Senin, 15 September 2014

Menyelamatkan Kuota Haji

Menyelamatkan Kuota Haji

Achmad Djunaidi  ;   Direktur Pengelola Dana Haji Ditjen PHU Kemenag 2009-2011
REPUBLIKA, 13 September 2014

                                                                                                                       
                                                      

Kuota haji setiap negara merupakan ranah Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Organisasi yang beranggotakan 57 negara berpenduduk Muslim ini telah memutuskan bahwa setiap negara bisa memberangkatkan jamaah haji sebanyak satu orang per seribu penduduk Muslim atau 0,1 persen dari total jumlah penduduk Muslim. Karena itulah, Indonesia pernah mendapat jatah kuota lebih dari 200 ribu orang pada 2011 dan 2012.

Namun, karena ada proyek pembangunan di Makkah, kuota haji tiap negara sejak 2013 dipangkas sekitar 20 persen.
Walhasil, kuota tahun ini hanya 168.800 jamaah. Meski begitu, inilah kuota haji paling besar di dunia.

Meski mendapat kuota terbanyak, jumlah itu masih dirasa kurang karena antusiasme masyarakat sangat tinggi untuk menunaikan ibadah haji. Antrean pun kini sudah mencapai belasan tahun.

Karena itu, satu kuota haji pun sangat berarti bagi calon jamaah haji. Bahkan, ada yang rela membayar dua atau tiga kali lipat lebih besar agar bisa berangkat haji lebih cepat.

Sayangnya, pada Jumat (5/9), Kementerian Agama melalui situs resminya merilis bahwa kuota jamaah haji masih tersisa 219 kursi, yang terdiri atas 217 kuota calon jamaah haji dan dua kuota petugas haji daerah. Sisa kuota ini, menurut Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Ahda Barori, disebabkan ada calon jamaah haji yang sudah melunasi biaya haji meninggal, sakit, dan lain-lain sehingga tidak jadi berangkat ke Tanah Suci.

Menurut data yang penulis miliki, pada 2011 ada 115 kuota haji hangus alias tak terpakai dari total 221 ribu kuota. Kemudian pada 2012, jumlah kuota yang hangus membengkak menjadi 1.452 dari 211 ribu. Ironisnya, hangusnya kuota kadang baru diketahui pada detik-detik terakhir menjelang keberangkatan. Demi membantu warga negara yang hendak menunaikan ibadah rukun Islam yang kelima, pemerintah sudah selayaknya menargetkan "kuota hangus nol persen" untuk penyelenggaraan haji tahun ini dan seterusnya.

Selain memperpanjang daftar antrean calon jamaah haji yang sudah pan jang, kuota hangus juga berarti hangusnya dana haji. Sebab, sewa pemondokan di Makkah sudah dibayar lunas dan tidak bisa ditarik kembali ketika ada jamaah yang gagal berangkat. Apabila kuota yang hangus sebanyak 100 saja, ada uang hangus sekitar Rp 1,5 miliar (dengan asumsi sewa pemondokan 5.000 riyal perjamaah).

Mengapa kuota bisa hangus?

Kuota hangus pada intinya disebabkan adanya calon jamaah haji yang batal berangkat, lalu tidak cukup waktu untuk mengurus visa yang baru atas nama calon jamaah haji yang akan menggantikan. Penyebab batalnya ke berangkatan calon jamaah haji bermacam-macam.

Ada yang batal karena meninggal, sakit, tidak bisa melunasi biaya haji sesuai tenggat, atau bahkan ka rena kiai yang menjadi pembimbingnya meninggal. Bisa juga karena adanya keterlambatan pengurusan paspor atau visa oleh penyelenggara, sebagaimana diberitakan harian ini pada Rabu (10/9).

Jika ditilik dari waktunya, pembatalan itu adakalanya terjadi saat calon jamaah haji belum mendapatkan visa dan kadang sesudah beroleh visa. Sering kali, kuota hangus disebabkan calon jamaah batal berangkat (misalnya karena meninggal) setelah jamaah mendapatkan visa dan kondisi itu baru diketahui pada detik-detik terakhir. Hal seperti inilah yang mesti diantisipasi agar kuota yang "sedikit" itu bisa digunakan semuanya.

Untuk itu, penulis mengusulkan beberapa hal. Pertama, penyelenggara hendaknya mempersiapkan calon jamaah haji pengganti jauh-jauh hari sesuai nomor porsi atau antrean. Artinya, ke tika ada calon jamaah A dari Makassar meninggal, misalnya, calon yang ada di daftar tunggu nomor urut pertama sudah ada, sudah melunasi biaya haji, sudah berpaspor, dan sudah siap untuk diurus visa hajinya.

Kedua, agar tidak terjadi permainan uang dalam proses penggantian, urutan antrean calon jamaah haji hendaknya dibuka kepada publik, paling tidak melalui situs web, sehingga semua pihak bisa mengontrol dan calon jamaah haji juga bisa mempersiapkan diri.

Ketiga, penyelenggara perlu mela kukan pengawasan secara berkala--bila perlu setiap hari--ke daerah-daerah untuk mengetahui kondisi calon jamaah haji yang akan berangkat. Dengan demikian, jika ada calon jamaah haji yang meninggal, informasi ini bisa langsung sampai ke penyelenggara dan proses penggantiannya bisa diurus secepatnya.

Keempat, penyelenggara hendaknya mempererat kerja sama dengan Ke dutaan Besar Arab Saudi agar visa calon jamaah haji yang batal berangkat bisa dibatalkan (cancelled) dan digunakan untuk calon jamaah pengganti secepatnya.

Diharapkan tahun depan kita tidak lagi mendengar berita soal kuota belum terisi atau bahkan hangus. Semoga "kuota hangus nol persen" bisa terwujud mulai tahun ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar