Minggu, 22 September 2013

Efek Mozart di Puskesmas

Efek Mozart di Puskesmas
Pribakti B  ;   Dokter, Pengajar SMF Obsgin
FK Universitas Lambung Mangkurat/RSUD Ulin Banjarmasin
JAWA POS, 21 September 2013


JAMAK diketahui bahwa musik, suara, ataupun nyanyian berharga bagi kehidupan manusia. Dari penelitian di luar negeri maupun dari observasi studi kasus di Indonesia, musik dapat mencerdaskan otak manusia. Terlebih bila terapi musik tersebut dilakukan sejak bayi berada dalam rahim ibu untuk memberikan keseimbangan perkembangan otak kiri dan kanan. Umumnya stimulasi perkembangan otak janin dapat dilakukan sejak usia kehamilan 18-20 minggu. 

Jika seluruh bagian dari telinga telah terbentuk, si janin akan mendengar suara yang datang dari luar rahim, seperti layaknya kita semua. Yang lebih menakjubkan, ternyata dari penelitian terbukti bahwa janin bukan hanya mendengar, tapi juga memberikan respons terhadap segala suara. Jadi, bila mendengar suara musik dari luar, si janin akan meresponsnya. Coba saja dengan menempelkan walkman ke perut ibu hamil.

Berdasar perkembangan embriologi, otak bayi terdiri atas otak kanan dan otak kiri, yang pembentukannya dimulai pada awal-awal kehamilan sampai bayi lahir. Belahan otak kiri merupakan tempat untuk melakukan fungsi akademik. Ini meliputi berbicara/kemampuan tata bahasa, baca-tulis-hitung, daya ingat, logika, analisis, angka, dan lainnya. Karena bersifat logis, otak kiri berhubungan erat dengan pembentukan kecerdasan anak pada pendidikan formal. Adapun otak kanan berkaitan dengan perkembangan artistik dan kreatif. Di dalamnya meliputi perasaan, gaya bahasa, irama musik, imajinasi, lamunan, warna, pengenalan diri dan orang lain, serta sosialisasi dan pengembangan kepribadian. 

Jelas sekali bahwa fungsi otak kiri maupun otak kanan ada kaitannya dengan musik. Karena itu, pada pelaksanaan terapi musik bagi ibu-ibu hamil, perangsangan atau stimulasi mental haruslah mencakup peningkatan perkembangan dan keseimbangan kedua belahan otak tersebut. Ikhtiar ini dimaksudkan agar bayi/anak kelak tumbuh dan berkembang menjadi individu atau manusia seutuhnya. 

Penelitian doktor ahli kebidanan Hermanto Tri Joewono dari Surabaya (2002) sungguh patut diapresiasi. Beliau meneliti sel otak bayi tikus (rattusnovergicus) yang setiap saat sang ibu tikus diperdengarkan musik Mozart, gamelan, dan dangdut. Ternyata, jumlah sel otak janin tikus meningkat secara bermakna. Hasilnya, musik Mozart (136,7), gamelan (80,5), dan dangdut (70,7). Sementara kelompok kontrol yang tidak pernah diperdengarkan musik apa pun, jumlah sel otaknya cuma 44,2. 

Janin Mozart 

Secara umum terapi musik akan dapat menimbulkan efek Mozart. Yakni, suara irama, lagu, dan komposisi tertentu mempunyai efek yang secara fisik, mental, emosional, serta spiritual dapat menguatkan pikiran, membuat kreatif, serta berdaya penyembuhan penyakit. 

Mozart memang musikus genius yang mencipta sejumlah musik paling inspiratif di dunia. Musiknya bisa membangkitkan kasih sayang, mengusir kesedihan. Bahkan, musik tersebut bisa mempertajam pikiran, meningkatkan kreativitas, dan menyehatkan tubuh. Musiknya punya kekuatan menarik indera dan otak secara serempak. Musik bisa menolong pasien stroke menemukan bahasa dan ekspresi. Mozart mulai merintis karya besar sejak berusia empat tahun dan mulai matang di usia delapan tahun!

Sejak dalam rahim janin Mozart memang selalu dibuai dengan musik. Ayahnya, Leopold, adalah guru biola, komponis kerajaan. Dia sering mengalunkan top symphony ciptaannya dengan alat musik sejenis piano yang menyentak-nyentak, namun jenaka. Kakak Mozart, Maria Anna, yang berusia empat tahun juga menyambut kelahiran sang adik dengan ketukan-ketukan keyboard. 

Leopold memang menaruh harapan besar bahwa kehamilan istrinya menghasilkan ahli waris bakat musiknya. Maka, melodi-melodi pertama dalam diri Mozart adalah musik. Alunan irama itulah yang diyakini merangsang otaknya menjadi genius. Musik adalah pengugah perasaan mendalam yang paling cepat. 

Pengaruh musik memang luar biasa. Jangan heran jika di desa kecil Prancis, dokter ahli kebidanan Michael Odent mengoordinasikan pertemuan kelompok ibu-ibu hamil yang dilengkapi dengan piano. Mereka bisa bernyanyi bersama secara teratur. Mereka rutin memperdengarkan musik Mozart pada dinding perut ibu hamil.

Di Valencia, Spanyol, bidan Rosario N. Rozada Montemurro di tempat kerjanya juga membantu kelompok paduan suara dua kali sepekan bagi ibu-ibu hamil. Tujuannya, agar bayi mereka yang di dalam rahim 95 persen waktunya diisi tidur bisa terusik. Bangun lalu "nguping" dan menikmati musik. 

Sudah waktunya program musik untuk janin ini dikembangkan di sini, terutama di puskesmas. Bagaimanapun, perkembangan otak dan pikiran janin diyakini terbentuk sejak dini di rahim. Hal ini didukung banyak jurnal penelitian. Terbukti selama kehamilan janin mendengar aspek nada dan irama suara ibu, sehingga waktu lahir mengerti bahasa sehari-hari.

Jadi, mari kita isi "otak" janin-janin calon penerus bangsa ini dengan musik dan lagu! Lengkapi puskesmas atau komunitas ibu-ibu hamil dengan musik! Semoga kualitas manusia Indonesia bakal naik peringkatnya, menggeser urutan top Norwegia, Islandia, Swedia, Australia, dan Belanda. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar