Jumat, 06 September 2013

Manuver Militer AS

Manuver Militer AS
Andi Purwono  ;   Dosen Hubungan Internasional,
Dekan FISIP Universitas Wahid Hasyim Semarang
SUARA MERDEKA, 05 September 2013


AMERIKA Serikat terus memobilisasi kekuatan tempur ke Laut Merah untuk mendukung kemungkinan mewujudkan serangan terbatas ke Suriah. Publik bisa mengikuti pemberitaan mengenai pelayaran kapal induk bertenaga nuklir USS Nimitz, USS Harry S Truman, USS San Antonio dan beberapa kapal lain dalam grup tempur AS menuju laut tersebut (SM, 3/9/13). Apa makna manuver militer ini dan bagaimana dampaknya bagi politik internasional?

Pergerakan militer Amerika ke kawasan Timur Tengah bisa dimaknai sebagai Stra­tegi Trisula Obama. Pertama; meminjam pandangan Kegley and Wittkops (1997: 533) langkah itu adalah gun boat diplomacy, yakni unjuk kekuatan militer untuk mene­kan lawan supaya mengakui keseriusan Amerika.
Tak dimungkiri, kekuatan militer memiliki fungsi koersi. Dalam pandangan realisme politik, manuver itu hanya gagal jika Suriah atau sekutu pendukungnya melakukan manuver yang sama sehingga tercipta perimbangan kekuatan.

Selama ini berbagai upaya politik dengan langkah di PBB hingga dukungan ke oposisi belum berhasil menggoyang kekuasaan Bashar al-Assad. Pada ranah politik, dukungan Rusia dan China,  dua negara veto power menjadi garansi penting kekuatan Assad. Di sisi lain,  bagi Amerika dosa-dosa kemanusiaan rezim Assad sudah melampaui batas, apalagi dengan kemunculan tudingan penggunaan senjata kimia. Senjata kimia juga yang dijadikan penguat alasan karena sudah membahayakan keamanan nasional Amerika.

Kedua; mobilisasi kekuatan itu secara strategis memudahkan serangan jika sewaktu- waktu dibutuhkan. Sebagaimana diakui pejabat pertahanan AS, mereka ingin menghemat ruang dan waktu agar armada bisa langsung digunakan bila sewaktu-waktu diperlukan. Ketiga; upaya Obama menunjukkan keseriusan sekaligus menarik dukungan Kongres Amerika agar menyetujui rencananya menyerang Suriah.

Kongres AS terbelah karena Partai Demokrat menguasai Senat, namun parlemen didominasi Partai Republik yang pasti sangat prointervensi. Dukungan ini sangat penting secara politik agar punya pijakan mantap dan kebutuhan anggaran serangan bisa dijamin. Pengalaman Irak dan Afghanistan misalnya, membuktikan bahwa biaya yang dibutuhkan Amerika sangat besar, terutama karena tak ada kepastian kapan perang bisa berhasil mencapai tujuan.

Meski awalnya mempertontonkan sikap sangat  keras, akhirnya pada Sabtu pekan lalu Obama menyatakan menunda serangan ke Suriah. Posisi politiknya memang lemah karena berbagai penolakan dari sekutunya. Parlemen Inggris misalnya, tegas menolak intervensi militer, padahal dialah yang berkali-kali mengupayakan Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB untuk Suriah.

Pada tataran masyarakat internasional, berbagai aksi demo antiperang Suriah juga menyeruak. Berbagai tragedi kemanusiaan akibat perang di Irak, Afghanistan, dan Libya misalnya menjadi cermin buruk yang tidak bisa dilupakan.

Dalam pandangan kaum idealis dan pendukung liberal politik internasional, perang bukan hanya dianggap sebagai  dosa melainkan juga tindakan irasional politik. Hal ini mendasarkan pada kalkulasi untung rugi, mengingat biaya (ekonomi, sosial, dan politik) selalu lebih mahal dibanding keuntungannya.

Ironi Internasional

Dengan berandai-andai jika pada akhirnya minggu ini Kongres AS menyetujui serangan ke Suriah maka hal itu akan menjadi ironi internasional. Pertama; tindakan itu melanggar prinsip otoritas sah dalam doktrin Just War yakni bahwa kewenangan untuk menyerang seharusnya diputuskan lembaga berwenang, dalam hal ini DK PBB. Artinya, preseden buruk serangan ke Irak 2003 bakal berulang.

Kedua; alasan rencana serangan terkait senjata kimia juga lemah karena terjadi saling tuding bukti-bukti penggunaan senjata kimia, baik oleh pemerintah maupun oposisi Suriah. Tim PBB yang minggu lalu menginspeksi di Suriah belum mengumumkan temuannya. Karena itu, jangan sampai terjadi dunia harus menonton kelucuan sebagaimana serangan ke Irak atas tuduhan senjata pemusnah massal rezim Saddam Hussein yang tidak terbukti hingga kini.

Ketiga; sejak lama masyarakat internasional menyadari bahwa perang bukanlah solusi dan kita bisa melihat berbagai aksi penentangan dari berbagai penjuru bumi. Dampak negatif perang acap menciptakan berbagai masalah baru. Keempat; pada tataran hukum humaniter internasional, serangan Amerika bisa disebut langkah internasionalisasi perang domestik karena secara diametral telah mengubah hakikat konflik Suriah.


Hal itu mendasarkan pada fakta perubahan dari konflik internal sejak 2011 menjadi perang internasional. Pengategorian itu menjadi unsur penting karena berpengaruh pada jenis hukum kemanusiaan internasional yang mengaturnya. Para pemimpin dan warga dunia perlu terus menyuarakan penyelesaian diplomatik supaya konflik itu bisa diselesaikan melalui cara damai. Perang adalah cara kuno penyelesaian masalah sehingga seharusnya tidak lagi digunakan, apalagi dinomorsatukan. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar