Terobosan Sektor Energi
Pri Agung Rakhmanto ; Dosen di FTKE Universitas Trisakti;
Pendiri ReforMiner Institute
|
KOMPAS,
02 November 2015
Satu tahun
pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla berjalan, perbaikan di sektor energi
mulai dirasakan. Satu hal yang paling nyata adalah terkendalinya besaran
anggaran subsidi energi (BBM dan listrik).
Anggaran subsidi
energi yang pada 2013 dan 2014 melebihi Rp 300 triliun, pada 2015 dapat
ditekan hingga menjadi sekitar Rp 115 triliun. Untuk tahun 2016, anggaran
subsidi energi diperkirakan menjadi Rp 121 triliun.
Ada dua hal yang
menjadi penyebab utama turunnya anggaran subsidi secara signifikan. Pertama,
turunnya rata-rata harga minyak dari kisaran 100 dollar AS per barrel menjadi
sekitar 60 dollar AS per barrel. Kedua, penerapan kebijakan reformasi subsidi
energi melalui langkah penyesuaian harga yang cukup tepat, baik untuk harga
bahan bakar minyak (BBM) maupun tarif listrik.
Untuk BBM, subsidi
bensin premium dicabut dan subsidi solar ditetapkan konstan Rp 1.000 per
liter. Untuk listrik, diterapkan kebijakan penyesuaian tarif otomatis secara
berkala. Meskipun ada unsur "tertolong" harga minyak rendah dan
masih ada sedikit inkonsistensi dalam implementasinya, kebijakan reformasi
subsidi energi yang diterapkan merupakan perbaikan fundamental nyata yang
telah dilakukan pemerintahan Jokowi-Kalla selama satu tahun ini.
Namun, perbaikan dan
prestasi itu masih jauh dari cukup untuk dapat menjawab tantangan dan
permasalahan sektor energi yang terus bergerak (lebih) cepat dan berkembang
sedemikian kompleks. Diperlukan tidak hanya kerja keras yang ekstra, tetapi
juga kerja cerdas yang tidak sekadar memandang dan memperlakukan permasalahan
energi sebagai permasalahan biasa-biasa saja (business as usual).
Di sinilah saya
melihat "sentuhan" khas Presiden Jokowi yang identik dengan
sederhana, taktis, efektif, dan efisien sangat relevan. Hal ini yang terasa
kurang ada di sektor energi selama satu tahun ini. Meskipun jajaran birokrasi
pemerintah di sektor energi tampak berupaya sangat keras meyakinkan publik
bahwa kerja keras telah dilakukan, dan mungkin memang seperti itu adanya,
tetapi saya melihat sektor energi masih minim terobosan cerdas ala Presiden
Jokowi.
Lambatnya kepastian
mendapatkan investor kilang, misalnya, mungkin tidak harus diatasi dengan
cara "konvensional" dengan menunggu penerbitan peraturan presiden
(perpres), tetapi langsung kepada pokok permasalahan bahwa yang prinsip
adalah bagaimana menjamin investor mendapatkan tingkat pengembalian investasi
yang kompetitif. Kendala perizinan untuk kegiatan eksplorasi dan produksi
hulu migas mestinya akan jauh lebih sederhana jika dilakukan sistem perizinan
satu pintu secara langsung di SKK Migas atau di Direktorat Jenderal Migas,
daripada melimpahkan sebagiannya ke BKPM seperti yang sekarang dilakukan.
Masalah pembebasan
lahan mungkin harus diatasi dengan menjadikan eksekusi sebagai tugas
institusi pemerintah, bukan investor. Kelambanan pengembangan energi baru
terbarukan, seperti panas bumi dan bahan bakar nabati, mungkin perlu diatasi
dengan menugaskan BUMN untuk menjadi off-taker, tetapi dengan kompensasi
pengurangan setoran dividen. Atau, dalam hal krisis listrik, mungkin tidak
harus diselesaikan dengan cara terpusat dan cenderung bombastis seperti
program 35.000 MW, tetapi dengan pendekatan yang mengedepankan pemberdayaan
(pemerintah) daerah dan berangkat dari kebutuhan tiap-tiap daerah.
Tentu tidak semua
terobosan seperti contoh di atas dapat diimplementasikan dengan mudah. Akan
tetapi, mengingat sektor energi adalah kunci, sementara tantangan
permasalahan di dalamnya bergerak cepat dan semakin kompleks, pendekatan
penyelesaian masalah yang tidak selalu terpaku pada pola birokrasi reguler
yang sudah ada mestinya lebih mewarnai cara pengelolaan sektor energi
sekarang dan ke depan.
Penyelenggara
pemerintahan di sektor energi dengan seluruh jajaran institusi dan sumber
daya di dalamnya perlu lebih kreatif dan konkret dalam menerjemahkan visi dan
karakteristik Presiden Jokowi dalam menjawab tantangan dan menyelesaikan
permasalahan yang ada. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar