Senin, 02 September 2013

Bonus Demografi

Bonus Demografi
Haryono Suyono ;   Mantan Menko Kesra RI
SUARA KARYA, 02 September 2013


Minggu lalu, dalam rangka ulang tahun ke-46 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), bekerja sama dengan BKKBN, Asosiasi Profesor Indonesia, Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional, Koalisi Kependudukan dan beberapa lembaga lainnya, LIPI menyelenggarakan seminar internasional untuk menyikapi Bonus Demografi yang konon menurut perhitungan awal, terjadi pada tahun 2020-2030. Yang pasti, perhitungan ini akan meleset menjadi tahun 2025-2035 atau kalau keadaan dibiarkan tidak terkontrol, kemunduran datangnya bonus itu bisa lebih lama.

Bonus Demografi dengan Windows of Opportunity adalah suatu keadaan di mana penduduk potensial mempunyai tanggungan paling kecil. Artinya, dengan asumsi sederhana, dalam seri yang panjang, jumlah penduduk usia antara 15-60 tahun mempunyai tanggungan proporsi jumlah penduduk di bawah usia 15 tahun dan penduduk di atas usia 60 tahun paling kecil. Asumsinya, penduduk usia 15-60 tahun produktif dan tanggungannya penduduk di bawah usia 15 atau di atas usia 60 tahun dianggap tidak produktif.

Asumsi itu tidak selalu benar untuk negara berkembang seperti Indonesia. Definisi itu adalah untuk keperluan perhitungan demografi, yang apabila tidak dicermati bisa menyesatkan. Oleh karena itu, sebagai penanggung jawab pembangunan, pemerintah tidak perlu menunggu sampai 2020 atau 2030 untuk menjadikan penduduk sebagai sumber daya pembangunan. UU Nomor 52 Tahun 2009, sebagai penyegar UU No 10/1992, memberi pesan yang sangat jelas bahwa sejak program KB berhasil tahun 1990, tingkat kelahiran menurun separo dari keadaan di tahun 1970, pertumbuhan penduduk nyata-nyata dapat dikendalikan, pemerintah telah melihat kesempatan emas menjadikan penduduk sebagai kekuatan pembangunan. Sayang, sikap tersebut tidak dilanjutkan.

Pada saat itu, dengan gigih diperankan keluarga mengambil tanggung jawab yang lebih tinggi dalam membangun penduduk sebagai anggotanya. Setiap keluarga diwajibkan menyekolahkan anaknya agar kekuatan penduduk makin cerdas disertai pendidikan watak dan budaya melalui pemahaman yang utuh dari Pancasila. Keluarga dibangun menjadi keluarga yang sehat dan sejahtera dengan ketrampilan yang memadai.

Bonus Demografi dalam pengertian yang populer, bukan hanya didasarkan pada perhitungan jauh ke depan saja, tetapi pada hasil nyata menurut Sensus Penduduk 2000 perlu lebih dicermati. Lebih-lebih, pada apa yang tampak makin jelas lagi pada waktu Sensus Penduduk 2010. Penduduk usia 15-60 tahun telah berjumlah lebih dari 170 juta, melebihi jumlah penduduk di bawah usia 15 tahun ditambah penduduk di atas usia 60 tahun. Disitulah dengan kearifan yang tinggi sebenarnya sudah terlihat kesempatan untuk dengan gigih membangun sumber daya manusia yang melimpah dan menempatkan pembangunan berbasis kependudukan.

Oleh karena itu, pemerintah seharusnya tanggap dan menempatkan penduduk dewasa yang melimpah sekarang ini sebagai kekuatan yang potensial dan mengadakan program pendidikan dan pelatihan ketrampilan secara besar-besaran. Kalau penduduknya masih di bawah usia 6 tahun, 18 tahun atau 22 tahun, maka pendidikan adalah kunci utamanya. Tetapi, sudah banyak yang berusia di atas 12 tahun tetapi tidak sekolah di SMP, sudah lebih 15 tahun tidak sekolah di SMA, atau sudah lebih 18 tahun tidak kuliah di perguruan tinggi.

Kepada mereka, sebagai bonus demografi, haruslah diusahakan dengan sungguh-sungguh untuk diberikan pelatihan ketrampilan agar bonus itu bisa bekerja dan memberi sumbangan kepada pembangunan yang berlangsung di tanah air. Mereka harus dijadikan tenaga terampil dan segera diberikan pekerjaan yang memadai. Setiap penduduk harus bekerja agar menghasilkan apa saja yang bisa menambah kemampuan bangsa ini untuk maju.

Dengan membiarkan penduduk, yang sudah telanjur tidak sekolah, yang jumlahnya sangat besar itu, berarti pemerintah mengabaikan bonus demografi, yaitu penduduk yang selama tahun 1980-2000-an tidak meninggal dunia karena tingkat kesehatan yang makin baik dan orangtua mereka tidak terlalu banyak mempunyai anak sehingga mereka tidak jadi meninggal dunia. Ada sekitar 100 juta penduduk yang tumbuh menjadi penduduk berusia 15-60 tahun pada 2010. Jumlah itu menambah jumlah penduduk usia tersebut yang tahun 1970-an baru sekitar 60 jutaan, berkembang menjadi sekitar 170 juta pada tahun 2010. Artinya, pada tahun 2010 kita sudah memperoleh bonus lebih dari 100 juta pemuda dan penduduk produktif, tidak perlu lagi menunggu sampai tahun 2020 atau 2030.

Pada tahun 2020 atau tahun 2030, bonus yang ada bukan karena tanggungannya makin kecil tetapi akan tetap besar. Yang makin kecil hanya persentasenya saja. Kita jangan terkecoh dengan angka-angka persentase. Kalau persentase tanggungan sama dengan 40-44 persen itu semua adalah dari jumlah penduduk di atas 300 juta. Sedangkan jumlah penduduk usia 15-60 tahun saja bisa berjumlah 300 juta jiwa dan penduduk Indonesia bisa lebih dari 400 juta jiwa. Lebih dari itu, tingkat kesehatan juga bertambah baik, sehingga penduduk yang dianggap penduduk lanjut usia karena sudah berusia di atas 60 tahun, pada 2020 menjadi bertambah muda karena usia harapan hidup bertambah tinggi.


Pada usia 60-70 tahun hampir pasti masih kuat dan mampu bekerja secara penuh sehingga menambah potensi penduduk yang potensial. Ini berarti bahwa bonus demografi yang harus ditangani dan dipersiapkan dengan pelatihan dan kesempatan kerja akan bejumlah lebih dari 300 juta jiwa, suatu bonus yang apabila tidak dipersiapkan secara matang akan menjadi sumber malapetaka. Kalau political will tetap seperti sekarang, jangan harap bonus demografi akan membawa manfaat. Yang pasti, akan membawa kemiskinan dan tidak mustahil akan menjadi kekuatan revolusi sosial yang maha dahsyat. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar