekatan pelayanan kontrasepsi di
Indonesia memegang teguh prinsip-prinsip HAM. Prinsip-prinsip ini memberikan
kebebasan yang bertanggung jawab bagi pasangan untuk menentukan jumlah,
penjarangan dan pembatasan kehamilan serta informasi dan cara untuk memenuhi
hak-hak reproduksinya tersebut.
Tersedianya
berbagai pilihan alat dan obat kontrasepsi di titik-titik layanan dengan
informasi yang lengkap adalah wajib dipenuhi dan merupakan tantangan pemerintah
saat ini. Melalui pertemuan tingkat tinggi tentang KB yang dilaksanakan di
London, 11 Juli 2012, komunitas internasional telah sepakat untuk
merevitalisasi komitmen global untuk KB dan perluasan akses pelayanan
kontrasepsi; memperbaiki akses dan distribusi alat dan obat kontrasepsi serta
mengatasi/mengurangi hambatan yang ditemui.
Program KB
di Indonesia telah menorehkan sejarah panjang dalam pembangunan nasional.
Selama 40 tahun terakhir, Indonesia telah menurunkan secara berarti angka
kelahiran rata-rata dari 5.6 anak per wanita usia subur pada akhir 1960-an
menjadi 2.6 berdasarkan hasil SDKI 2012.
Cerita
sukses program KB yang tergambar dari penurunan angka kelahiran rata-rata ini
dilatarbelakangi oleh beberapa faktor kunci. Di antaranya sejak 1970-an,
komitmen politis pemerintah sangat kuat di berbagai tingkatan pemerintahan.
Kampanye
yang sangat kuat melembagakan "dua anak cukup, laki dan perempuan sama
saja" telah membentuk norma sosial ukuran keluarga ideal. Faktor lain yang
perlu pula dicatat adalah komitmen dukungan finansial dari donator
internasional dan tentu pula dari Pemerintah RI.
Bercermin
dari prestasi program KB yang telah diukir sejak 1970-an dan menghadapi
dinamika lingkungan strategis yang tengah dan akan dihadapi, program KB harus
dapat mereposisi diri untuk mampu menjawab tantangan program KB ke depan.
Peluang telah terbuka, dunia internasional telah mengembalikan perhatian dan
dukungannya untuk kemajuan program KB khususnya di Indonesia.
Semoga! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar