Jumat, 06 September 2013

Kaum Muda ASEAN Bicara HAM

Kaum Muda ASEAN Bicara HAM
Kartini Laras Makmur ;  Ketua Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi HAM PB PMII
KORAN JAKARTA, 06 September 2013



Pada tanggal 26-29 Agustus lalu di Jakarta, 75 pemuda dari negara-negara ASEAN beserta Amerika Serikat, Pakistan, dan China berkumpul mendiskusikan kesiapan ASEAN Community 2015. Dari hasil pembahasan menyangkut tiga pilar komunitas ASEAN yang terdiri dari politik-keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya, lahirlah sebuah rekomendasi ASEAN Youth Assembly Declaration (AYAD). Hak asasi manusia (HAM) menjadi salah satu isu strategis yang dikemukakan dalam deklarasi kaum muda tersebut.

HAM ASEAN memang salah satu masalah krusial yang selalu hangat untuk dibahas. ASEAN dulu dikenal konservatif terhadap permasalahan satu ini, sehingga cenderung alergi untuk membahasnya dalam pertemuan akbar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT). Baru muncul semilir angin segar pada KTT ke-14 di Thailand bulan Oktober 2009 yang membahas HAM secara komprehensif hingga melahirkan Komisi Antarpemerintah ASEAN untuk HAM (AICHR). Kemudian tahun 2012 lahirlah Deklarasi HAM ASEAN (AHRD) pada KTT ke-21 di Kamboja.

Para pemuda memuji pembentukan mekanisme regional HAM ASEAN dengan kehadiran AICHR maupun Komite ASEAN untuk Pelaksanaan Deklarasi ASEAN tentang Perlindungan dan Promosi Hak-Hak Pekerja Migran (ACMW) yang lahir pada tahun 2008, serta Komisi ASEAN untuk Promosi dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak (ACWC) pada tahun 2010. 

Namun demikian, dalam deklarasi itu juga, pemuda ASEAN mempertanyakan fungsi badan-badan HAM dalam melindungi hak-hak warga ASEAN. Sebab, pelanggaran HAM terus dibiarkan dan belum terselesaikan meskipun telah ada badan-badan HAM di ASEAN.

Kehadiran badan-badan HAM di ASEAN tak serta-merta menghapuskan berbagai problematika HAM. Laporan terakhir dari Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar yang disampaikan di Jenewa sangat kuat mengindikasikan adanya genosida dan penyiksaan yang merupakan pelanggaran HAM berat di Myanmar. Konflik bersenjata tak hanya terjadi di Myanmar. Kejadian di Papua, meskipun kian hari skalanya mengecil, tetap menyisakan ancaman dalam negeri.

Masih pula ada anggota ASEAN yang hingga kini belum memiliki pengadilan terhadap pelanggaran ataupun kejahatan HAM, misalnya Kamboja. Sekalipun memiliki pengadilan HAM, seperti Indonesia, belum ada pelaku kejahatan atau pelanggar HAM yang bisa dihukum. Masalah kejahatan berat terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) juga kerap terjadi di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Kamboja, maupun Filipina.

Peradilan hukum rupanya tak bersih dari ketersiggungan terhadap pelanggaran HAM. Seluruh negara ASEAN kecuali Filipina, masih menerapkan hukuman mati yang dianggap usang bagi perkembangkan hukum di era retroaktif kini. Pengadilan di luar mekanisme proses hukum masih menyisakan luka atas HAM masyarakat Mindanau, Filipina. Terlebih, penyebab hal ini tak lain karena konflik politik lokal, sehingga hukum seakan lumpuh. 

Para pemuda ASEAN yakin jika Asia Tenggara terus lalai dalam merespons pelanggaran HAM, Masyarakat ASEAN tidak akan tercapai karena akan muncul tantangan stabilitas ekonomi dan keamanan kawasan serta hambatan proses demokratisasi anggota ASEAN. Maka, AYAD mendesak AICHR, ACWC, ACMW, dan organisasi ASEAN untuk meningkatkan kesadaran tentang universalitas HAM kepada pemerintah maupun masyarakat di ASEAN. Selain itu, AYAD juga minta mekanisme untuk mengambil langkah perlindungan terhadap minoritas yang membuka pintu partisipasi kaum muda dalam pelaksanaannya.

Memang, kehadiran AICHR, AHRD, ACWC, maupun ACMW dilihat dari perspektif minimalis merupakan langkah besar ASEAN karena sebelumnya tak pernah memasukkan isu HAM sebagai sebuah unsur regionalisme ASEAN yang terbuka. Namun, mekanisme HAM di lembaga-lembaga tersebut mengundang pertanyaan mengenai eksistensinya. Sampai saat ini, komite-komite HAM ASEAN masih sebatas memperoleh informasi (to obtain information) sehingga belum bisa menerima pengaduan. 

Peran Pemuda
Tentunya, kaum muda dapat melihatnya sebagai peluang berpartisipasi mendorong penguatan mekanisme HAM regional. Setidaknya, mereka dapat mendesak komisi untuk memeriksa kasus-kasus pelanggaran HAM di negaranya. Desakan ini dapat saja dilakukan lewat berbagai media baru seperti jejaring sosial ataupun organisasi kepemudaan. 

Langkah yang mungkin terdengar kecil ini sesungguhnya tak sekecil pembuktian sejarah. Jika belajar dari pengalaman Komisi HAM Inter-Amerika yang pada awal pembentukannya juga tidak mempunyai mekanisme pengaduan, terbukti desakan masyarakat sipil mampu mengubah keadaan. 

Pada tahun 1980-an masyarakat yang juga terdapat unsur kepemudaan mendesak komisi untuk memeriksa kasus penculikan di Argentina. Hasilnya, kini bukan saja Argentina berubah menjadi lebih demokratis, melainkan komisi HAM Inter-Amerika pun menjadi badan yang paling kuat dalam penegakan HAM.

Isu partisipasi pemuda dan anak, yang sangat jarang diperbincangkan, telah pula disepakati dalam rencana kerja ACWC. Hal ini patut diapresiasi melihat perjalanan perlindungan partisipasi masyarakat yang juga mencakup pemuda sempat mengalami tantangan tatkala Myanmar pernah berniat mengamendemen TOR dengan menghapus kata civil society organization pada bulan-bulan awal berdirinya ACWC. Untunglah hal itu urung dilakukan, sehingga gerakan pemuda ASEAN untuk mendorong kemajuan HAM di kawasan telah terlindungi.

Pemuda dapat mengisi kekosongan mekanisme pengaduan di komisi HAM ASEAN. Ketiadaan mekanisme pengaduan, country visit dan fact finding, serta pembahasan situasi HAM di tiap negara, bukan berarti menutup semua pintu peluang untuk pengaduan. Pemuda dapat mengadukan melalui isu-isu tematik. 

Gerakan yang masif untuk "membombardir" AICHR dengan pengaduan-pengaduan atas pelanggaran HAM di negara masing-masing setidaknya dapat menjadi langkah awal menuju penguatan mekanisme HAM ASEAN. Menjelang review term of reference pada tahun 2014, banyaknya pengaduan yang masuk dari kalangan pemuda atas situasi HAM di negara-negara anggota ASEAN bisa menjadi sarana pembentukan opini.

Selain itu, pemuda dari negara-negara anggota ASEAN juga dapat mengirim individual complaint ke PBB ditembuskan ke ASEAN. Hal ini terkait dengan mandat yang diterima AICHR untuk berkonsultasi dengan entitas HAM lain baik di tingkat regional maupun internasional. Dengan menerima tembusan pengaduan kepada PBB, AICHR bisa melakukan dialog dengan Dewan HAM PBB dan Special Rapporteur.

Tak bisa dipungkiri, peran pemuda akan semakin besar dan bermanfaat untuk kemajuan kawasan Asia Tenggara jika mendapat stimulus organisasi ASEAN maupun pemerintah negara-negara anggota. Hal ini sesuai dengan harapan yang tercantum dalam AYAD agar ASEAN dan negara anggotanya memberi ruang pemuda untuk terlibat aktif dalam pembangunan Masyarakat ASEAN. 

Ke depan, jika langkah proaktif pemuda dan dukungan organisasi ASEAN maupun pemerintah negara anggotanya terus berkesinambungan, tergambar cara ASEAN Community 2015 akan menjadi jembatan emas kemajuan HAM kawasan ini. Pemuda yang mendapat hak untuk memajukan masyarakat akan memajukan masyarakat seperti ungkapan Karl Menninger “What’s done to children, they will do to society” (yang dikerjakan untuk anak-anak akan dilakukan pula bagi masyarakat yang lebih luas). ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar