Senin, 14 Juli 2014

Ihwal Pengajaran Bahasa ASEAN

                             Ihwal Pengajaran Bahasa ASEAN

Sudaryanto  ;   Dosen PBSI UAD
HALUAN,  14 Juli 2014
                                                


Harus diakui, ba­hasa Indonesia telah banyak dipelajari oleh berbagai negara, ter­masuk 10 negara ASEAN. Di antara 10 negara ASEAN, Thailand merupakan negara terbanyak yang memiliki pusat pengajaran bahasa Indonesia (7 tempat). Diikuti Singapura (4), Vietnam (3), Myanmar (2), Kamboja (2), Malay­sia (1), Brunei Darus­salam (1), Laos (1), dan Filipina (1). Fakta ini menunjukkan betapa bahasa Indonesia telah memi­liki kedu­du­kan khusus di negara-negara A­SEAN.

Di Thailand, misalnya, pusat pengajaran bahasa Indonesia berada di Kedu­taan Besar Republik Indo­nesia (KBRI) Bangkok dan enam univer­sitas milik pemerintah Thai­land, antara lain, Chiang Mai University, Srina­kharin­wirot University, dan Prince of Songkla Uni­versity (Hapsary, 2013). Thai­land telah berhasil mendukung pengajaran bahasa Indonesia serta menarik sejum­lah dosen kita untuk menjadi dosen tamu bahasa Indonesia di sejumlah kampus tersebut.

Tak hanya itu, Singapura, negara jiran kita, juga memiliki pusat pengajaran bahasa Indonesia. Dua tempat di antaranya, NUS (National University of Singapore) dan NTU (Nanyang Technology of University). Demikian halnya Vietnam, yang juga memiliki pusat pengajaran bahasa Indonesia di Universitas Hong Bang dan Universitas Ho Chi Minh. Jadi, wajar jika dika­takan bahasa Indonesia memi­liki tempat istimewa di negara-negara ASEAN.

Minim Persiapan

Thailand, Singapura, dan Vietnam telah memiliki jurusan atau program studi (prodi) Bahasa Indonesia di uni­versitasnya masing-masing. Hal sebaliknya justru tak terjadi di Indonesia. Sampai hari ini, tidak ada uni­versitas di Indonesia yang memiliki jurusan atau prodi Bahasa Thailand. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) belum memiliki jurusan atau prodi Bahasa Thailand, dan/atau Program Studi Thailand.

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (FIB UGM) serupa dengan FIB UI. Kampus yang terletak di Bulaksumur, Yogyakarta itu, juga belum memiliki jurusan atau prodi Bahasa Vietnam, dan/atau Program Studi Viet­nam. Demikian halnya Fakul­tas Ilmu Budaya Uni­versitas Hasanuddin (FIB Unhas) dan Universitas Airlangga (FIB Unair) yang belum memiliki jurusan atau prodi Bahasa Filipina, dan/atau Program Studi Filipina.

Alhasil, karena kita tidak memiliki jurusan atau prodi bahasa-bahasa negara ASEAN tersebut, kita juga tidak bisa melakukan pertukaran ahli bahasa-budaya dan pendidik dari negara-negara ASEAN tersebut. Inilah wujud nyata betapa kita sangat minim persiapan menghadapi Komu­nitas ASEAN 2015. Mau tidak mau, pihak Ditjen Dikti dan seluruh pimpinan universitas di Tanah Air, perlu mencarikan solusinya dalam waktu dekat.

Memang diakui, pemerintah dalam hal ini Kemendikbud dan Kemenlu telah meng­gulirkan program beasiswa Darmasiswa untuk seluruh mahasiswa asing, yang akan belajar bahasa dan budaya Indonesia. Hanya, program tersebut kurang greget jika tidak ditindaklanjuti dengan adanya program lainnya. Misalnya, pembukaan jurusan atau prodi bahasa asing, atau prodi negara asing. Belakangan, baru FIB UI dan Universitas Darma Persada yang memiliki hal terakhir itu.

Pengalaman “metamorfosa” Program Studi Sastra Cina Fakultas Sastra UI menjadi Program Studi Cina FIB UI patut dicatat di sini. Perubahan dari nama prodi ternyata berdampak signifikan bagi perkembangan kajian yang dilakukan, baik oleh mahasiswa maupun dosen. Dulu, maha­siswa Sastra Cina UI hanya boleh menulis skripsi tentang bahasa dan kesusasteraan Cina, tapi kini mereka dapat meng­kaji persoalan multibidang di Cina, termasuk hubungan RI-Tiongkok.

Hemat saya, universitas-universitas di Tanah Air, khususnya yang memiliki Fakultas Ilmu Budaya atau Fakultas Sastra, dapat mem­buat pusat-pusat studi atau kajian yang berbasis negara-negara ASEAN. Dari situ, kemudian ditindaklanjuti ke arah pembukaan jurusan atau prodi bahasa-bahasa ASEAN, dan/atau program studi negara-negara ASEAN. Dari situ pula, kita dapat mengundang pakar atau pen­didik bahasa-bahasa A­SEAN.

Belajar dari Tiongkok

Alih-alih tidak termasuk anggota ASEAN, Tiongkok justru memiliki jurusan atau prodi bahasa-bahasa negara ASEAN di sejumlah uni­versitasnya. Sebagai contoh, di kampus Guangxi University for Nationalities terdapat tujuh jurusan bahasa ASEAN, seperti Bahasa Indonesia, Melayu/Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja. Di semua jurusan tersebut memiliki dosen tamu yang berasal dari negara asalnya masing-masing.

Selain GXUN, jurusan dan prodi bahasa-bahasa negara ASEAN juga dibuka di sejum­lah kampus negeri di Tiongkok, antara lain, Peking University, Beijing Foreign Studies Uni­versity, Beijing Language and Culture University, Shanghai International Studies Uni­versity, Guangdong University of Foreign Studies, Yunnan University for Nationalities, dan Guangxi Normal University. Di samping itu, ada juga kampus swasta seperti Xiang­sihu College.

Banyaknya kampus di Tiongkok yang memiliki ju­rusan atau prodi bahasa-bahasa ASEAN menun­jukkan, betapa Tiongkok lebih siap dalam men­jalin kerja sama de­ngan seluruh negara ASEAN. Melalui forum “A­SE­AN+3”, Tiongkok ingin menjalin kemi­traan strategis dan mul­tibidang dengan seluruh negara A­SEAN, dan itu diawa­linya dengan cara mem­­­­buka jurusan atau pro­di bahasa-bahasa negara ASEAN, ter­masuk Ba­hasa In­donesia.

Untuk meraih setiap pe­luang da­lam Komunitas A­SEAN 2015, kita pun di­tun­tut un­tuk me­lakukan hal yang dila­kukan oleh Tiong­kok. Pihak Ditjen Dikti Kem­dik­bud dan seluruh pimpinan perguruan tinggi dapat bersinergi untuk membuka jurusan atau prodi bahasa-bahasa ASEAN, serta mengundang dosen tamu/asing dari negara ASEAN. Dengan demikian, kita dapat mela­kukan pengajaran bahasa ASEAN serta melakukan pertukaran ahli bahasa/budaya.

Selain itu, dengan dibu­kanya jurusan atau prodi bahasa-bahasa ASEAN, kelak dapat melengkapi upaya pe­ngem­bangan studi ASEAN yang sudah dilakukan oleh UI dan UGM melalui ASEAN Center-nya. Penulis percaya bahwa pembukaan jurusan atau prodi bahasa-bahasa ASEAN di Indonesia dapat menjadi sarana guna mewujudkan tujuan Komunitas ASEAN 2015, yaitu memberikan kontribusi yang berorientasi kepada rakyat di kawasan ASEAN itu sendiri. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar