Senin, 02 September 2013

Menuju Indonesia Baru

Menuju Indonesia Baru
Djoko Subianto ;   Kolumnis, Alumnus Universitas Padjadjaran
SUARA KARYA, 02 September 2013


Seperti apakah sosok dan paras Indonesia 50 atau bahkan 100 tahun ke depan? Akankah Indonesia menjadi sebuah negara yang lebih baik, lebih sehat, lebih cantik, lebih sejahtera dan membuat bangga semua warganya? Ataukah, Indonesia justru menjadi lebih buruk, lebih jelek, lebih miskin dan mewujud menjadi sebuah negara gagal, yang membuat segenap warganya senantiasa dirundung stres, cemas, depresi dan bahkan paranoid?

Fakta bahwa Indonesia masih berdiri tegak hingga detik ini, tentu saja, patut kita syukuri. Meskipun demikian, Indonesia hari ini masih jauh dari sebuah negara ideal yang kita cita-citakan, sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi. Negara ideal yang dimaksud adalah sebuah bentuk negara kesejahteraan (welfare state).

Sayang memang. Hingga Republik ini telah genap berusia 68 tahun, alih-alih mewujud menjadi sebuah negara kesejahteraan, Indonesia saat ini malah dibelit oleh sejumlah persoalan yang sepertinya tidak berkesudahan yang membuat Republik ini terlihat kusam, muram nan buram.

Mental korup yang masih melekat kuat pada sebagian besar para penyelenggara negara menjadikan negeri kepulauan terbesar di jagat ini makin carut-marut dan kian terpuruk serta berpotensi menjadi sebuah negara gagal (failed state).

Seperti diketahui, dalam Indeks Negara Gagal (Failed State Index), yang disusun oleh lembaga riset nirlaba The Fund for Peace dan dipublikasikan di Washington DC, Amerika Serikat (AS), Juni 2012 lalu, Indonesia ditempatkan di peringkat ke-63 dari 178 negara. Dalam posisi tersebut, Indonesia dimasukkan ke dalam kategori negara-negara yang dalam bahaya menuju negara gagal.

Dalam karyanya yang monumental bertajuk Failed States, Collapsed States, Weak States: Causes and Indicators, I Rotberg mengungkapkan bahwa negara gagal memiliki sejumlah indikator, antara lain sebagai berikut: keamanan rakyat tidak bisa dijaga, kerawanan terhadap tekanan luar negeri, ketidakberdayaan pemerintah pusat dalam menghadapi masalah dalam negeri, konflik etnis dan agama, merajalelanya praktik korupsi serta legitimasi negara terus melorot.

Perubahan Besar

Sudah barang tentu, kita tidak ingin negeri ini akhirnya terjerumus menjadi sebuah negara yang benar-benar gagal. Karenanya, kita menaruh asa agar suksesi kepemimpinan nasional tahun depan mampu melahirkan sosok pemimpin solusional yang segera menciptakan perubahan besar bagi negeri ini, sekaligus membawa perbaikan berarti menuju tata kelola pemerintahan yang semakin baik yang dilandasi paling tidak oleh prinsip-prinsip berikut ini.

Pertama, keberlanjutan. Pembangunan negara harus bersandar pada aspek keberlanjutan demi terciptanya keseimbangan ekonomi, sosial, politik, budaya maupun lingkungan bagi generasi masa kini dan generasi masa datang.

Kedua, responsif. Setiap kebijakan dan layanan publik haruslah responsif terhadap tuntutan dan kebutuhan warga negara dan dilaksanakan dengan efisien serta efektif.

Ketiga, keadilan. Segenap warga negara tanpa memandang jender, suku, warna kulit, tingkat pendidikan, status sosial, afiliasi politik, keyakinan maupun agama harus memeroleh akses yang sama bagi berbagai kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, pekerjaan, air bersih, sanitasi dan layanan-layanan umum lainnya.

Keempat, transparansi. Pengelolaan negara dibangun oleh transparansi dari semua pemangku kepentingan. Ini untuk menciptakan iklim keterbukaan dan keterpercayaan sekaligus menegakkan profesionalitas, integritas serta sebagai modal untuk membangun kolaborasi yang harmonis dari semua pihak dalam menghadapi berbagai persoalan negara dan bangsa.

Kelima, partisipasi publik. Partisipasi publik secara aktif - termasuk partisipasi dari kelompok-kelompok yang termarjinalisasi - dalam proses pembuatan keputusan bakal berkontribusi secara berarti bagi tercapainya kehidupan bernegara dan berbangsa yang lebih baik.

Keenam, keamanan. Aspek keamanan, baik lahir maupun batin, harus benar-benar dijamin oleh negara sehingga hak-hak dasar seperti hak hidup, kepemilikan, dan kebebasan dapat dirasakan oleh semua warga negara, tanpa kecuali. Untuk itu, para pengelola negara harus berusaha keras menghindari dan mengatasi terjadinya aneka konflik maupun bencana, sekecil apa pun, baik dalam level lokal maupun nasional.

Andai saja prinsip-prinsip di atas dapat dijalankan sebaik-baiknya, tampaknya bukan sesuatu yang sulit dan memakan waktu lama untuk menciptakan sebuah Indonesia yang benar-benar baru dan lebih baik.
Namun, sebaliknya, jika prinsip-prinsip tadi cenderung terus diabaikan, maka Republik ini bakal semakin amburadul dan acak-acakan sementara ketidakadilan dan esklusifitas semakin mencolok. Di sisi lain, kepentingan kelompok dan golongan menjadi lebih dominan daripada kepentingan publik. Ujungnya, kepentingan publik terpinggirkan dan publik merasa semakin tidak nyaman dan merasa tidak bangga lagi dengan negara yang ditinggalinya.


Ah, sungguh malang. ●  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar