Senin, 01 September 2014

Negara Maritim

Negara Maritim

Tridoyo Kusumastanto  Guru Besar Kebijakan Ekonomi Kelautan IPB Bogor
KORAN SINDO, 01 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

Visi Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk membangun negara maritim perlu dikaji dengan cermat sehingga dapat diimplementasikan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Kemaritiman adalah peradaban dunia karena kepentingan negara-negara di dunia akan sangat ditentukan bagaimana pengelolaan dan pemanfaatan laut untuk kemakmuran maupun keberlanjutan bangsa-bangsa di dunia. Demikian pula Indonesia yang 70% wilayahnya berupa laut dan lautan perlu meletakkan arah pembangunan sebagai negara maritim.

Nenek moyang bangsa Indonesia pernah mencapai abad keemasan sebagai negara maritim saat Kerajaan Mataram dan Sriwijaya serta kerajaan lainnya di Nusantara yang ”menguasai laut” dari berbagai belahan bumi sehingga mendapatkan kemakmuran bagi rakyatnya dari laut melalui aktivitas ekonomi maupun perdagangan global dengan memanfaatkan laut.

Zaman kejayaan maritim tersebut pudar pada masa penjajahan dan berimbas sampai sekarang orientasi pembangunan kurang mengintegrasikan pembangunan darat dan laut sebagai sebuah kekuatan pembangunan yang menyejahterakan bangsa Indonesia.

Epistemologi Maritim

Dalam mengembalikan kejayaan Nusantara, Indonesia harus mengedepankan visi pembangunan negara maritim. Untuk mewujudkan Indonesia sebagai sebuah negara maritim, harus dipenuhi empat kriteria kriteria: a) berdaulat di wilayah NKRI dan disegani negara lain atas wilayahnya; b) menguasai seluruh wilayah darat, laut, dan udara melalui ”effective occupancy” dan memiliki ”sea power” yang diandalkan secara nasional dan global; c) mampu mengelola dan memanfaatkan berbagai potensi pembangunan sesuai aturan nasional dan internasional; d) menghasilkan kemakmuran bagi segenap rakyat Indonesia.

Dengan demikian, keterpaduan darat dan laut dalam pembangunan harus menjadi dasar spasial serta berorientasi pada wawasan nasional maupun global dengan mengutamakan kepentingan nasional. Perspektif pembangunan negara maritim juga didasari bahwa keberlanjutan pembangunan guna mencapai keberlanjutan bangsa Indonesia. Negara maritim adalah negara yang berdaulat, menguasai, mampu mengelola dan memanfaatkan secara berkelanjutan dan memperoleh kemakmuran dari laut.

Dengan demikian, apabila membicarakan negara, digunakan istilah negara maritim karena terkait kata sifat yakni mengelola dan memanfaatkan laut untuk kejayaan negaranya. Sedangkan kelautan adalah yang terkait artian fisik dan properti (physical property) yakni terkait sumber daya kelautan dan fungsi laut yang digunakan untuk mencapai negara maritim. Visi kelautan adalah visi dalam mendayagunakan sumber daya dan fungsi laut secara berkelanjutan untuk kemakmuran bangsa.

Visi kelautan tersebut digunakan untuk menyatukan pembangunan yang berwawasan ke dalam (inward looking) yakni mengembangkan kemajuan Nusantara dan negara kepulauan dan wawasan keluar (outward looking) yakni mengembangkan berbagai kemampuan bangsa untuk menguasai potensi laut secara global sesuai peraturan internasional untuk kemakmuran bangsa Indonesia.

Strategi Pembangunan Negara Maritim

Kendati demikian, pembangunan bidang kelautan Indonesia belum berperan optimal dalam pembangunan ekonomi Indonesia karena berbagai kebijakan yang memarginalkannya. Ini karena sampai saat ini kebijakan pemerintah di bidang kelautan belum muncul sebagai sebuah arus utama (mainstream) kebijakan politik dan ekonomi dalam pembangunan bangsa sehingga pembangunan bidang kelautan jauh tertinggal dibanding pembangunan daratan.

Berdasarkan kondisi yang dimilikinya seharusnya Indonesia kembali mengarusutamakan pembangunan kelautan sesuai jati diri bangsa. Dengan demikian, mewujudkan negara maritim memerlukan kebijakan kelautan (ocean policy) yang diharapkan dapat mewujudkan tujuan untuk menjadi negara maritim yang sejahtera.

Dalam menjabarkan ocean policy menjadi sebuah mainstreampembangunan ekonomi nasional, pembangunan dituangkan dalam kebijakankebijakan nyata yang implementatif melalui kebijakan ekonomi kelautan (ocean economic policy), kebijakan tata kelola kelautan (ocean governance policy), kebijakan lingkungan laut (ocean environment policy), kebijakan pengembangan budaya bahari (maritime culture policy), dan kebijakan keamanan maritim (maritime security policy) sehingga lima pilar tersebut dijabarkan secara implementatif menjadi program pembangunan negara maritim.

Kebijakan tersebut acuan pembangunan kelautan baik jangka pendek, menengah, maupun panjang dalam kerangka besar mengukir masa depan bangsa (reframing the future). Dengan demikian, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan serta fungsi laut dapat dilaksanakan secara holistik menyinergikan semua sektor yang berkaitan dengan pembangunan nasional.

Dengan begitu, kelembagaan kementerian yang menangani laut yakni Kementerian Kelautan Perikanan dan koordinasi dengan kementerian terkait lainnya harus diperkuat dan bukan sebaliknya. Ini karena pada dasarnya satu sektor dan sektor lainnya baik yang memanfaatkan sumber daya daratan, laut, maupun udara akan saling melengkapi dan mendukung sehingga menghasilkan pemanfaatan pada tingkat optimal dari sumber kekayaan nasional dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional demi kesejahteraan bangsa Indonesia.

Konsep ekonomi kelautan mengedepankanpembangunanekonomi yang mendayagunakan sumber daya kelautan (ocean based resource) dan fungsi laut secara bijaksana sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia dengan didukung oleh pilar-pilar ekonomi berbasis daratan (land based economy) yang tangguh dan mampu bersaing dalam kancah kompetisi global antar bangsa (Kusumastanto, 2013).

Aktivitas ekonomi di pesisir, laut, dan lautan sebagai ekonomi kelautan (ocean economy) terdiri atas tujuh sektor yakni perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri kelautan/ maritim, transportasi laut, bangunan kelautan, dan jasa kelautan. Batasan secara spasial ekonomi kelautan adalah ke darat adalah wilayah kabupaten/kota pesisir dan ke arah laut adalah wilayah laut sampai ZEE Indonesia serta landas kontinen Indonesia (Kusumastanto, 1995).

Keanekaragaman sumber daya di bidang kelautan terlihat dari jenis potensi yang dimiliki. Pertama, sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) seperti sumber daya perikanan beserta ekosistem laut dengan megabiodiversitasnya. Kedua, sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable) seperti sumber daya minyak, gas, dan berbagai jenis mineral lainnya.

Ketiga, selain dua jenis sumber daya tersebut, juga terdapat berbagai macam fungsi dan jasa kelautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan nasional seperti transportasi laut, pariwisata bahari, energi terbarukan (pasang surut, OTEC, dan sebagainya), industri kelautan/maritim, dan jasa lingkungan laut. Potensi ekonomi diperkirakan minimal sebesar USD 171 miliar per tahun (Dekin, 2013) dan saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dalam pembangunan nasional.

Pengembangan perekonomian Indonesia belum memanfaatkan potensi kelautan dengan sungguh-sungguh yang ditunjukkan belum optimumnya perhatian terhadap ekonomi kelautan Indonesia. Potensi kekayaan pesisir dan laut belum menjadi basis ekonomi bagi pembangunan nasional. Ini dapat dilihat dari masih relatif tidak berkembangnya kontribusi ekonomi bidang kelautan dalam produk domestik bruto (PDB) nasional.

Dibandingkan nilai ekonomi kelautan Jepang, Korea Selatan, China, dan Vietnam yang mampu menyumbang hingga 48% bagi PDB nasionalnya, tampak ekonomi kelautan Indonesia kurang berkembang walaupun potensi yang dimilikinya lebih besar. Proporsi ini bisa dikatakan besar jika dilihat panjang pantai dan kekayaan laut mereka memang relatif kecil jika dibandingkan Indonesia. Bila dilihat dari kontribusi bidang kelautan dan perannya dalam kehidupan masyarakat, cukup signifikan namun kurang berkembang.

Berdasarkan perhitungan dengan berbagai keterbatasan data yang tersedia, sejak 1995-2005 kontribusi ekonomi bidang kelautan diperkirakan berkisar pada 20,06% pada 2000 hingga 22,42% dari total PDB pada 2005, sektor pertambangan (minyak, gas, dan mineral) memberikan kontribusi terbesar diikuti perikanan dan pariwisata bahari. Sektor-sektor yang ada dalam bidang ekonomi kelautan ini memiliki nilai incremental capital output ratio (ICOR) yang relatif baik.

ICOR merupakan indikator untuk mengukur sejauh mana efisiensi dari suatu investasi di mana semakin rendah angka ICOR menunjukkan investasi yang dilakukan semakin efisien. Berdasarkan perhitungan tabel input-output 2005, nilai ICOR terendah terdapat pada sektor wisata bahari dengan nilai indeks ICOR sebesar 3,01. Ini menunjukkan bahwa sektor wisata bahari merupakan bidang yang paling efisien dalam penanaman investasi jika dibandingkan dengan bidang lain.

Dalam efisiensi penyerapan tenaga kerja dapat digunakan adalah incremental labour output ratio (ILOR). Semakin besar nilai ILOR, penyerapan tenaga kerjanya akan semakin tinggi. Perhitungan pada 2005 menunjukkan koefisien ILOR terbesar adalah sektor perikanan sebesar 14,02. Ini berarti sektor perikanan merupakan sektor yang memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi. Karena itu, pengembangan sektor ini akan mampu menjadi sebuah solusi bagi pengurangan angka pengangguran.

Kelautan adalah tumpuan masa depan Indonesia yang harus dikembangkan secara lestari dan mampu menyejahterakan segenap komponen bangsa di tanah airnya sendiri serta sebagai unsur utama dalam membangun Indonesia sebagai negara maritim.

Dengan demikian, bidang kelautan sebagai arus utama dalam pembangunan negara maritim, pendekatan kebijakan yang dilakukan harus dilaksanakan secara terpadu antarsektor ekonomi dalam lingkup bidang kelautan maupun sektor ekonomi berbasis daratan bagi kemakmuran bangsa dan negara Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar